Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 5

BAB 5

HIDDEN BABY

***

“What!”

Tobias masih memperhatikan ekspresi Feli, terlihat jelas tatapan tidak suka tertuju padanya. Ia menarik nafas, ia menyungging senyum. Entahlah ia setiap kali melihat orang pertama kali dari raut wajahnya, dan itu semua selalu berhubungan tentang kepribadiannya.

Ia tidak bisa menjelaskan detailnya, karena ia sendiri tidak mengerti kenapa ia bisa sok tau seperti ini. Ia bisa menebak secara random. Namun apa yang ia alami memang kebanyakan benar, misalnya dari alis, mata dan senyum saat dia berbicara. Jika dia memiliki alis yang agak tinggi pasti semua orang berpikir dia itu judes, namun kalau sudah kenal karakternya asyik. Orang yang memiliki Alis yang tebal biasa cenderung tegas, kalau senyumnya teduh, berarti apa adanya.

Ia sudah banyak berkenalan dengan banyak orang luar sana. Dengan membaca isyarat bahasa tubuh, dengan cara berbicara, cara berpenampilan, ia juga memperhatikan gerakan fisik, menafsirkan ekpresi wajah. Yang paling penting ia bisa mendengarkan tentang intuisi dari pengamatan visual melalui penalaran logis sesorang. Semakin sering berinteraksi dengan seseorang, maka semakin persisi intuisi dalam menilai karakter seseorang.

Ada beberapa hal yang ia rasakan ketika kehadiran Feli di sini, ia memperhatikan tatapan matanya, ia dapat merasakan bahwa orang ini baik dan ia juga merasakan energy emosional pada wanita ini.

“Belum menikah?” Tanya Tobias.

“Hampir.”

Tobias menarik nafas, “Berarti belum menikah. Persiapannya sudah berapa persen?”

“Sepertinya itu tidak perlu saya jawab, karena terlalu pribadi,” timpal Feli.

“Maaf, mungkin saya terlalu lancang bertanya hal pribadi. Hanya saya penasaran dengan kamu, kenapa memilih menikah.”

“Karena saya cinta dengan pasangan saya.”

“Itu hanya alasan klasik saja.”

“Why?”

“Saya percaya cinta itu ada, tetapi saya tidak percaya pernikahan, jadi cinta tidak ada korelasi dengan pernikahan,” ucap Tobias.

Feli lalu memandang Tobias, dan pria itu menatapnya bali, ia sebenarnya setuju dengan ucapan pria itu. Ia meneguk ice lemonnya.

“Saya pernah di fase ditinggal orang yang saya cintai, dan saya juga pernah meninggalkan orang yang saya cintai. Yang saya rasakan cinta cinta itu bersifat fleksibel, pasti akan hilang seiringnya waktu. Saya tidak akan berkomitmen dalam pernikahan. Karena saya tidak mau membuat seseorang yang saya cintai merasa terjebak dalam pernikahan di mana nanti sudah tidak nyaman lagi.”

“Saya pun tidak mau terjebak. Saya juga tidak memungkiri bahwa saya juga bisa tertarik kepada seseorang selain pasangan saya, walaupun sudah menikah.”

Feli shock mendengar ucapan Tobias, ia tidak menyangka kalau pria itu berbicara secara gamblang tentang pemikirannya,

“Ternyata kamu playboy sekali,” ucap Feli.

Tobias tertawa, “Ini bukan tentang playboy atau mempermainkan wanita. Saya hanya tidak ingin sama-sama terjebak dalam namanya pernikahan yang bullshit!”

“Kalau saya mau menikah, mungkin sejak beberapa tahun lalu saya menikah.”

“Walau saya memiliki hubungan dengan seseorang, saya menekankan pada diri saya kalau saya tidak mau berharap dengan seseorang. Awalnya saya pikir ini tidak adil, saya mengenal wanita yang saya cintai dan saya ingin menikah dengannya secara mengebu-ngebu. Setelah saya pelajari, itu hanyalah hormon dan gejolak yang sedang saya rasakan. Namun seiringnya waktu berubah dengan cepat.”

“Akhir-akhir ini saya justru berpikir kalau hubungan itu memang lebih baik tidak berakhir dengan pernikahan. Lihat saja di luar sana, banyak sekali orang yang bercerai karena pernikahan, banyak yang menyesal karena menikah, apapun alasannya, setelah menikah, esensi cinta itu hilang begitu saja.”

“Setiap saya menjalin hubungan, saya mengatakan saya tidak akan menikah, mau terima atau tidak keputusannya itu kembali dengan pasangan saya. Saya hanya tidak ingin menjebak pasangan saya dengan pernikahan, saya ingin membebaskan dia untuk pergi meninggalkan saya jika memang dia menemukan seseorang yang lebih baik dari saya.”

“Ketika saya mengubah cara berpikir itu saya merasa laga dan tidak terbebani dengan berapa lama hubungan. Saya dan pasangan saya menjalani hubungan selagi kita masih merasakan efek bahagia, tidak tahu kapan berakhirnya.”

“Pasangan kamu, apa mau menjalani hubungan seperti itu?” Tanya Feli penasaran.

“Awalnya oke mau, setelah dijalani rata-rata mereka yang mundur mencari pria yang dia inginkan. Mereka mengatakan kalau menjalin hubungan dengan saya itu tidak ada kejelasan. Ada beberapa yang sudah menikah, namun akhirnya berpisah dengan pasangannya, yang katanya pria itu lebih baik dari saya. Menghubungi saya dan meminta balik.”

“Kamu mau balik dengan dia?”

“Tentu saja tidak. Banyak wanita di luar sana menyesal karena memilih menikah. Saya hanya takut kamu wanita selanjutnya.”

“Wanita yang kamu jalani sekarang bagaimana?”

“Sepertinya sudah memiliki tanda-tanda memiliki pria lain, namun saya biasa saja, tidak perlu dikhawatirkan dan tidak terlalu berharap,” ucap Tobias.

“Saya baru menemukan pria berpikiran seperti kamu. Rata-rata pria yang saya temui mereka mau berkomitmen. I know, prinsip dan pola pikir seseorang berbeda-beda,” gumam Feli.

Tobias tertawa, “Yang harus kamu ingat, menikah itu artinya kamu bebas tapi terikat. Kamu masih bebas bertemu dengan banyak orang, tapi kamu harus tahu waktu dan tempat. Di mana kamu harus ijin, harus menjaga perasaan pasangan kamu, dan kamu harus mawas diri terhadap godaan di luar sana, you’re no longer single, behave like a married.”

Feli memandang iris mata Tobias, ia sangat setuju dengan penjabaran Tobias, dia mengubah cara pandangaannya mencintai pasangan. Komitmen dengan seseorang itu, ia siap untuk bosan dengan pasangan, cara mendaur ulang perasaan, dan cara hal-hal terbaik.

Pernikahan itu harus siap segala hal. Harus adanya kompromi dan memiliki komprehensi yang searah. Kompromi membuat sanggup bertahan, dan komprehensi membuatnya bertahan jika tidak sepaham.

Feli menarik nafas, “Dengan penjelasan kamu tadi, saya tetap melangkah untuk menikah dengan pasangan saya.”

“Itu kembali lagi dengan pilihan kamu. Saya tidak melarang kamu menikah, saya hanya memberi paham pandangan saya tentang menikah.”

“Oke,” ucap Feli, ia mengambil gelas dan meneguk ice lemomade, jika membahas tentang pandangan hidup tidak ada habisnya.

“Maaf, pembahasan kita tadi terlalu dalam, tidak seharusnya saya membahas ini dengan wanita yang akan menikah,” gumam Tobias.

“Tidak apa-apa. Dengan penjelasan kamu tadi, tidak berpengaruh dengan cara pandang saya tentang pernikahan.”

“Kamu mencoba meracuni saya, tapi saya kebal racun.”

Tobias tertawa, ia memandang Feli, “I know, berarti kita tidak sepaham. Padahal tadi saya terpesona melihat kamu.”

Feli mengerutkan dahi, “Terpesona?”

“Pertama kali melihat kamu, kamu mirip Dakota Johnson, classy, simple dan elegan. Tapi sayangnya dia tidak tertarik dengan saya. Ketertarikan itu hilang begitu saja, karena saya tertarik dan si wanita tidak.”

“Setidaknya saya sudah berkata jujur dengan kamu.”

Feli menatap Tobias dan pria itu menatap balik. Mereka saling menatap satu sama lain, pria itu memiliki mata yang tajam. Ia lalu dengan cepat mengalihkan pandangannya ke arah pizza. Entah kenapa, ia merasa bahwa waktu bergerak sangat lambat.

Feli menoleh ke belakang, ia memandang Monika di sana. Wanita itu melambaikan tangan ke arahnya. Ia melambaikan tangan balik ke arah sahabatnya itu. Ia bersyukur kalau Monika hadir di tengah-tengah mereka, setidaknya ia teralihkan dengan pria bernama Tobias.

“Sorry ya, agak lama. Tadi klien penting,” ucap Monika lalu duduk di samping Feli.

“Enggak apa-apa kok,” ucap Feli.

“Oiya, sampai di mana tadi?” Tanya Monik kepada Tobias.

Tobias melirik Feli sekilas, wanita itu hanya diam dan memakan makanannya. Ia lalu meneruskan penjelasannya kepada Monik. Sebenarnya ia masih ingin ngobrola banyak dengan wanita bernama Feli, namun ada Monika di sisi mereka. Ia yakin bahwa nanti mereka bertemu lagi, entahlah ia merasa ada tambahan energy ketika bersama wanita itu.

***

Malam harinya,

Feli menatap penampilannya di cermin, ia mengenakan halter dress berwarna hitam. Rambut panjangnya dibiarkan terurai. Ia duduk di kursi hias, sambil memoles makeup. Sejak tadi ia belum sepenuhnya melupakan ucapan-ucapan Tobias. Ia akui kalau cara pandangannya sebenarnya sama dengan Tobias. Namun sudahlah, ia sudah terlanjur mengiyakan ucapan Andre, dan Andre pria yang baik, mereka sudah tinggal bersama dua tahun lamanya, baginya itu sudah cukup mengenal karakter dan kepribadian Andre.

Malam ini Andre mengajaknya ke rumah orang tuanya, dan membahas tentang pertunangan mereka yang akan di langsungkan dalam waktu dekat. Ia terima niat baik Andre untuk menikah dengannya. Apapun keputusannya maka ia akan terima dan bisa dipertanggung jawabkan.

Di dalam lubuk hatinya paling dalam, ia membenarkan ucapan Tobias. Entah kenapa setiap mendengar tentang menikah dan pernikahan, rasanya ada rasa sesak yang tidak bisa ia jelaskan. Mungkin banyak kaum muda di luar sana, mengelu-elukan untuk menikah. Namun ia salah satu orang yang ragu dan bahkan takut menikah, alasannya simpel karena timeline-timeline nya dipenuhi dengan rumah tangga yang gagal menikah setiap harinya.

Jujur ia masih ragu dengan konsep pernikahan yang bahagia. Memiliki suami baik dan anak-anak yang lucu, rasanya sudah hilang dari impiannya sejak lama. Dan sama sekali tidak memikirkan tentang status istri dan ibu. Ia tidak tahu apakah ini bertanda bahwa ia mengehentikan tindakan ini atau tidak. Apa ini sebuah sinyal yang tidak biasa.

Oh God, ia tidak seharusnya ragu kepada Andre, ia tahu bagaimana Andre, ia yakin Andre pria yang baik dan dia memiliki masa depan yang jelas. Selama ia menjalin hubungan dengan Andre, hubungan mereka sangat harmonis. Mungkin ia terlalu banyak pikiran ,sehingga membuatnya ragu. Ia akan membuang rasa ragu itu.

Feli meletakan lipstiknya di meja, ia memandang Andre di sana, pria itu mengenakan kemeja berwarna hitam dan celana berwarna senada. Lihatlah betapa tampannya sang kekasih. Pria itu mendekatinya, dan memandangnya dari pantulan kaca.

“Kamu cantik sekali malam ini.”

“Thank you, kamu juga tampan Ndre,” ucap Feli, ia beranjak dari kursinya, ia mengambil parfume di laci dan menyemprotkan di lehernya. Ia melihat Andre melakukan hal yang sama.

“Tadi kerjaan kantor kamu bagaimana?” Tanya Feli, ia mengambil handbag Dior di lemari.

“Baik, next week aku ada plan ke Sulawesi, setelah kita bertunangan.”

“Apa aku ikut?”

“Lebih baik jangan sayang. Lagian nggak lama, hanya beberapa hari saja,” ucap Andre.

“Tapi aku mau ikut,” rengek Feli.

Andre tersenyum, sejujur ini bukan pertama kalinya Feli ikut menemaninya dinas ke luar kota, walau sang kekasih hanya di hotel saja.

“Oke, kamu boleh ikut.”

Andre mendekati Feli, ia merangkum wajah cantik itu, inginnya melumat bibir sang kekasih. Namun bibirnya sudah teroles lipstick dengan sempurna, ia tidak ingin merusaknya.

“I Love you,” bisik Andre.

“I love you to.”

“Aku harap hubungan kita bisa selamanya,” ucap Andre.

Feli tersenyum, “Akupun begitu.”

“Sudah siap?” Tanya Andre kepada Feli.

“Iya sudah.”

Andre melirik jam melingkar di tangannya menunjukan pukul 18.10 menit. Mereka harus berangkat sekarang, karena jarak apartemen Taman Anggrek dan Menteng tempat tinggal orang tua Andre lumayan jauh. Ini jam pulang kerja, jadi kemungkinan sedikit terlambat untuk tiba di sana, karena macetnya kota Jakarta.

Andre dan Feli, keluar dari kamar. Mereka masuk ke dalam lift dan lift membawa mereka menuju lantai basement. Mereka melangkah menuju mobil Andre yang terpakir sempurna di sana. Ia masuk ke dalam mobil, tidak lupa memasang sabuk pengaman.

Setelah itu mobil meninggalkan area tower apartemen. Feli menatap Andre memanuver mobil, entahlah ia suka ketika pria menyetir, karena ia merasa ketampanannya bertambah.

“Besok siang, kita ke Plaza Senayan.”

“Terus.”

Andre tersenyum, “Kita beli cincin pertunangan.”

Feli tersenyum penuh arti, ia tahu bahwa pusat pervelanjaan paling bergengsi dan mewah yang ada di Jakarta. Di desain sangat elegan, mewah, yang terletak sangat strategis, butik-butik kelas dunia ada di sini.

“Do you choose Cartier or Tiffany & co?” Tanya Andre.

“Tiffany & Co, honey,” ucap Feli.

“Noted.”

“Acara pertunangan kita percayakan dengan wedding organizer saja. Bagaimana menurut kamu sayang?”

“Itu pilihan yang baik.”

“Oiya, untuk fitting lamaran, aku mau pakai Monika sahabat aku.”

“Monika yang desainer terkenal itu kan?”

“Iya sayang, sahabat aku.”

“Kapan kita akan bertemu dia?” Ucap Andre, untuk fitting engagement, mereka harus memilih sendiri.

“Nanti aku hubungin dia.”

Feli memandang Andre, “Ndre,” ucap Feli.

“Iya.”

Ia kemarin sempat mendengar ucapan Tobias dan Monika, mereka akan membangun bisnis F&B, ada ketertarikan untuk bekecimpung di dunia itu.

“Boleh tanya?”

“Iya, boleh. Kenapa sayang.”

“Kenapa di setiap stasiun kereta api, bandara yang ada di Indonesia, aku selalu menemukan Roti Q?”

Andre tertawa, ia melirik Feli, “Kamu menambah bisnis bakery?”

“Sedikit interest.”

Andre menarik nafas, “Aku dan kamu orang bisnis. Kalau aku dari cara pandangan aku dalam berbisnis, pertama karena harga sewa di stasiun dan bandara tidak semahal sewa di mall. Produk mereka tidak terlalu banyak, jadi cocok jual di sana. Persaingan di bandara dan stasiun juga tidak terlalu massif. Harga yang di jual tidak terlalu mahal dan terjangkau karena mereka hanya jual roti. Ongkos pembuatannya bisa ditekan karena mass production.”

“Kamu selalu cerdas menganalisis sesuatu.”

Andre tertawa, “Mau?”

Feli meraih jemari Andre. Yang ia sukai dari sang kekasih adalah dia memiliki intuisi yang kuat. Dia juga sangat cerdas, oleh sebab itu kenapa ia mantap untuk menikah dengan Andre, karena dia secerdas itu. Tidak ada pria manapun yang membuatnya kagum selain Andre kekasihnya.

“Iya, mau.”

“Nanti kita survey dulu.”

“Iya.”

Beberapa menit kemudian mobil Andre kini tiba di Menteng. Jujur Feli pernah beberapa kali ke sini, dan ia juga sangat dekat dengan keluarga Andre. Bahkan ketika keluarga Andre liburan ke Eropa ia selalu ikut. Jadi tidak ada lagi istilah canggung untuk bertemu pertama kali dengan calon mertua. Tugasnya sekarang memantapkan hati, untuk menikah dengan Andre.

Feli dan Andre keluar dari mobil, pintu utama rumah sudah terbuka, ia tahu orang rumah Andre pasti sudah tahu kedatangan mereka. Jujur sebenarnya tidak percaya, pada akhirnya ia memutuskan untuk menikah dengan Andre tahun ini. Rasanya campur aduk dan luar biasa. Semoga saja ia tidak salah pilih pasangan.

****

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel