Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Susan Part 3

Biasanya aku malas berangkat sekolah. Hari ini, bisa dikatakan untuk pertama kalinya aku berangkat dengan bersemangat. Alasannya karena aku ingin segera bertemu Celia, akhirnya aku memiliki seorang teman. Diam-diam aku tersenyum sendiri jika mengingat kejadian kemarin.

Hal pertama yang aku lakukan setibanya di kelas, tidak lain mencari keberadaan Celia. Betapa leganya aku ketika melihat Celia duduk di kursi tepat di sebelahku. Aku segera menghampirinya.

"Hai, Celia. Selamat pagi." Sapaku, riang.

"Selamat pagi juga, Leslie."

Ku sadari semua orang tengah menatap kami, tampak tak suka melihat kedekatanku dengan Celia. Tentu saja tidak aku pedulikan. Sebaliknya, dengan sengaja aku berbincang bersama Celia. Ku abaikan mereka yang terus memperhatikan kami. Hingga akhirnya bel tanda masuk berbunyi, kami diminta pergi menuju kebun sekolah oleh guru Biologi. Materi hari ini akan membahas tentang meneliti struktur tanaman, karenanya kami akan belajar di luar kelas.

Seperti perkiraanku, tidak ada yang mau bergabung denganku ketika sang guru menugaskan kami untuk membentuk kelompok. Hanya Celia yang mau melakukan penelitian denganku. Walau sejak awal aku juga tidak tertarik berkelompok dengan mereka. Keberadaan Celia sudah lebih dari cukup bagiku.

Saat kami sedang asyik meneliti, tiba-tiba perutku mulas. Rasanya sungguh tak nyaman. Aku berjongkok dengan gelisah seraya meremas-remas perutku yang melilit.

"Kenapa, Leslie?" tanya Celia yang menyedari kegelisahanku. Aku meringis, merasa bersalah karena harus meninggalkannya sebentar.

"Perutku sakit. Toiletnya jauh lagi dari sini." Aku menggulirkan mata berharap menemukan toilet terdekat.

"Di dekat sini ada toilet."

"Benarkah?" sahutku, antusias.

Celia menjawab dengan anggukan pelan.

"Di mana toiletnya?"

"Di sebelah sana."

Celia mengatakan itu sambil menunjuk ke arah kanan kami.

"Lurus saja ke sana." Katanya menjelaskan. Ku ikuti arah yang ditunjuknya. Sepertinya benar ada toilet di sana karena aku melihat ada sebuah bangunan.

"Baiklah, aku ke sana sebentar."

Celia kembali mengangguk tanpa kata.

Aku berjalan menuju arah yang ditunjuk Celia. Di sekitar sini sangat sepi, tidak ada satu orang pun yang melintas. Perutku semakin mulas sehingga ku percepat langkahku.

Aku menemukan sebuah bangunan yang cukup usang dan tidak terawat. Jika dilihat dari papan nama di pintu, bangunan itu memang toilet. Pintu tertutup rapat. Banyak sarang laba-laba memenuhi atap bangunan. Karena tak kuasa menahan mulas, mau tak mau aku masuk ke dalam toilet.

Aku membuka pintu. Aroma bau menyeruak keluar hingga refleks ku tutup hidung. Di sini juga sangat kotor. Ku temukan sebuah bilik, tanpa pikir panjang, aku masuk ke dalam.

Namun, baru sebentar berada di bilik itu, aku merasakan perasaan yang aneh. Meskipun kloset di toilet ini sangat kotor, setelah menyiramnya dengan air, aku pun mendudukan diri. Menyingkapkan rok dan membuka celana. Sakit melilit ini seketika hilang setelah aku mengeluarkan isi di dalam perut. Tetapi, tiba-tiba ... aku merasakan hawa dingin menerpa kulit hingga bulu kuduk merinding. Aku juga merasakan sakit pada kepalaku. Aku mengetahui pertanda ini karena sebenarnya aku memiliki sebuah rahasia. Aku memiliki kemampuan istimewa yang orang menyebutnya dengan indera keenam.

Sejak kecil aku bisa merasakan kehadiran makhluk halus, sakit yang amat sangat akan terasa di kepala jika ada makhluk halus di dekatku. Meskipun aku sering merasakan kehadiran mereka, beruntung karena belum pernah sekali pun aku melihat penampakan mereka.

Saat ini, aku sedang merasakan sakit yang amat sangat pada kepalaku, tak salah lagi ini pertanda ada makhluk halus atau hantu di dekatku. Rasa sakit ini terasa lebih kuat dibanding biasanya. Mungkin karena sang hantu berada sangat dekat. Aku bertambah yakin ketika merasakan bulu kuduk semakin merinding. Tubuhku kedinginan hingga menggigil. Rasa sakit di kepala sudah tak tertahankan lagi, hingga dengan terburu-buru aku membasuh dengan air lalu memakai celana. Keinginanku hanya satu, yaitu segera pergi dari sini. Akan tetapi ...

Aku terpaku saat merasakan sesuatu berupa cairan dingin menetes mengenai kulitku. Setelah ku perhatikan, betapa terkejutnya aku menyadari cairan itu berwarna merah gelap seperti darah yang sangat kotor. Cairan itu tiada henti menetes dari atas. Aku ingin mengetahui sumber dari cairan ini. Meskipun takut, aku memberanikan diri menengadahkan kepala menatap ke atas. Dan ...

Betapa terkejutnya aku ketika melihat sesosok makhluk tengah melayang tepat di atas kepala. Hanya bagian atas tubuh yang terlihat karena bagian bawahnya terpotong oleh tembok. Makhluk itu perempuan, matanya memelotot dengan wajah sangat mengerikan karena penuh dengan luka yang berlumuran darah. Mulutnya tengah terbuka, tiada henti mengeluarkan darah. Darah dari mulutnya itu lah yang tadi mengenai kulitku. Rambutnya sangat panjang hingga nyaris menggapaiku. Seumur hidup, baru sekarang ku lihat makhluk semenyeramkan itu.

"Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa ...!!!"

Aku berteriak sekencang-kencangnya dan lari secepat mungkin keluar dari bilik toilet. Aku terus berlari hingga tidak menyadari ada seseorang di luar toilet, kami bertabrakan dan tersungkur di lantai secara bersamaan.

"Haduuh ... kau ini kenapa lari-lari? sedang apa kau di dalam toilet itu?"

Perempuan yang tanpa sengaja aku tabrak itu tampaknya seorang guru. Aku sangat lega karena bertemu dengannya di sini. Namun, aura dingin kembali menerpa kulitku, begitu pun dengan rasa sakit di kepala. Bulu kuduk ikut merinding serta tubuh yang menggigil hebat. Ku yakini aura mencekam ini berasal dari belakang. Dengan gerakan patah-patah, aku menoleh ke belakang. Aku tak tahu harus bereaksi seperi apa sekarang karena wajah hantu tadi tepat berada di depan wajahku. Begitu dekat hingga wajah kami nyaris bersentuhan.

"Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!"

Bergegas aku berlari ke belakang tubuh sang guru. Aku bersembunyi di balik punggungnya sembari mencoba mengintip ke depan. Rasa takut kembali menderaku, melihat sang hantu masih melayang di tempat yang sama. Ya, melayang karena kakinya tak menapak di lantai.

"Hei ... kau kenapa?" tanya sang guru seraya menoleh padaku.

"A-apa Ibu tidak melihatnya?"

"Melihat apa?"

"Di-di sebelah sana, ada hantu perempuan yang sangat mengerikan. Wajahnya berlumuran darah, dia keluar dari tembok toilet."

Aku mengatakan itu sambil menunjuk dengan jari telunjuk ke arah si hantu.

Guru itu tetap diam tanpa mengatakan sepatah kata pun, aku menduga pasti dia tidak mempercayaiku, karena di zaman yang sudah modern ini jarang sekali ada orang yang masih mempercayai cerita tentang hantu.

"Benarkah hantu itu ada di depan kita sekarang?"

Pertanyaan dari guru itu, membuatku sangat terkejut. Mungkinkah dia percaya?

"I-iya. Dia tepat berada di hadapan kita. Saya tidak mengerti kenapa dia mengikuti sampai kemari."

"Dia mengikutimu?"

"Begitulah. Sudah saya katakan hantu itu keluar dari tembok di dalam toilet."

Guru itu berjalan menjauhiku, entah apa yang akan dia lakukan?

Dia terus berjalan ke depan tampaknya ingin mendekati sang hantu.

"Di sinikah hantu itu berada?" tanyanya ketika dia berdiri tak terlalu jauh dari si hantu.

"Tidak. Lebih depan lagi. Ibu jangan ke sana. Hantu itu sangat mengerikan. Dia pasti berbahaya."

Guru itu tak menggubris ucapanku dan terus berjalan mendekati si hantu. Namun, sesaat sebelum ia tiba di tempat hantu itu melayang, sang hantu menghilang begitu saja.

"Bu ... hantu itu sudah menghilang." ujarku, memberitahunya.

Guru itu berhenti melangkah. Aku berbalik badan bermaksud untuk kembali ke tempat teman-teman sekelasku berada.

"Hei ... namamu Leslie dari kelas 2B bukan?"

Tetapi urung karena suara guru itu kembali mengalun. Untuk menjaga sopan santun, aku kembali menghadap ke arahnya.

"Iya, benar. Dari mana ibu tahu?"

“Hm ... tidak, ya sudah kau boleh pergi.”

Sempat mengernyit bingung, aku pun akhirnya melangkah pergi. Meninggalkan sang guru yang masih berdiri mematung sambil menatapku.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel