Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Prolog

Sudah sebulan berlalu sejak kepergian istriku. Awan kesedihan mulai sedikit menipis, meski berita duka itu pertama kali kudengar dari seorang petugas penyelidikan; istriku meninggal dalam sebuah kecelakaan, dan tubuhnya tak pernah ditemukan, lenyap terbakar oleh api. Dalam penat, aku memutuskan kembali ke pulau seberang, mengadu nasib, karena desaku tidak menawarkan pekerjaan yang sesuai dengan keahlianku. Saku celanaku hanya menyisakan beberapa lembar uang, pundi-pundi terakhir dari menjual ponsel pemberian Kak Anti.

Sampai di depan kost, aku disambut wajah-wajah asing. Aku tidak mengenal siapa mereka, namun tanpa banyak pikir, aku melangkah lurus menuju kamarku, meninggalkan segala tanya di belakang.

******

Tokkk....tokkk...

Ketukan Pintu beberapa kali membuat ku Terbangun dari lelapnya tidur ku.

"Huaaaa...... tunggu !" Timpalku sambil merenggangkan tubuhku yang sedikit letih saking lamanya menempuh perjalanan.

Dengan langkah terpaksa menuju pintu.

"Mas...ayoo makan dulu atuhhh, " sahut wanita di hadapanku, tapi rasa heran kembali menerpaku. Karena sebelumnya di kost kami sangat jarang masak dan kebanyakan membeli makanan di luar.

"Lexx....sini dehhh.." Celetuk muti yang tengah duduk santai mengisap rokok Elektrik.

"Makan duluan aja, aku masih belum lapar " jawabky tanpa menunggu respon dari wanita di hadapanku,  kemudian aku berjalan menuju Mutiara.

"Hyy..." Muti kembali menyapaku dengan cipika - cipiki dengan menyentuhkan kedua belah pipi kami.

"Kok lu kurusan gini Lex ? " tanya dia sambil memegang kedua bahuku.

"Entahlah Mut, " jawabku singkat, kemudian duduk di kursi.

Mutiara menumpahkan minuman alkohol dari botol ke gelas slokinya dan lanjut menawarkanku, awalnya enggan tapi dengan sedikit paksaan merajuk, akhirnya luluh juga karena dia merengek seperti anak kecil.

Gleekkk.

"Akhhhh "

"Gitu dongg " ucap Mutiara kembali tersenyum.

"Mba Lala kemana, kok ngga keliatan ? " tanyaku.

"Dia sekarang tinggal di apartemen pemberian almarhum om Bobby Lex" jawab Mutiara.

"Hmmm terus Pingka mana ?" Tanyaku lagi.

"Dia udah berhenti kerja Lex, " jawab muti seketika dia menundukkan kepalanya.

"Hyy...." Sapa seseorang yang barusan saja keluar dari kamar yang dulunya di tempati Rina.

Rina dulunya pernah juga tinggal di kost ini, dia adalah wanita pertama yang berhasil membuatku jatuh cinta secara alamai, namun kini aku menganggapnya sebagai mantan tersadis.

"Hyy...Gledis, kenalin nih senior kamu " Lanjut Mutiara menunjukku, dan wajahnya langsung berusaha melemparkan senyum ke arah wanita cantik Di sampingnya.

Rasa takjubku dengan Gledis seolah membuatku melupakan sedikit kesedihanku.

Tubuhnya yang sintal sempurna, membuatku menatapnya tanpa berkedip. Apalagi ketika pandanganku turun ke bagian pinggulnya yang membulat sempurna.

"Eheemmmm" celetuk Mutiara menyadarkanku dari kekaguman.

"Ehhh ...hy aku Alex, " jawabku gugup.

Tidak lama kemudian keluar lagi dua wanita dari Kamar yang dulunya di huni oleh Pingki, almarhum istriku, dan Pingka saudara kembarnya.

Kedua wanita itu kemudian melangkah ke arah kami Bertiga.

"Novaria Bang, " Ucap wanita bertubuh kurus tinggi tapi wajahnya itu yang membuatku betah menyalami tangannya.

"Eheeemmm...." Muti kembali menyadarkanku.

"Hy salam kenal, Aku Agnes " sahut wanita di depanku tepat berada di samping Nova.

Di antara Mereka berempat hanya lekukan tubuh Agnes yang memancing keperkasaanku menjadi bengkak dan mulai ereksi tegang.

Bagaimana tidak meski wajahnya biasa saja tapi dengan pinggulnyanya yang sintal, dadanya yang mencuat menantang, bibirnya yang tebal, serta perutnya yang begitu seksi, karena saat ini dia hanya mengenakan sebuah tanktop sebatas menutup buah dadanya saja.

Sementara yang lainnya masih mengenakan baju yang lebih pantas.

"Mass...awas matanya nanti pindah ke sini loh, " kali ini Agnes sendiri yang menegurku seketika membuatku malu dan salah tingkah.

"Ayooo guys yang mau makan langsung ambil aja di dalam, " ucap wanita yang tadinya mengetuk pintu kamarku, dan menawarkanku untuk makan.

"Hahh...kalau itu Monica sepupu aku Lex, dia sekamar dengan Gledis, " Celetuk mutiara.

Jika aku memperhatikan tubuh Monica mengingatkanku dengan tubuh kakak kandungku. Hanya saja monica lebih cantik di tambah lagi kulitnya yang putih bersih.

"Mereka kerja di tempat Kita juga ?" Tanyaku pada Mutiara, seolah tidak percaya.

"Iyya Lex, itu karena mba Lala memasang lowongan kerja di sosmed, jadi banyak deh karyawan baru, " jawab Mutiara.

"Ada dua cowok juga loh yang baru masuk tapi keduanya memilih tinggal di Apartemen mba Lala, " lanjut Muatiara.

"Haahhh..Kok mba Lala mau ?" tanyaku keheranan, sebenarnya ada rasa sedikit cemburu mendengarnya, meski Mba Lala hanya kuanggap sebagai kakak ketemu gede.

"Untuk sementara saja Lex, mereka akan segera pindah kalau sudah menerima gaji pertamanya. " jawab Mutiara.

Aku kemudian kembali terdiam sambil tersenyum semangat karena setiap hari aku akan bertemu dengan wanita - wanita cantik, yang terpenting adalah aku bisa kembali bekerja nanti malam.

Namun setelah itu, aku memutuskan untuk kembali kekamarku, dan lanjut untuk tidur.

Dalam keheningan yang menenangkan, aku terlelap dalam tidurku.

Namun, dalam kedalaman mimpi yang aku alami, tiba-tiba sosok istriku ercinta muncul dengan balutan gaun putih yang berkilauan. Rambutnya terurai lembut mengikuti alunan angin yang tidak terlihat, dan senyumannya begitu manis, seolah memberikan kekuatan bagiku yang terus merindukannya. 

Istriku melambaikan tangan dengan lembut, seolah ingin mengucapkan selamat tinggal. Detik berikutnya, ia perlahan menghilang bagaikan kabut pagi yang disingkirkan oleh sinar matahari. 

Aku, yang masih terperangkap dalam mimpi, merasa kehilangan namun sekaligus terhibur. Dengan suara yang penuh emosi, aku memanggil, "Sayanggg," namun hanya gema suaranya yang memenuhi ruangan. 

Ia kemudian tersadar dari tidurnya, menyadari bahwa itu hanya mimpi. Namun, meski hanya sebentar, mimpi itu memberinya semangat dan mengurangi rasa rindu yang mendalam pada sang istri.

Langkah kakiku terasa berat saat meninggalkan kasur yang telah menjadi sahabatku selama beberapa jam terakhir. Kepalaku terasa ringan, berputar-putar, dan rasa lapar yang mendesak perut membuatku tak bisa berlama-lama di dalam kamar. 

Dengan terpaksa, aku beranjak dari tempat tidur, langkahku terhuyung menuju kamar mandi. Setelah membasuh wajah dan tubuh dengan air yang menyejukkan, semangatku sedikit terpulihkan. Aku mengenakan pakaian yang nyaman, dan sepatu yang siap mengantarku menjelajahi kota. Perutku keroncongan, meminta segera diisi. Maka, aku pun keluar dari kost ku, berjalan menyusuri jalan-jalan kota yang mulai ramai, mencari tempat makan yang bisa memuaskan rasa lapar yang sudah seperti menggerogoti isi perutku.

Di tengah suapan nasi yang penuh di mulutku, suara merdu yang tak asing mendadak memecah kesunyian. "Hy, Alex kan?" ujar seorang wanita dengan senyum mengembang. Aku terpaku sejenak, terdiam, dan sedikit canggung. Pandanganku menelusuri wajahnya, mencoba mengingat siapa dia. Wanita itu, dengan rambutnya yang tergerai indah dan mata yang berbinar, terlihat begitu familiar. Setelah beberapa detik yang terasa seperti abadi, akhirnya aku tersadar. 

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel