Bab 2 Si Cantik Bulan
Bab 2 Si Cantik Bulan
"Never regrets being a good person, to the wrong people. Your behavior says everything about you, and their behavior says enough about them." - unknown.
…
"Huuuh!"
"Kenapa semua kumpul di sini!" teriak petugas parkir yang baru saja keluar dari toilet umum.
Seperti kepingan domino , sepeda motor yang ada di sana satu persatu saling tertindih setelah tubuh sang gadis jatuh ke salah satu motor. Untung saja Bintang segera menangkap tubuhnya, hingga ia tak terluka sedikitpun. Namun tetap saja bukan ucapan terima kasih yang Bintang dapatkan, melainkan makian demi makian si gadis yang ia cium tanpa sengaja itu.
"Ma-maaf. Aku -"
"Munafik! Semua laki-laki itu sama!" kesal gadis itu yang kini memilih berjalan meninggalkan parkir.
Ucapan Bintang terus saja tak diendahkan olehnya. Dan yang buruk dari semuanya adalah Bintang harus mendapatkan kemarahan orang lain lagi setelah gadis itu pergi. Yaitu kemarahan dari siempunya tempat, si penjaga parkir.
"Kamu ini! Mau maling yah!" tuduh petugas parkir yang terlihat sudah membawa tongkat baseball sebagai pertahanan diri sekaligus mengurai kerumunan di tempat kerjanya. Dengan cepat Bintang menjelaskan, bahwa dia tak bermaksud seperti yang dituduhkan. Namun lagi-lagi, orang seperti terbiasa untuk tak mau mendengarkannya.
"Saya itu...perempuan tadi --"
"Perempuan mana? Jangan cari alasan ya kamu."
Bintang garuk-garuk kepala karena tak tahu harus menjelaskan darimana kronologi kejadian ini. Sampai Divo datang dan membenarkan ucapan temannya yang memang ada keributan di sini. Tapi penjelasan mereka ditolak mentah-mentah oleh si petugas parkir.
"Kamu saja baru datang! Mau menipu saya juga? Saya tidak mau ikut tanggung jawab! Sekarang selesaikan semua ini!"
"Sumpah pak. Kita orang baik-baik," sahut Divo yang mencoba menyelesaikan masalah ini.Namun tetap saja, mereka berakhir dengan mendapat sanksi dan juga menanggung perbaikan dari sepeda motor yang mengalami kerusakan akibat tertimpa dengan motor lainnya.
Giliran Divo yang melirik Bintang sinis. Malam mereka jadi panjang karena seorang gadis. Bintang pun hanya bisa menghela napas menerima nasib malamnya menjadi sesial ini.
"Siapa sih perempuan itu? Sial banget bantuin dia."
Jauh dari mereka kini...sosok perempuan yang tengah diributkan itu namanya Bulan Maharani. Gadis pisces yang tengah naik daun di dunia selebgram.
Parasnya yang cantik membuat siapa saja akan terpesona. Gadis yang terkenal manja dan sombong ini, memiliki followers yang nyaris mencapai dua juta. Dia tak perlu menjadi artis untuk dapatkan pengikut sebanyak itu, cukup memanfaatkan kepiawaiannya dalam bermake up, Bulan sudah menjadi trendsetter dalam art dan kreasi dalam bermake up. Apa yang ia buat selalu menjadi trend dan viral. Gayanya yang selalu fashionable dan nyentrik juga membuatnya terlihat bak model berjalan. Dia sangat pandai memodif pakaian yang bahkan dari keahliannya itu kini Bulan tengah mempersiapkan brandnya sendiri yang ia beri nama Moon.
Bulan memiliki semuanya. Dari paras, harta, kemewahan dan nama. Namun Tuhan selalu adil dalam membentuk makhluk-makhluknya. Tidak ada manusia yang diciptakan dengan sempurna. Karena hanya Dia saja yang Maha sempurna.
Seperti Bulan. Gadis yang bergelimang kemewahan namun sangat payah dalam urusan percintaan. Entah kutukan apa yang ia terima, hubungannya dengan seorang pria pasti akan selalu kandas.
Dimanfaatkan? Itu sudah biasa terjadi. Ditinggalkan? Bahkan hari ini pun jadi kasus yang ke tiga puluh baginya.
Bulan si cantik yang payah dalam cinta. Begitulah julukan orang terdekatnya berikan padanya. Kehidupan payahnya juga tak cuma itu, ada banyak yang tak bisa ia lakukan dan tak bisa ia hindari. Misalnya saja urusan keluarganya.
Bulan dibesarkan dalam keluarga broken home. Tak jarang ia pernah memikirkan untuk bunuh diri karena tak pernah merasakan cinta dari kedua orang tuanya itu.
Sejak kecil lagi Bulan sudah merasakan kehampaan. Saat anak seusianya sibuk bermain dan tertawa bersama dengan orang tuanya, Bulan harus puas menjalani masa kecilnya dengan pertikaian, perselingkuhan dan perceraian.
Entahlah. Kutukan apa sebenarnya yang ia terima ini. Terkadang gadis itu sering mengoceh pada dirinya sendiri bahwa bulan itu terang dan selalu dikelilingi bintang. Tapi sayangnya bulan sendirian, kesepian dan tak ada yang menemani. Dia besar dan bercahaya, namun tak mengalami kebahagiaan meski berada di antara para bintang.
Itu sebabnya Bulan selalu mencari cinta dan perhatian, tapi nyatanya dia selalu sial dalam hal itu.
Bulan masih sempoyongan. Meski begitu, ia masih bersyukur selamat sampai di sebuah apartemen mewah milik sepupunya itu. Mereka tinggal bersama meski sebenarnya Bulan bisa saja membeli satu apartemen sendiri. Tapi Bulan benci sendirian. Jadi meskipun sepupunya itu cerewet, Bulan lebih memilih untuk tinggal bersama gadis itu daripada harus tinggal sendiri dan mati tanpa diketahui orang.
Sudah dijelaskan di atas bukan? Bahwa gadis itu pernah terpikirkan ingin bunuh diri? Maka itu, Tiara Maheswari - sepupu Bulan itu merelakan dirinya tinggal bersama dengan gadis yang sering membawa pulang masalah.
Seperti malam ini, Tiara mendengus kesal saat mendapati sepupunya itu pulang lagi dalam keadaan mabuk. Gadis bersurai hitam legam itu hanya bisa menggelengkan kepala melihat Bulan yang jatuh tepat di depan kamar karena sudah tak sanggup lagi untuk berjalan.
Gadis itu mengamati saja saat Bulan merangkak ke sofa seperti Sadako sembari melempar segala aksesorisnya ke sembarang tempat. Bulan mulaitertidur. Tetapi sebelum itu terjadi, Tiara menjerit jijik saat Bulan mulai bersendawa.
"Bulan! Aku pernah bilang ke kamu kan? Jangan pulangsaat kamu mabuk! I hate you be like that!"
"Terrruss aku harus ppuulang kee mana? Tidur dikubuuran mamaaa?"
Tiara menarik napas dan membuangnya lagi lewat mulut. Mengambil pengharum ruangan lalu menyemprotkannya ke tubuh Bulan yang tengah tengkurap itu.
Tiara benar-benar tak sanggup mencium bau alkohol! Dia benci minuman itu. Bahkan untuk melihat botolnya saja, Tiara enggan dan memilih membuangnya jauh.
"Ini harus berakhir. Aku telepon om Sofyan untuk angkut kamu keluar dari sini!" gertak Tiara yang masih berusaha keras menarik tangan Bulan agar bangun.
"Tega! Kevin broke my heart! You know! I'm so sad now. Please..dont bother me! "
Tiara bersedekap. Menarik telinga Bulan sambil menatapnya sinis.
"Whatever. Aku pernah kasih tahu kamu tentang Kevin yang tergila-gila dengan perempuan kaya itu. But you dont listen me."
"Tiara!"
"Apa? Apa? Aku salah bicara?"
"Dont blame me, please. Kamu saudara aku bukan sih?"
"Whatever. Yang salah tetap salah. Yang terpenting untuk aku, get out!"
Blam!
Pintu kamar terbanting keras. Membuat Tiara kian kesal sambil memaki sepupu satu-satunya itu. Bertengkar dengan gadis itu sekarang pun percuma, karena Tiara bisa dengar bagaimana kencangnya Bulan menangis dari balik tembok.
Tiara memilih jalannya sendiri. Dia sudah tak bisa lagi mentolerir kebiasaan buruk Bulan itu. Dengan terpaksa Tiara mengambil ponselnya lalu mencari satu nama.
Satu nama yang paling Bulan benci. Om Sofyan, papanya Bulan.
"Halo om. Ini Tiara --"
Hujan gerimis di bulan September, menemani langkah Bintang dan Divo menapaki salah satu mall besar di Nagoya -- Batam. Lelah berjalan kaki selama hampir satu jam karena kehabisan ongkos untuk pulang, akhirnya mereka sampai juga ke kost kecil mereka yang letaknya tepat di belakang mall tersebut.
Akibat dari insiden itu, sepeda motor jenis kapsul milik Divo harus menginap di pos parkir. Bintang pun merasa semakin bersalah sebab harus membuat aset berharga milik Divo itu dijadikan jaminan. Berulang kali Bintang menyampaikan permintaan maafnya, yang ditanggapi santai oleh teman seperjuangannya itu.
Divo memang baik. Bintang merasa bersyukur memiliki teman sepertinya. Setidaknya satu-satunya hal yang Bintang miliki adalah Divo, yang masih setia menemaninya kurang lebih selama tiga tahun ini. Tiga tahun yang dilalui Bintang saat memutuskan untuk kabur dari rumah lalu nekad menyeberangi pulau demi mengadu nasib.
Divo lah satu-satunya orang yang menampungnya hangat. Kalau tak ada dia, entah bagaimana nasibnya kini. Yah..walaupun sampai hari ini pun Bintang belum bisa menikmati hasil dari aksi membelotnya itu.
"Oi..kenapa cemberut?" teriak seseorang yang asal suaranya dari sebuah balkon kost wanita.
Bintang membalas lambaian tangan seorang gadis yang tampaknya baru selesai mandi itu. Diikuti Divo sambil senyum-senyum sendiri ke arah gadis tersebut.
Bintang mengeryit sambil menjawab sapaannya, "Capek. Habis maraton."
"Motor kemana? Rusak?"
"Jadi jaminan," celetuk Divo. Bintang menggeleng sambil tertawa lirih.
"Ooh. Makan bakso yuk!"
Baru saja ingin menjawab, ternyata Divo lebih kencang lagi koneksinya. Dengan sigap pemuda itu memakai kembali sepatunya sambil menyahut, "Rejeki jangan ditolak. Iya kan Tang?"
Bintang menggelengkan kepala melihat kelakuan temannya itu sambil menatap ponselnya yang bergetar. Satu panggilan tak terjawab dari seseorang yang amat ia rindukan cukup membuat hati Bintang membuncah.
Bintang mengabaikan kedua rekannya lantas bergegas masuk ke dalam kostnya. Seva dan Divo saling bersitatap bingung melihat gelagat aneh teman mereka itu. Bintang sendiri lantas membuang tasnya asal kemudian duduk disudut kamar sambil menekan tombol panggilan. Tiga kali deringan, suara serak khas seseorang tengah menangis menyambutnya. Bintang terperangah sambil berhati-hati memulai percakapan.
"Dek?"
Bersambung.