Bab 6 Rivalry
Tian, gadis berdarah Chinese yang menjadi idola para kandidat itu terlihat berjalan dengan kepala sedikit terangkat.
Dia senang akhirnya bisa membalas kekalahan telaknya dari si Kulit Merah.
"Humph, kamu cuma menang di fisik aja, aku dan Gaju berpikiran sama. Kita lihat nanti apa usahamu untuk mendapatkan Gaju-ku," gumam Tian dalam hati.
Gaju berjalan sambil melihat sekelelilingnya dengan cermat. Dia sedang 'memetakan' semua area yang mereka lalui.
Aju menggunakan parangnya dan berjalan di bagian depan. Adel berjalan di samping Gaju dan Tian.
"Kita mau kembali ke basecamp saat Ujian Eliminasi dulu? Tempat itu sempurna untuk basis pertahanan," tanya Tian ke arah Gaju.
"Menurutku tempat itu terlalu dekat dengan Komplek. Waktu Ujian, kita memilihnya karena kondisi yang tidak memungkinkan untuk explore lebih jauh ke Hutan," jawab Gaju.
"Apa yang ada dalam pikiranmu untuk basecamp permanen kita?" tanya Adel ke arah Gaju.
"Hei, kenapa kalian menanyai Gaju? Dia bukan strategist kan?" protes Aju yang merasa dianak-tirikan dalam grup ini.
"Diam!!" teriak Tian dan Adel bersamaan ke arah si Keling.
Aju memonyongkan bibirnya dan kembali fokus membuka jalan untuk grup mereka. Dia menebas perdu lebih kuat, seolah-olah ingin melampiaskan kekesalannya pada tumbuhan tak berdosa itu.
Gaju juga sedikit kaget. Kedua gadis yang menyerupai anjing dan kucing itu bisa kompak kali ini.
"Humph," dengus kedua gadis kecil itu setelah mereka bertatapan untuk sesaat tadi lalu mereka berdua memalingkan kepalanya, bersamaan, seperti tadi.
Kali ini Gaju tak dapat menahan tawanya melihat tingkah kekanak-kanakan mereka berdua. Seandainya para kandidat lain tahu sosok kedua peraih skor tertinggi untuk kategori kecerdasan otak seperti yang barusaja terjadi, image Goddess mereka pasti hancur berantakan.
"Gaju mentertawakan Tian ya?" sungut Tian ke arah soulmate-nya.
"Nggak. Aku ngetawain kalian berdua. Kalian tu mirip saudara kembar," jawab Gaju sambil tersenyum.
"Saudara kembar? Dengan si Kulit Merah? Puihhhh," protes Tian sambil berpura-pura meludah ke tanah.
"Hei!! Siapa juga yang mau jadi kembaranmu? Dada Rata, kamu tu cewek apa cowok? Aku tak melihat ciri fisik seorang wanita di tubuhmu sama sekali," balas Adel.
"Kamu!! Kamu cuma punya satu itu yang menjadi kelebihanmu! Coba cari topik lain kalau mau bersaing denganku!!" balas Tian.
Gaju meringis kecut. Usaha yang salah umtuk membuat mereka lebih akrab.
Gaju berjalan lebih cepat dan mendekati Aju, "Aju, pinjam parangmu. Biar aku yang menggantikanmu," kata Gaju.
Aju dengan senang hati memberikan parangnya dan bergerak mundur. Ke posisi Gaju sebelumnya.
"Keling, kamu ngapain disini? Sana!! Jaga jarak 3 meter dariku!" teriak Adel sadis dan melupakan sejenak debat anak-anaknya dengan Tian.
Tian tak berkomentar apa-apa tapi berlari kecil mendekati Gaju yang sekarang bertugas untuk membuka jalan.
"Jadi, basecamp seperti apa yang Gaju cari?" tanya Tian pelan sambil melihat ke arah Gaju.
"Tempat yang tinggi. Bisa melihat ke semua arah dan dekat dengan sumber air," kata Gaju.
"Bagus, kita juga nanti bisa mengatur jadwal untuk berjaga bergantian," jawab Tian.
Mereka berempat lalu melanjutkan perjalanan mereka ke tengah Hutan.
=====
"Songlan, bagaimana kondisi Komplek?" tanya Koga ke tangan kanannya.
Mereka berdua sekarang berada di ruang kelas yang sudah disulap menjadi markas utama Tim Koga.
"Grup Tian meninggalkan Komplek beberapa jam lalu menuju Hutan," jawab Songlan.
"Aku tak bisa menemukan jejak Koma dan Gama," lanjutnya.
"Untuk sementara, kita biarkan dulu mereka berbuat semaunya. Cepat atau lambat, kita tetap akan menghadapi mereka," jawab Koga sinis.
Dia masih kecewa dan marah dengan penolakan Tian, sang Dewi dari Pulau.
Adel dan Aju? Koga tak pernah berpikir tentang mereka. Hanya Tian yang selalu ada dalam kepala si Koga.
"Bagaimana dengan anggota grup yang lain?" tanya Songlan.
"Minta mereka kumpulkan semua resources yang berguna dan dapat ditemukan dalam Komplek. Makanan, obat-obatan, pakaian, senjata, semuanya. Kumpulkan jadi satu lalu letakkan di ruangan samping. Jadikan ruangan samping sebagai storage kita. Siapa anggota Tim yang memiliki IC tertinggi?" tanya Koga.
Songlan terlihat berpikir sebentar, "Yang memiliki IC tertinggi di Tim kita mungkin Tia," jawabnya.
"Minta Tia bertemu denganku sekarang," kata Koga.
"Oke," jawab Songlan pendek dan segera meninggalkan markas mereka.
Tak lama kemudian seorang gadis cantik bernama Tia masuk ke dalam ruangan dengan ragu-ragu. Tia jarang berinteraksi dengan Koga sebelumnya. Bahkan bisa dibilang Tia adalah sahabat Tian. Karena itulah dia sedikit ragu-ragu ketika Songlan memberitahu dia bahwa Koga ingin berbicara dengannya.
Koga tersenyum melihat tingkah Tia.
"Tia, kamu takut kepadaku ya?" tanya Koga.
Tia tak menjawab.
"Aku tahu perasaanmu. Tapi, kamu harus sadar satu hal, kita sekarang satu Tim. Dan aku punya prinsip kalau rekan satu Tim harus saling mempercayai dan melindungi. Jadi kamu tak perlu merasa kuatir di dekatku," kata Koga mencoba menunjukkan jiwa kepemimpinannya.
Tia sedikit merasa lega ketika mendengar kata-kata Koga barusan.
Dia mungkin tak mempercayai sepenuhnya kata-kata kandidat terkuat di Pulau yang lolos dengan cara membantai Kandidat lain seperti dirinya sendiri itu, tapi untuk saat ini, Tia tak menemukan alasan apapun kenapa Koga harus memusuhinya.
"Seperti yang kamu tahu. Tim ini memang berpusat padaku sebagai intinya. Tapi aku menyadari keterbatasanku. Aku seorang fighter, aku lihai menggunakan tubuhku tapi tidak kepalaku. Aku sadar itu. Dan untuk bisa memimpin Tim ini, aku butuh seseorang yang bisa menjadi otak bagiku dan membantu disisiku. Kamu paham kan maksudku?" kata Koga.
Tia sedikit kaget lalu tersenyum ketika mendengar kata-kata Koga barusan. Kini dia sadar kenapa dia dibutuhkan disini dan kenapa Koga memanggilnya. Kesempatan telah datang bagi Tia.
Dihadapan Tian, Adel dan Gama, Tia bukanlah apa-apa. Dia juga sering merasa iri dengan kelebihan Tian, sahabatnya sendiri. Tapi kini, ini pertama kali dia tak menyesal tak mengikuti jejak Tian dan memilih tetap berada disini.
"Kamu cerdas, jauh lebih cerdas dariku. Sekarang, kamu pasti sudah bisa menebak kenapa kamu ada disini kan?" tanya Koga.
"Aku tahu," jawab Tia penuh percaya diri.
"Ya. Seperti itu. Aku suka sikap percaya dirimu," puji Koga sambil tertawa lebar.
"Mulai sekarang, kamu akan menjadi Advisor untuk Tim Koga. Kamu hanya akan menerima perintah dariku. Tak ada yang bisa memberimu perintah selain aku. Termasuk Songlan sekalipun. Sebagai gantinya. Kamu harus menjadi strategist dari Tim-ku. Kamu harus membuat semua detail planning untuk memaksimalkan kinerja Tim dan membuat Tim ini berfungsi secara maksimal. Kamu setuju?" tanya Koga.
Tia menganggukkan kepalanya dengan cepat.
Kesempatan telah datang baginya. Dia yang selama ini selalu berada di bawah bayang-bayang Tian, kini punya kesempatan untuk menunjukkan kemampuannya.
"Tian, mungkin aku tak sepandai dirimu. Tapi kita lihat saja nanti. Dengan Koga di belakangku, apakah aku nanti akan layak berjalan berdampingan denganmu," gumam Tia dalam hati kepada sahabatnya, sekaligus orang yang selalu dianggapnya sebagai rival.