Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Pengakuan

"Lo nggak pernah cerita ke bini lo, Arya?"

Saat aku selesai mandi dan akan turun. Aku menghentikan langkahku dan duduk di salah satu anak tangga untuk mendengarkan percakapan mereka.

"Nggak-lah, Lex. Dia kan bini gue, bukan wanita-wanita yang biasa gue ajakin berfantasi. Gue nggak mungkin juga bercinta sama dia pake cara kekerasan. Makanya gue sering banget pulang malam. Sengaja. Biar pas pulang, bini gue udah tidur!"

Ucapan Mas Arya membuatku membekap mulutku sendiri. Bagaimana bisa Mas Arya bisa begitu bebas menceritakan kehidupannya bersama sahabatnya ketimbang dengan istrinya.

Wajah Mas Arya tadi, saat dia sedang mengocok batangnya sendiri membuatku benar-benar terkejut. Dia bahkan mengejang penuh kenikmatan tanpa ragu saat istrinya sedang disodok oleh batang lain. Barang sahabatnya sendiri.

Mas Arya seolah nggak peduli perasaanku. Dia hanya memperdulikan perasaannya saja. Yang penting dia mendapatkan klimaks untuk dirinya sendiri.

"Gila juga lo. Itu bini lo udah cantik, baik, bibir, susu dan apemnya enak banget, Arya. Rugi banget bini kayak gitu lo anggurin mending lo kasih dia ke gue aja kalo lo ga pake tiap malem. Sayang banget, gue mah di kasih satu yang kayak bini lo, wah udah indehoy deh. Nikmati dia secara teratur dan ga akan gue skip skip!" Sergah Alex.

"Hahahaha, lo ketagihan ya. Gue, gimana ya, kurang selera kalo main sama dia. Kayak ada berasa yang kurang. Ya, tapi gue nggak bisa memungkiri, dia memang istri yang cantik dan sebenarnya sih kalo gue nggak punya fantasi liar yang berbeda, gue pasti bisa menikmatinya dengan enak setiap hari. Ya, tapi mau gimana ya ini burung gue kayaknya nggak terlalu berakhir sama dia." ungakap Mas Arya.

"Gila lo, kalo dia tau. Pasti sakit hati banget Arya, lo tega banget. Mendingan lo ceraikan aja. Kasih dia kebebasan. Gue liat bini lo ngarep banget pengen punya anak dari lo. Nah, kalo lo begini terus sama dia mau sampai?" Alex sepertinya nggak tega mendengar curhatan sahabatnya.

"Gue nggak tega buat nye-rei-in dia, Lex. Dia kan udah sebatang kara. Kalo gue ceraikan dia, nanti dia mau kemana? Selama ini, gue yang jadi tempat dia bersandar. Gue juga emang sayang banget sama dia. Pokoknya gue nggak sampai tega nyerein dia. Apalagi kalo keluarga gue tau, nggak lah. Gue juga nggak mau sampai keluarga gue tau, sebenarnya yang bermasalah itu bukan dia, tapi ya karena gue yang ga mendapatkan sensasi bercinta kalo sama dia. Gue juga nggak mau semua usaha gue selama ini sia-sia, gue udah membuat dia nurut ama gue, gue nggak akan dapat istri boneka penurut kayak dia kalo sama wanita lainnya." Tambah Mas Arya lagi.

Jlebb. Jlebb. Jlebb. Rasanya seperti ditusuk pedang berkali-kali saat aku mendengar ucapan Mas Arya dan Alex. Tega sekali Mas Arya seperti itu padaku. Kalau aku tahu akan mendengar pengakuan yang menyakitkan seperti ini, aku mendingan lama di kamar tadi.

Aku pikir Mas Arya membutuhkan diriku untuk membantunya mencuci piring atau mengerjakan hal lain. Air mataku berlinang kembali dipipi. Aku berusaha membekap mulutku dengan kuat agar suara isakku nggak terganggu mereka.

Aku menghapus air mataku dengan cepat. Aku nggak boleh terlihat menangis atau lemah. Atau sampai Mas Arya tahu kalau aku sudah mendengar pengakuannya.

Aku dengan begini yakin sekuat apapun aku menjalani biduk rumah tanggaku, jika hanya satu orang yang mendayung perahu dikala badai. Aku pun tidak akan sanggup jika sendiri. Selain aku berusaha dengan keras mendayungnya atau aku melepaskan dayung itu dan mengikuti arusnya.

Padahal aku sangat memimpikan seorang buah hati ditengah keluarga. Aku mengira dengan kehadiran buah hati kelak akan membuat hubungan kami lebih harmomis dan tentu saja Mas Arya mempunyai alasan lebih cepat pulang ke rumah untuk melihat anaknya.

Sekarang? Semua harapan itu hancur. Aku nggak bisa berharap apapun pada suamiku yang seperti itu. Aku ingin sekali berteriak dan memakinya langsung. Tapi, aku urungkan. Pasti nanti akhirnya aku juga akan disalahkan olehnya atau Mas Arya akan mencari pembenaran atas kesalahan dan tentu saja keluarga besar Maa Arya yang mata duitan itu pasti menyalahkan aku lagi.

Menganggap aku tidak bisa menjadi istri yang baik. Menyalahkan aku atas apa yang terjadi pada putra kesayangan mereka karena aku yang tidak becus melayani suami. Tudingan tudingan itu sudah berputar di kepalaku. Menghadapi ibu mertua julid dan dua adik ipar yang sama-sama mata duitan seperti ibu mertuaku.

Salah dan bodohnya aku terlalu percaya dengan Mas Arya. Kalau sudah seperti ini, apa yang harus aku lakukan? Bagaimana aku bisa membenahi kehidupanku tanpa campur tangan Mas Arya. Apa aku tanpa Mas Arya masih bisa berjalan tegar sendiri atau malah kehidupanku kelak makin terperosok.

Membayangkannya saja sudah membuatku menangis darah. Entah ini suatu keberuntungan atau berkah dari Tuhan karena aku belum memiliki momongan kalau ada momongan pasti dia pun akan mencari alasan agar aku yang tetap disalahkan. Aku yang akan tetap jelek dimata keluarganya.

Keluarga Mas Arya hanya memandangku sebelah mata. Mereka menganggap aku anak yatim piatu yang beruntung bertemu dengan keluarga mereka. Mereka menganggap akulah yang selalu menumpang dan akan menghabiskan jerih payah uang Mas Arya.

Padahal meski Mas Arya menyayangiku. Uang yang selalu aku gunakan pun selalu baik-baik. Aku nggak pernah boros atau memanjakan diriku sendiri. Ke salon lah misalnya tapi itu nggak pernah aku lakukan. Aku hanya menurut dan menjadi istri yang baik saat bersama dengannya.

Aku bahkan rela menjauh dan membatasi pergaulanku, ya itu semua pun karena Mas Arya melarang. Kata Mas Arya kalau kumpul hanya bikin ghibah nggak bener. Palingan gosipin suami. Ya, aku tetap menurut, apapun yang dia inginkan. Aku menurut. Aku menjalani semua seperti pengaturan dirinya. Mungkin seperti yang dia bilang aku ini istri bonekanya.

"Nay, kamu mau kemana?" Mas Arya sempat terkejut saat melihatku melintas melewati mereka.

"Uhm, aku mau ke pasar Mas, bahan untuk kue bu Lintang kayaknya masih ada yang kurang. Aku pergi dulu ya Mas!" ucapku tanpa menoleh, meriah dompet yang nggak jauh aku letakkan disuruh meja.

"Mau dianter Nay, biar kamu bisa pulang cepat, terus bikin kuenya juga cepat lalu mumpung masih ada Alex dirumah, ya kita main bertiga lagi!"

Duhh gusti, sakitnya hatiku. Bisa bisanya Mas Arya bilang kayak gitu lagi. Apa dia benar-benar nggak puas. Apa benar selama ini, dialah yang bermasalah dengan fantasi bercintanya. Kalau memang seperti itu, harusnya dia jujur dengan keluarganya jangan melibatkan aku sebagai tumbalnya.

Aku mencoba mengatur nafasku. Dadaku terasa sakit dan panas.

"Nggak usah Mas, aku bisa sendiri kok. Mas sama Mas Alex dirumah aja, anteng-anteng. Aku keluar nggak lama kok. Aku berangkat Mas!"

Aku malas. Benar-benar gerah dan begah. Melayani sifat aneh dan fantasi liar Mas Arya. Ingin rasanya aku kabur dan nggak kembali lagi ke rumah. Aku sempat melirik Alex, sepertinya dia menaruh curiga dengan perubahan sikapku.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel