Tawaran Kerja
Awalnya Alvin begitu nyaman dengan tempat tidurnya, meskipun bagian kakinya tertekuk, karena adanya barang milik Laura. Alvin tak bisa menahan rasa ngantuknya ketika kapal sudah mulai oleng, Alvin begitu menyukai keadaan itu, iapun merasa seperti sedang di atas ayunan, hingga ia begitu nyaman dalam tidurnya.
Tapi tak berselang lama, Alvin terbangun, ketika ia mendengar suara tangisan yang sesenggukan, dan ketika ia menoleh, barulah ia bisa memastikan kalau itu adalah tangisan Laura.
Sebenarnya Alvin tipe orang yang malas tau, tapi saat ini dia seolah berkewajiban untuk membuang egonya. Entah, apakah dia hanya ingin sekedar mencari muka dengan Laura, dan memang Alvin tak bisa memungkirinya, kalau Alvin tergoda dengan fisik Laura yang terkesan hampir sempurna.
"Mba ?"sahut Alvin, sambil menenggak ludahnya. Bagaimana tidak, matanya itu langsung tertuju ke arah pangkal paha Laura, dan memang posisi Laura seolah memancing nafsu Alvin.
Sebenarnya Alvin panas dingin, karena dengan posisi Laura, sangat jelas celana dalamnya terlihat oleh Alvin. Ia juga bisa melihat cetakan berbentuk, di balik dalaman berwarna putih milik Laura.
Alvin sempat terpana, tapi Laura mulai menyadari posisinya, dengan sigap, Alvin langsung tertunduk tanpa berani melihat ke arah Laura lagi.
"Kamu lihat apa barusan bocah Ingusan?" Bentak Laura, kemudian dia turunkan kakinya sambil dia tutup memakai tangan di cela cela pahanya.
"Maaf, tadi aku tidak sengaja melihatnya, kalau Mba mau marah silahkan Mba, soalnya saya tau saya salah !" ucap Alvin masih tertunduk.
"Kamu ini, kalau di ajak ngomong jangan nunduk, bangsaaaaat? "ujar Laura, yang seketika membuat darah Alvin mengalir cukup cepat.
"Kamu jangan membentak saya, saya juga punya harga diri !" ucap Alvin, dan dia seolah membentak Laura.
Laura yang notabenenya baik, penyayang, rendah hati, dan suka menabung, merasa sangat di tindas, hatinya pun begitu rapuh, hingga membuatnya kembali bersedih kembali.
Alvin yang kembali mendengar suara isakan tangis, akhirnya memberanikan diri untuk menatap ke arah Laura. Melihat Laura menangis sejadinya, iapun merasa sangat bersalah.
"Mba kok nangis ?" tanya Alvin.
"Hiks, hiksss, kamu, siapa suruh bentak aku, aku ngga suka di bentak, hiksss, "
"Ehhh, gara - gara aku sepenuhnya? Perasaan, mba sudah menangis dari tadi kok, " timpal Alvin.
"Hikkssss, hikssss, " Laura tidak menanggapinya, dan beberapa saat kemudian, setelah tangisan Laura meredah, akhirnya dia kembali menanggapi Alvin.
"Eggak papa kok, Ini sedih aja harus pisah dengan keluarga " ujar Laura sambil menyeka air matanya yang membasahi pipinya.
"Ohh terus mba lari dari kenyataan hidupnya? "tanya Alvin.
"Lebih tepatnya, aku mau balik lagi, soalnya aku sudah kerja di kota, kamu sendiri mau kemana ?"
"Mau ke kota mba, di pulau sebelah, "
"Orang tuamu di sana ?"
"Saya Rencana Ingin merantau di sana mba !" jawab Alvin.
"Apa ? bocah penakut seperti kamu ingin merantau, atau aku salah denger ?"
"Ngga kok, mba ngga salah dengar, saya mau pergi ke pulau sebelah merantau atau lebih tepatnya mengadu nasib !" jawab Alvin tegas.
Laura tidak langsung menimpalinya, sejenak dia terdiam seperti sedang memikirkan sesuatu.
"Mau kerja apa kamu di sana ?" tanya Laura, setelah beberapa saat.
"Belum tau mba, aku rencana sampai di sana baru mau nyari, yang cocok dengan skilku !"
"Ohh, kamu lulusan sarjana yah ?"
"Ehh, bukan, aku lulusan sekolah menengah saja, "
"Hmmm, kamu bisa apa sih ? "
"Entahlah mba, tapi aku rajin membantu ibuku di rumah, untuk sekedar berbenah !"
Lagi dan lagi Laura terdiam, namun setelahnya ia tersenyum manis ke arah Alvin. Laura juga merasa, kalau sosok pria di depannya itu, bisa membuat bad moodnya jadi good mood.
"Kamu mau ikut kerja denganku tidak ?" tanya Laura.
"Memangnya kerja apa mba ?" tanya Alvin balik.
"Kerja di club, "
"Club mobil atau motor?"
"Hihihi, dasar bocah !" Timpal Laura sambil menggelengkan kepalanya.
Mereka pun melanjutkan obrolannya, Alvin sudah berani menatap Laura, karena memang sebenarnya ia gampang menguasai keadaan jikalau hanya mengobrol dengan satu orang saja, itupun tergantung lawan bicaranya, lawannya cuek berarti ia akan merasa sungkan, namun jika obrolanku terasa nyaman, pasti ia tidak merasa sungkan untuk terkesan akrab.
"Marketing itu apa yah, pemasaran ?" tanya Alvin.
"Iyya kerja Marketing di bagian memuaskan lawan jenis atau BO !" ujar Laura, tapi Alvin belum mengerti.
"Bagian mana lagi itu, gimana cara kerjanya ?" tanya Alvin penasaran.
"Ternyata selain penakut, kamu juga kudet, jadi kerja aku itu berhubungan intim dengan laki laki yang mau membayarku !"
"Jadi kakak udah pernah Gituan ?"
"Astaga kamu ini, namanya juga kerja begitu yah hampir tiap malam aku begitu dengan laki laki !" ujar Laura sambil menepuk jidat tiga kali.
"Kok kakak mau sih kerja begitu, padahal itu tidak baik kak?"
"Yah gimana lagi, tidak ada pilihan lain, karna cuman kerja gitu yang cocok denganku," ujar Laura sambil menunduk.
"Aku tau ini pekerjaan kotor, tapi aku butuh uang buat menghidupi ke dua anak anak ku, dia di jaga oleh neneknya di kampungku" ujar Laura.
"Kakak udah nikah ?" tanya Alvin.
"Iyya, sebelumnya kawin lari dengan pacarku sampai aku memiliki dua orang anak, tapi tiba tiba suami kakak kabur entah kemana, jadi mau tak mau aku kembali ke rumah orang tua, dan akhirnya memilih merantau. Tapi di tawarkan kerja BO, yah langsung terimah aja kebetulan gajinya lebih dari cukup untuk membiayai anak- anakku !"
Mendengar penjelasan itu, Alvin terlihat begitu terharu dengan perjuangan Laura. Bagaimana tidak, selama ini, dia hanya mengeluh dengan sikapnya, serta ada satu impian yang mau ia capai, yaitu menjadi orang sukses.
"Oiya, kenalkan namaku Alvin, dari tadi kita ngobrol tapi kita belum kenalan, makanya tadi pertama aku panggil mba dan panggil kakak lagi, hehehe !" ujar Alvin sembari menggaruk kepala.
Alvin kemudian duduk melantai, berhubung ia mau merasa lebih rileks, dan ia juga mau duduk selonjoran.
"Oiyya panggil aja Laura, ujarnya kemudian dia ikut duduk melantai dengan Alvin.
"Kakak di atas aja ngga papa kok !"
"Di sini aja, masa kamu di bawah, nanti kamu intipin cdku lagi, hihihi !" timpal Laura.
"Maaf kak, saya mau tanya kak tadi kakak mengajakku kerja sebagai apa ? Memangnya ada gitu kerjaan cocok buat aku ?"
"Kalau kamu berani mengangkat kakimu dari tanah kelahiranmu, dengan tujuan untuk mengubah nasibmu di tanah perantauan, itu tandanya kamu mengandalkan dirimu sendiri, selama ada kemauan, pasti ada jalan. " Ujar Laura.