Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 1. Bu Dola

SMEA di Kota P tahun 1995......................

Satu catur wulan sudah Ryan Alfiandy bersekolah di SMEA Negeri di Kota P, nilai rapornya cukup memuaskan mendapatkan rangking 3 besar di kelas. Yang namanya SMEA tentu identik akan murid wanitanya, bahkan di kelas jurusan manajemen bisnis yang di pilih Ryan pun masih dinominasi murid wanita, dari 40 orang yang ada di kelas itu hanya 11 murid prianya.

Sebagai murid yang berasal dari desa, Ryan boleh dikatakan sangat polos dan cenderung pendiam, ia bahkan tak mengerti akan pacaran yang biasa dilakukan orang-orang seusianya di kota itu, tujuannya melanjutkan sekolah ke kota memang benar-benar untuk menuntut ilmu sebagaimana yang telah di amanatkan kedua orang tuanya di desa.

Meskipun tak jarang dari para murid wanita yang ada di sekolah itu berusaha mendekatinya, karena Ryan memang berwajah tampan serta memiliki postur tubuh yang ideal sebagai seorang pria. Baginya pengalaman cinta monyet sewaktu masih duduk di SMP, sudah cukup membuatnya mengerti akan arti pacaran ataupun dekat dengan lawan jenisnya.

Meskipun itu hanya tersalurkan melalui selembar surat yang saling berbalas-balasan, karena masa itu belum ada handphone, apalagi secanggih android yang bisa berkomunikasi dengan berbagai fitur dan aplikasi didalamnya seperti masa sekarang ini.

Memasuki catur wulan kedua, sikap Ryan masih sama seperti semula ia masuk di sekolah itu, meskipun duduk di kelas berdampingan dengan wanita namun tak pernah terlintas di pikirannya untuk bermain perasaan, baginya baik wanita yang duduk di sebelah atau pun duduk berjarak dengannya didalam kelas itu, semua ia anggap sebagai teman biasa saja.

Sampai suatu ketika ia mengenal Desy, seorang siswi di sekolah itu namun berbeda jurusan dengannya, Desy mengambil jurusan akuntansi yang tentu letak kelasnya cukup berjarak dari kelas yang Ryan tempati. Desy dan Ryan semakin hari semakin dekat, boleh dikatakan antara keduanya telah terjalin benih-benih asmara, namun yang mengherankan meskipun mereka pacaran, tak pernah sekali pun Ryan dan Desy jalan saat jam di luar sekolah atau pun hari libur.

Hubungan mereka sebatas bertemu di sekolah saja, itu pun pada saat jam istirahat atau pun saat pulang sekolah menuju jalan raya, dimana disana terdapat angkot yang akan mengantarkan mereka kekediaman masing-masing. Jam istirahat itu pun Ryan gunakan untuk pergi ke perpustakaan sekolah, dan disanalah Ryan dan Desy saling bertemu, ngobrol dan besenda-gurau.

Siang itu cuaca mendung, awan pekat terlihat di langit telah merembeskan gerimis-gerimis kecil mengembuni daun pepohonan di depan sekolah tempat Ryan menuntut ilmu. Mata pelajaran di kelas Ryan saat itu bisnis dan hukum perdata dagang dan itu merupakan mata pelajaran terakhir sebelum para murid di kelas itu pulang.

Siang itu Lani teman semeja Ryan tidak masuk sekolah, dikarenakan ijin untuk menjenguk salah seorang saudaranya di rumah sakit yang mengalami kecelakaan. Saat semua murid di kelas itu tengah fokus mencatat tulisan, yang diminta Guru bidang studi bisnis dan hukum perdata dagang itu untuk menyalin dengan menyuruh salah seorang murid mencatatkannya di papan tulis, tiba-tiba Bu Dola Guru Bidang Studi itu duduk di sebelah Ryan, tentu saja hal itu membuat Ryan kaget dan terlihat sungkan.

“Kamu salah seorang murid yang berprestasi di SMEA ini, kalau boleh Ibu tahu apa keseharianmu di rumah selalu rajin membaca?” tanya Bu Dola.

“Nggak Bu, aku hanya membaca buku jika jam istirahat saja di perpustakaan sekolah,” jawab Ryan lalu kembali meneruskan catatannya.

“Di sini kamu tinggal dengan orang tua mu?” tanya Bu Dola lagi.

“Aku tinggal sendiri, Bu. Ngekos cukup jauh dari gedung sekolah ini, namun sekali naik angkot saja kok.”

“Oh begitu, jadi orang tua mu nggak berada di kota ini. Apa kegiatan mu setelah pulang dari sekolah? Apa kamu bekerja?” rentetan pertanyaan dilontar Bu Dola pada Ryan.

“Aku sih pengennya bekerja, Bu. Itung-itung membantu orang tua ku dalam membiayai sekolah ku di kota ini, tapi setelah aku cari-cari belum ada lowongan yang memperkerjakan orang setengah hari yang dapat aku lakukan setelah pulang dari sekolah.” jawab Ryan. Bu Dola menatap Ryan dengan penuh kagum dan seulas senyuman yang Ryan sendiri tak mengerti apa maksudnya.

“Apa kamu sudah pacar, Ryan?” tanya Bu Dola lagi, membuat Ryan kaget dan terlihat sungkan untuk menjawab.

“Kenapa kamu diam saja? Nggak apa-apa kok jika memang kamu udah punya pacar, lagian wajar saja seusia mu sekarang ini sudah mengenal akan lawan jenisnya.” sambung Bu Dola diiringi senyumnya.

“Iya Bu, aku memang udah punya pacar. Namanya Desy, anak akuntansi.” jawab Ryan dengan nada ragu-ragu.

“Wah, udah sering dong jalan bareng ke luar?”

“Aku sama Desy nggak pernah jalan ke luar, Bu. Kami hanya bertemu saat jam istirahat di perpustakaan sekolah saja,” jawab Ryan dengan polosnya.

“Pacaran seperti apa itu?!” Bu Dola tertawa kecil merasa lucu dengan yang diucapkan muridnya itu, sementara Ryan hanya senyum malu-malu saja.

“Pacaran itu ya mesti dibawa jalan dong, Ryan. Pergi ke tempat-tempat yang romantis kek, atau di ajak nonton di bioskop, kan asyik tuh?” sambung Bu Dola.

“Aku belum berani, Bu. Meskipun Desy sering mengajakku untuk jalan, lagi pula aku pun merasa nggak punya uang lebih untuk itu. Kiriman orang tuaku benar-benar pas-pasan, hanya cukup untuk keperluan sehari-hari, bayar kos dan bayar bulanan sekolah.” tutur Ryan apa adanya.

“Oh, karena uang yang pas-pasan itu penyebabnya hingga kamu menolaknya untuk jalan?”

“Nggak juga, Bu. Desy juga pernah aku kasih tahu akan alasan itu, Ia bahkan sanggup untuk menanggung biaya semuanya asal aku mau jalan dengannya.”

“Nah, lalu kenapa kamu masih menolak?” tanya Bu Dola penasaran.

“Seperti yang aku katakan tadi, aku masih malu dan nggak tahu harus bagaimana. Selama kami menjalin hubungan hanya ngobrol-ngobrol saja, itupun kebanyakan tentang pelajaran di sekolah.” jawab Ryan.

“Jadi selama ini cuma sebatas itu saja? Nggak pernahkah kamu menciumnya?” Ryan hanya gelengkan kepala ditanya Gurunya itu.

“Pacaran macam apa itu? Benar-benar lucu!” Bu Dola kembali tertawa kecil.

“Nanti saat bel pulang berbunyi, kamu mau nggak membantu Ibu?”

“Membantu apa itu, Bu?”

“Ibu ingin mencari salah satu buku di gudang bekas perpustakaan lama, paling ujung gedung sekolah ini. Apa kamu mau membantu?” tanya Bu Dola penuh harap....

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel