Pustaka
Bahasa Indonesia

Gairah Liar Istri Hyper

192.0K · Tamat
Kodav
166
Bab
2.0K
View
9.0
Rating

Ringkasan

Zara adalah wanita dengan pesona luar biasa yang menyimpan hasrat membara di balik kecantikannya. Sebagai istri yang terperangkap dalam gelora gairah yang tak tertahankan, Zara terseret ke dalam pusaran hubungan terlarang yang menggoda dan penuh rahasia. Dimulai dengan Pak Haris, bos suaminya yang memikat, kemudian berlanjut ke Dr. Zein yang berkarisma. Setiap perselingkuhan menambah bara dalam kehidupan Zara yang sudah menyala dengan keinginan. Pertemuan-pertemuan memabukkan ini membawa Zara ke dalam dunia di mana batas moral menjadi kabur dan kesetiaan hanya sekadar kata tanpa makna. Ketegangan antara kehidupannya yang tersembunyi dan perasaan bersalah yang menghantuinya membuat Zara merenung tentang harga yang harus dibayar untuk memenuhi hasratnya yang tak terbendung. Akankah Zara mampu menguasai dorongan naluriahnya, atau akankah dia terus terjerat dalam jaring keinginan yang bisa menghancurkan segalanya?

RomansaMetropolitanIstriDewasaLove after MarriagePerselingkuhanOne-night StandPengkhianatanPernikahanWanita Cantik

Part 01

Aku masih ingat jelas hari ketika hidupku berubah selamanya. Di sebuah desa yang jauh dari hiruk-pikuk kota, tempat di mana teknologi belum merambah kehidupan sehari-hari kami, aku dilahirkan. Desa itu sederhana, dengan ladang yang membentang sejauh mata memandang, dan rumah-rumah kayu yang berdiri kokoh di antara pepohonan rindang. Dalam kesederhanaan itulah aku menemukan kenyamanan—tetapi juga, tanpa aku sadari, jerat takdir yang pelan-pelan mengikat.

Namaku Zara. Aku dibesarkan di tengah kesunyian desa, di mana suara alam lebih sering terdengar daripada obrolan manusia. Kedua orang tuaku petani, dan sejak kecil, aku membantu mereka di ladang. Pendidikan formal tidak menjadi prioritas di sini, dan pengetahuan agama kami hanya sebatas yang kami dengar dari para orang tua. Surau terletak jauh di sudut desa, sehingga aku jarang berkunjung ke sana kecuali saat ada acara besar. Namun, di balik semua itu, ada sesuatu yang mengerikan sekaligus menggoda yang menunggu untuk terungkap.

Aku sering bertanya pada diriku sendiri, apakah kecantikan adalah anugerah atau kutukan. Kulitku putih bersih, tubuhku kurus, dan tinggiku rata-rata. Kecantikan ini, sejak aku kecil, sering menjadi alasan aku menjadi pusat perhatian—dan kadang, perhatian itu bukanlah hal yang kuharapkan. Ada kalanya aku merasa dikelilingi oleh tatapan yang tidak nyaman dari para lelaki di desa. Namun, aku mengabaikannya, menutupi ketidaknyamanan dengan senyuman yang aku pelajari dari ibuku.

Di sekolah menengah, aku memiliki tiga sahabat: Elina, Faizal, dan Naufal. Kami sering menghabiskan waktu bersama, entah itu belajar atau sekadar berbincang di bawah pohon beringin tua di halaman sekolah. Namun, di antara kami, ada rahasia yang hanya aku simpan sendiri. Rasa sukaku pada Faizal, yang tampan dan menawan, adalah sesuatu yang kucoba sembunyikan sebaik mungkin. Pernah suatu hari, dengan hati berdebar, aku menulis surat cinta untuk Faizal dan menyelipkannya di buku teksnya. Tapi, surat itu seperti hilang ditelan bumi, tak pernah berbalas.

Elina, sahabatku yang ceria dan selalu wangi, juga menyukai Faizal. Berbeda denganku yang pendiam dan introvert, Elina selalu menjadi pusat perhatian dengan tawa dan senyumnya yang menawan. Kami berdua memang cantik, tetapi Elina memiliki pesona yang membuat siapa pun merasa nyaman di dekatnya. Aku sering merasa dibayangi oleh pesona Elina, dan meskipun demikian, persahabatan kami tak tergoyahkan. Naufal, yang lembut dan perhatian, diam-diam memendam perasaannya pada Elina. Kami berempat seperti terjebak dalam drama yang tak berujung, dimana cinta bertepuk sebelah tangan menjadi permainan yang melelahkan.

Waktu berlalu, dan setelah menyelesaikan sekolah menengah, Faizal dan Elina bertunangan. Mereka diterima di Universitas Negri untuk melanjutkan studi, dan rencana pernikahan mereka sudah tersusun rapi sebelum kelulusan. Aku dan Naufal hanya bisa tersenyum dan menyembunyikan perasaan kami saat menghadiri pernikahan mereka. Di sudut ruangan, aku menangis sendirian, meratapi mimpi-mimpiku yang hancur. Namun, hidup tidak memberiku waktu untuk meratapi nasib.

Orang tuaku dan orang tua Naufal, mungkin karena melihat kesedihan yang kusembunyikan, berencana untuk menikahkan kami. Naufal, dengan segala kesederhanaan dan ketulusannya, datang ke rumahku. Kami duduk di atas tikar di bawah rumah, berdiskusi tentang masa depan yang tak pernah kami rencanakan sebelumnya.

"Apa kau benar-benar ingin menikah denganku, Fal? Aku tidak secantik Elina," tanyaku, mencoba menyembunyikan keraguan di balik tawa kecil.

Naufal tersenyum, menatapku dengan mata yang penuh pengertian. "Kau juga, apakah kau benar-benar ingin menikah denganku, Zara? Aku tahu kau menyukai Faizal."

Kami terdiam, membiarkan angin sore menyapu wajah kami, membawa pergi segala kebimbangan. Tak ada kata ya, tak ada kata tidak. Namun, kami tahu bahwa keputusan sudah dibuat, dan kami hanya perlu mengikutinya.

Tak lama setelah percakapan itu, aku menikah dengan Naufal. Dengan satu lafaz, aku menjadi istrinya. Hidupku sebagai istri dimulai—sebuah perjalanan mencari cinta yang mungkin tak pernah kudapatkan dari pria yang kini menjadi suamiku. Dan dalam pencarian itu, aku tersesat, terjerumus dalam dosa-dosa yang membayangi hidupku hingga saat ini. Mungkin, jika aku dilahirkan kembali, aku berharap bisa memilih takdir yang berbeda. Tapi saat ini, inilah jalan yang harus kutempuh, dengan segala misteri dan tantangan yang menanti di hadapanku.