Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Chapter 9. KAKAK BERADIK

"Lepasin Aku!" pintaku dengan sengit dan memberontak. Tapi tangan itu begitu kuat, padahal satu tangan sedang menyetir.

"Ternyata, Kamu ada hubungan juga sama Kalingga, ya? Kamu tahu siapa dia? Adikku!"

Uh-

Rasanya mau pecah kendang telangaku mendengar teriakannya yang histeris.

"Ada hubungan apa kamu dengan adikku?!" Lagi-lagi suaranya memekakkan telinga.

"Teman."

Teman tidur, heh!" Sungguh suaranya bercampur emosi semakin membuat nyaliku ciut.

"Hanya teman. Kamukan yang pertama kali tidur denganku. Kamu juga yang sudah merenggutnya." kataku lagi membuat dia, Keyko terdiam ketat mengatupkan bibirnya.

Setelah mendengar ucapanku yang terakhir itu, tiba-tiba suara hening. Mobil pun tak sengebut tadi. Aku juga ikut terdiam, sesekali aku curi pandang ke arahnya.

"Sudah berapa lama kamu kenal adikku?"

Tiba-tiba suaranya memecah kesunyian. Matanya tetap lurus sambil tangannya masih menyetir mobilnya.

"Hampir setahun setengah " jawabku pelan dan datar.

"Dalam setahun setengah, kalian sudah ngapain aja? Pacaran?!" Pertanyaan itu bernada penuh tekanan.

Aku menghembuskan napas kuat-kuat mendengar pertanyaan laki-laki itu. Kuraba dadaku menyabarkan diri menghadapi makhluk yang satu ini.

"Kami hanya sekedar berteman! Nggak lebih!" Akhirnya kumuntahkan juga uneg-unegku dalam nada tinggi menjawab pertanyaan dia yang bernada cemburu itu.

"Yakin? Kelihatannya, tidak menurut Kalingga, Aku tahu bagaiman Kalingga memperlakukan cewek. Dia nggak akan seperhatian ini, kalau dia nggak suka sama Kamu." jawab Key antusias.

Baru saja aku mau menyanggah semua ucapannya, tiba-tiba ponsel genggamku bergetar.

Terpampang nama orang yang sedang kami bicarakan.

"Hallo, Kalingga,"

"Dai, Kamu dimana, Kamu nggak apa-apa, kan?" suara itu panik.

"Oh! Aku nggak apa-apa kok-"

Belum juga aku melanjutkan kata-kataku, ponsel genggamku sudah di rampas sama laki-laki brengsek itu.

"Lingga! Untuk saat ini, jangan telpon Daiva dulu. Kalau Kamu mau menjelaskan apa minta penjelasan, lain waktu saja!"

Tut!

Telpon terputus dan memang sengaja diputus. Kembali aku menghela napas panjang. Sabar-sabar--,

Sesaat aku mencoba mengambil ponsel genggamku yang ada di tangannya. Tapi dengan cepat dia menaruh ponsel itu di atas dasbor mobilnya.

"Apaan sich? Kembalikan ponselku!"

"Hapus dulu kontak Kalingga atau kalau perlu blokir nomernya."

Lho! Aku melongo mendengar ucapannya. 

"Memangnya kenapa, Aku harus hapus nomer dia. Itukan nggak ada urusannya sama Kamu. Dia itu temanku!" Emosiku seketika memenuhi dadaku.

"Mulai sekarang, itu akan menjadi urusanku!" 

Seketika itu juga dengan kemarahan mutlak aku menggebrak dasbord mobilnya. Dan detik itu juga Keyko menghentikan mobilnya.

"Maksud Kamu apa, sich? Kenapa, Kamu ngatur-ngatur hidup, Aku? Memang Kamu ini siapa? Kenapa kelakuan Kamu itu beda banget sama adik Kamu, yang bisa memperlakukan perempuan dengan lebih baik, lebih bisa menghargai perempuan! Sedangkan Kamu, menilai Aku cuma sebagai perempuan murahan yang mejajakan tubuhnya pada setiap laki-laki hidung belang. Asal Kamu tahu! Aku melakukan itu juga cuma sama Kamu, itupun karena ulah Kamu menculik adikku! Ka-mu! Penjahat!"

"Brakk!!"

Kubanting pintu dengan keras dan aku berlari entah kemana meninggalkan mobil beserta isinya termasuk ponsel genggamku. Setelah aku bertubi-tubi mengatakan kalimat demi kalimat yang entah sudah berapa ribu kata keluar mulus dari bibirku.

Aku marah, kesal, benci, dan ingin  rasanya aku mencekik laki-laki itu. Kenapa bisa sejahat ini sama aku. Dan yang lebih membuat aku berdecih, segelintir perasaan istimewa itu kusematkan untuknya dan tersimpan rapi jauh di dasar hatiku yang paling dalam. Perasaan suka dan sayang. Cih! 

Aku menghentikan langkahku setelah dirasa jauh dari tempat Key memarkirkan mobilnya tadi. Ku atur napasku yang tersengal, antara emosi dan capek jalan kaki. Setelah itu aku pesan taksi online untuk pulang ke rumah.

******

Sekitar 10 menit, aku sudah sampai di halaman rumahku. Terlihat di teras depan, duduk seseorang yang sudah sangat kukenal. 

"Kok pulang sendiri? Kamu nggak diantar sama kakakku?" 

Aku hanya menjawab pertanyaan Kalingga dengan gelengan kepala yang lemah. Ku jatuhkan tubuhku di samping laki-laki yang seumuran sama aku itu. Dengan napas berat kuhela udara yang bertiup sepoi-sepoi di siang menjelang sore itu.

"Dai!" Panggilnya membuatku menoleh ke arahnya.

"Bagaimana awalnya, Kamu bisa kenal dengan Kakakku?"

Aku menatap binar mata indah itu. Namun urung aku menceritakan apa yang jadi pertanyaannya.

"Sudah, lah! Jangan dibahas! Nanti, Kamu juga akan tahu entah dari Aku ataupun kakakmu. Untuk saat ini, Aku nggak bisa cerita apapun. Tolong, jangan dipaksain." ucapku sendu.

Dan aku yakin, Kalingga adalah sosok yang paling mengerti tentang perempuan, dia adalah sosok yang lembut dan pengertian. Beda dengan makhluk yang satu itu. Tapi anehnya, aku menyematkan namanya di dasar hatiku.

Uh! Aku benci dengan diriku yang lemah begini. Aku ingin kembali seperti semula sebelum aku berurusan dengan laki-laki brengsek itu. Menjadi wanita yang mandiri, tegar dan tidak takut apapun, tidak terikat dengan siapapun, dan yang pasti tidak diatur-atur oleh siapapun.

Kalingga hanya menatapku dengan teduh. Ada wajah tampan di sana yang sepertinya begitu merindukanku. 

Dia, Kallingga Utama Gumelar. Harusnya aku sudah tahu dari awal bahwa dia dan Keyko khayang Gumelar itu dua bersaudara. Alangkah bodohnya aku ini, seperti masuk kejebakan buaya dan singa.

Kalau Aku menyadari dari awal, mungkin nggak ada kejadian seperti ini. Mungkin nanti atau kapanpun Kalingga bertemu dengan Keyko, pasti akan bertengkar, paling nggak adu mulut atau debat pendapat.

"Ponsel Kamu disita Keyko?" Pertanyaan itu membuat aku terhenyak. Dan lagi-lagi aku hanya bisa mengangguk lemah.

"Apa mungkin dia suka sama, Kamu?"

"Hah!" Bola mataku hampir saja keluar mendengar pertanyaan itu.

"Suka apanya? Kalau dia itu jahat, bengis, kejam, dan menyiksa, Aku! Itu! Yang namanya suka?"  

Tanpa sadar, aku memuntahkan semua perasaan benciku pada makhluk yang namanya Keyko itu. Dan tanpa sadar juga, sebagian aku sudah menjawab pertanyaan awal Kalingga.

Mungkin dari sini, dari perkataanku yang nyerocos tadi sudah mampu buat seorang Kalingga menganalisis, bagaimana hubunganku dengan kakaknya. Keyko Khayang Gumelar.

Sedang puncak-puncaknya aku meradang, tiba-tiba ada suara yang samar-samar terdengar dari halaman rumahku.

"Oh, di sini rupanya tempat perempuan murahan seperti kamu, yang sukanya menggoda laki-laki kaya yang banyak duitnya!"

Aku mengerutkan dahi kuat-kuat mendengar ocehan tamu tak diundang itu. Tapi aku tidak lupa siapa dia. Wanita yang lebih liar dan menakutkan, yang tiba-tiba masuk ke dalam apartemen Key, tanpa mengetuk pintu.

"Eh, Kamu! Perempuan murahan! Rupanya nggak cuma di apartemen kamu menjual tubuhmu, tapi di rumahpun Kamu berani membawa laki-laki!"

Plak!

Sekali, tapi keras tamparan itu. Karena kulihat dari sudut bibirnya mengeluarkan darah. Bukan tangan kecilku yang menampar mulut pedas wanita itu. Tapi Kalingga Utama Gumelar. Tanpa segan lagi melayangkan tangannya untuk menyudahi ocehan pedas dan jahat wanita itu

Aku tak bergeming melihatnya meringis kesakitan. Dan tangan mungilnya, menyeka sudut bibirnya yang pecah.

"Kamu-!" Jari telunjuknya tepat mengarah ke wajahku. "Pasti akan ku balas!" Dengan muka merah padam wanita muda itu berjingkat dari hadapanku. Pergi meninggalkan aku dan Kalingga.

******

BERSAMBUNG

 

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel