Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 8. Istri Rasa Teman

Nabilah balik bertanya, "Kenapa dan siapa Mbak?"

"Saya mencintai Robin dan sangat mengenalnya. Asal kamu tahu Robin tidak pernah mencintai kamu dan terpaksa menikah denganmu!" ujar wanita itu kembali.

Nabilah terdiam dan mengerti maksud wanita itu. "Mbak tenang saja, saya juga tidak mencintai Robin. Tapi kalau menjauhinya saya tidak bisa karena keputusan itu ada di tangan Robin. Lebih baik Mbak katakan kepadanya untuk melepaskan saya!"

"Baguslah, Robin itu tidak pantas buat kamu. Saya takut dia akan menyakitimu suatu hari nanti, permisi," ujar wanita itu yang segera pergi.

Nabilah memandangi wanita itu yang naik ke mobil dan meluncur pergi. Ia tidak mau menduga-duga lagi lebih baik nanti tanya sama Robin saja.

Mentari kian meninggi hari ini Nabilah benar-benar istirahat total. Perutnya terasa melilit jika melakukan sesuatu. Biasanya ia mengalami hal seperti ini selama satu hari. Besok baru hilang rasa sakit mulesnya.

Gadis itu mengompres perutnya dengan air hangat di dalam botol bekas air mineral. Sehingga membuatnya merasa jauh lebih baik. Ia kemudian membuka media sosial untuk mengetahui berita terkini. Hingga sebuah pesan bergambar masuk ke ponselnya.

Nabila mendapatkan pesan bergambar dari nomor tidak dikenal. Sebuah foto arloji dan setangkai mawar merah. Ia tampak terkejut membaca kalimat yang menyertai gambar itu.

'Terima kasih kadonya Bang Robin.'

Tidak lama kemudian msuk lagi sebuah foto. Di mana Robin sedang duduk dan dirangkul dari belakang. Nabilah tampak tercengang melihat betapa mesranya perempuan itu dengan suaminya.

"Pasti wanita itu ingin membuat aku cemburu. Tapi buat apa, dia pasti jauh lebih cantik dariku. Bahkan bisa mendapatkan pria yang jauh lebih mapan dan tampan dari Bang Robin," lirih Nabilah dengan heran.

Namun, kondisinya yang datang bulan. Membuat perasaan Nabilah jadi sensitif. Sebenarnya bukan foto itu yang membuat terbawa perasaan. Melainkan ketidakjujuran Robin yang diam-diam memberikan hadiah buat wanita lain. Perasaannya kian gundah, sehingga ia memutuskan untuk pergi ke rumah orang tuanya.

Sementara itu Pak Jamal sedang duduk sambil membawa sebuah buku agama di ruang tamu ketika Nabilah datang.

"Assalamualaikum ..," ucap Nabilah yang langsung menyalami tangan ayahnya.

"Waalaikumsalam .., kamu kenapa sakit?" sahut Pak Jamal sambil bertanya ketika melihat wajah Nabilah yang pucat.

Nabilah segera menjawab, "Bilah baik-baik saja, cuma lagi datang bulan. Ibu dimana Pak?" tanya gadis itu kemudian.

"Lagi pergi katanya mau jenguk orang sakit," jawab Pak Jamal memberitahu.

"Bilah mau istirahat di kamar dulu ya Pak," ujar Nabilah sambil berlalu.

Pak Jamal tahu kebiasaan putrinya yang sakit kalau sedang datang bulan. Akan tetapi, ia melihat Nabilah seperti memendam sesuatu.

"Duduklah dulu, sini ngobrol sama Bapak! Ada apa?" tanya Pak Jamal sambil menatap Nabilah lekat.

Nabilah tertunduk dan menceritakan kegundahan hatinya. "Sepertinya ada yang sakit hati Bilah menikah dengan Bang Robin, Pak."

"Itu pasti, tapi Robin kan sudah berjanji akan melepaskanmu suatu saat nanti. Menurut Bapak jangan diambil hati pesan wanita itu. Tapi soal Robin memberikan kado secara diam-diam, sebaiknya Bilah tanya dulu secara langsung ya!" ujar Pak Jamal dengan bijak.

"Tapi bagaimana kalau tidak ada pria yang bisa menjaga Bilah. Sampai kapan kami harus menjalani pernikahan dengan cara seperti ini?" tanya Nabilah minta kepastian.

Pak Jamal menyahuti dengan tegas, "Kalau sudah tiga bulan, Bapak akan bicara sama kalian. Mau melanjutkan pernikahan dengan serius atau tidak. Jadi keputusan itu ada di tangan kamu dan Robin. Sekarang jalani saja dahulu, itung-itung kalian belajar berumah tangga!" Tentu saja sebagai serang ayah, ia sudah memikirkan semuanya dengan matang.

"Baiklah kalau begitu, Bila mau istirahat di kamar dulu ya Pak," ujar Nabilah yang dijawab anggukan oleh Pak Jamal.

"Oh ya, masalah foto itu Bapak rasa ibumu tidak usah tahu. Nanti jadi salah paham sama Robin!" saran Pak Jamal yang sudah hapal watak istrinya.

"Iya Pak, Bilah mengerti," sahut Bilah yang segera beranjak dan menuju ke kamarnya. Ia kemudian merebahkan tubuh di atas kasur dan mulai memikirkan kata-kata Pak Jamal.

Setelah merasa jauh lebih baik dan hatinya sudah tenang, Nabilah kemudian diantar ayahnya pulang ke kontrakan. Ketika Robin pulang kerja pada sore hari, ia tidak menanyakan soal wanita dan foto yang dikirim oleh nomor tidak dikenal. Gadis tidak mau terlalu terbawa perasaan karena masing-masing punya privasi. Lagi pula pernikahan mereka hanya untuk sementara.

***

Sang Surya mulai bergeser dari atas kepala, ketika Nabilah dan para siswa baru meninggalkan madrasah. Sekolah itu baru tutup setelah semua melakukan salat zuhur.

"Nabilah kamu pulang sama Robin saja ya, sudah dijemput tuh?" ujar Pak Jamal memberitahu dan segera pulang naik motor.

"Iya Pak, hati-hati," sahut Nabilah sambil berpesan.

Nabilah kemudian ke luar pintu gerbang dan melihat Robin sedang dikerumuni anak-anak. Ia kemudian mendekat dan satu persatu mereka membubarkan diri.

"Bang Robin," panggil Nabilah sambil menyalami tangan suaminya.

"Kenapa anak-anak mengerumuni Abang?" tanya gadis itu membuka pembicaraan.

"Biasa, pada minta traktir es potong," jawab Robin dan bertanya, "Bagaimana perut kamu masih sakit, kalau dibuat jalan kuat nggak? Abang lupa bawa motor."

"Cuma mules dikit kok, nggak apa-apa kalau buat jalan," jawab Nabilah sambil mengangguk.

Mereka kemudian jalan beriringan sambil bercakap-cakap.

"Kalau boleh tahu kenapa Bang Robin suka jalan kaki?" tanya Nabilah ingin tahu.

"Pak RT mempercayakan keamanan kampung ini sama Abang. Dengan jalan kaki Abang bisa melihat situasi dan kondisi warga serta lingkungan setiap hari!" jawab Robin sambil memberikan alasannya.

Nabilah kembali bertanya, "Keamanan kampung Rantau juga Abang yang pegang?"

"Nggak, Abang cuma jaga pengepul saja." Robin memberikan jawaban apa adanya.

"Terus kenapa para preman waktu itu takut sama Abang?" Nabilah terus mencari tahu.

"Di sana siapa yang terkuat dia akan disegani. Kebetulan mereka belum ada yang bisa mengalahkan Abang," jawab Robin kembali.

Tiba-tiba pembicaraan mereka terhenti ketika mendengar anak kecil menangis. Robin langsung mencari sumber suara dan menemukan seorang bocah laki-laki berusia empat tahun sedang sesenggukan di pinggir jalan.

"Kenapa?" tanya Robin sambil menyeka air mata bocah itu.

Dengan polos bocah itu pun menjawab, "Mau jajan."

"Sudah makan?" tanya Robin yang dijawab anggukan oleh anak itu. Ia kemudian menggendong bocah itu dan membawanya ke warung. "Kamu mau jajan apa?"

"Susu kotak sama biskuit coklat," jawab anak itu dengan mata yang berbinar. Setelah mendapatkan jajanan bocah itu langsung berlari pulang.

Sementara itu Nabilah tampak tersenyum melihat Robin yang sangat dekat dengan anak-anak.

"Nabilah juga mau jajan atau ingin makan apa hari ini?" tanya Robin sambil mendekati istrinya.

"Nggak mau jajan, tapi makan soto ayam kayaknya enak Bang," jawab Nabilah sambil berjalan.

Robin langsung menyetujui usul Nabilah dan mengajak, "Ya sudah, di depan ada jual soto ayam enak kita makan di sana yuk!"

Setelah sampai di warung penjual soto, mereka kemudian memesan dua porsi dan minumnya es kelapa muda. Tidak lama kemudian dua soto ayam sudah tersedia. Robin dengan lahap menyantapnya, tetapi tidak dengan Nabilah.

"Bang, kok soto Nabilah rasanya aneh. Kira-kira kurang apa ya? Cobain deh!" Nabilah bertanya sambil mengarahkan sendok ke mulut Robin.

Robin mencicipi dan berkata, "Kurang jeruk nipisnya sama garam sedikit!"

Nabilah segera menambahkan kedua bahan itu. Sehingga soto ayamnya terasa jadi lebih lezat. "Bang, bagaimana mulai sekarang kita berteman. Jadi kalau nanti kita berpisah, masih tetap berkawan," usul gadis itu yang ingin menjalin hubungan baik dengan Robin.

"Abang setuju, jadi kita nggak perlu merasa sungkan menjalani pernikahan ini bukan?" sahut Robin yang dijawab anggukan oleh Nabilah.

"Sebagai teman boleh nggak Bilah tahu. Kenapa Bang Robin brewokan, soalnya preman-preman di kampung Rantau tidak ada yang seperti Abang?"

Robin langsung memberikan jawaban, "Karena kalau nggak brewokan nanti semua gadis kampung Rantau sama Santri pada jatuh cinta sama Abang, terutama Neng Bilah!"

"Mana ada," jawab Nabilah dengan pipi yang bersemu merah. Jujur ia penasaran sekali dengan tampang Robin yang polos tanpa brewok.

Robin pun tersenyum melihat sikap Nabilah yang jadi salah tingkah. Menurutnya gadis itu terlihat lebih cantik ketika sedang malu.

Sementara itu di tempat lain, seseorang tampak geram melihat sebuah foto-foto yang baru di terimanya. Di mana terlihat Nabilah sedang berjalan berdua sama Robin. Sampai mereka makan dan menyuapi.

"Kurang ajar, kalau begini terus lama-lama mereka bisa jatuh cinta. Aku akan semakin sulit untuk memisahkan keduanya," gumam orang itu dengan tatapan tidak suka.

Orang itu kemudian berpikir keras untuk menyusun sebuah rencana. Akhirnya ia tersenyum karena menemukan sebuah ide.

"Aku tahu bagaimana membuat mereka secepatnya berpisah," gumamnya sambil menyeringai penuh kelicikan.

BERSAMBUNG

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel