Bab 5. Penelusuran Nabilah
Habis isya Robin baru pulang ke kontrakannya. Ia melihat Nabilah baru saja selesai melaksanakan salat. Pria itu langsung masuk tanpa mengucapkan salam.
"Assalamualaikum .., Abang dari mana?" tanya Nabilah sambil melipat mukena.
"Waalaikumsalam .., kerja," sahut Robin sambil menghentikan langkah.
Nabilah kemudian menyarankan, "Abang mandi dan makan dulu ya. Nanti Bilah mau bicara!"
"Sudah, kalau mau ngomong sekarang saja!" seru Robin yang ingin segera masuk ke kamar ya.
Nabilah kemudian bertanya, "Abang kerja apa, kok pergi subuh sampai malam baru pulang?"
"Jaga tempat pengepul," jawab Robin singkat.
"Oh ...." Nabilah tampak berpikir sesaat dan membatin, "Masa iya penjaga tempat rongsokan bisa punya duit banyak."
"Kenapa nggak percaya, takut makan duit haram?" tanya Robin terdengar sedikit sinis.
"Bukan begitu, Bilah boleh ngajar lagi nggak Bang?" Nabilah minta izin suaminya untuk kembali mengajar di madrasah. Ia menunduk karena takut melihat tatapan Robin yang seolah mengintimidasinya.
Robin kembali menjawab, "Boleh, ada lagi yang mau ditanya?"
"Nggak ada, tapi satu lagi deh. Bilah mau minta maaf atas sikap Ibu tadi," ucap Nabilah kemudian.
"Iya tidak apa-apa," jawab Robin sambil membuka pintu kamarnya. "Besok kamu berangkat jam berapa?" tanya pria itu tanpa menoleh.
"Jam tujuh," jawab Nabilah dengan senang karena diperbolehkan mengajar.
Mendengar itu Robin langsung masuk kamar.
Ketika ke dapur, Nabilah terlihat sendu ketika masakannya untuk pertama kali sebagai seorang istri, tidak disentuh sedikitpun oleh Robin. Padahal ia ingin mulai mengenal suaminya lebih jauh lagi.
"Besok subuh aku hangatkan dan bagikan kepada tetangga saja," lirih Nabilah sambil menutup rak piring. Ia kemudian kembali ke ruang tamu untuk tidur.
Malam semakin larut, tiba-tiba terdengar suara pintu kamar Robin terbuka.
"Kau di mana, kami sudah kumpul semua di tempat biasa?" tanya seseorang dari seberang sana.
"Suruh mereka sabar, sebentar lagi aku akan datang. Dapat berapa hasil kita hari ini?" jawab Robin sambil bertanya.
"Cukup banyak!" jawab orang itu kembali.
Robin kemudian berseru, "Bagus, kasih mereka minum dan makanan!" Ia kemudian mengakhiri panggilan itu dan pergi lewat pintu belakang.
Kontrakan Robin memang berada di paling pojok. Bersebelahan dengan jalur hijau jalan tol. Kalau malam tempat itu tampak gelap sekali.
Nabilah yang belum tidur tampak tercengang dengan jantung yang berdetak sangat cepat. Tentu ia mendengar percakapan Robin by phone tadi. Entah apa pekerjaan suaminya, masa iya malam-malam begini sudah pergi kerja.
"Ya Allah, apa sebenarnya pekerjaan Bang Robin?" tanya Nabilah semakin penasaran.
***
Pagi yang cerah Nabilah sudah siap-siap pergi mengajar. Sementara itu Robin tidak ke luar kamar, entah sudah pulang atau belum. Ia tampak heran ketika tidak melihat masakannya di dalam rak piring. Justru gadis itu mendapati selembar uang merah.
"Ke mana semua lauk, apa dibuang sama Bang Robin ya?" tanya Nabilah penasaran.
Setelah melakukan salat subuh dan sarapan pagi, Nabilah kemudian bersiap-siap. Ia memakai seragam guru madrasah seperti biasanya. Sebenarnya ia ingin menjadi ibu rumah tangga saja. Akan tetapi, pernikahannya dengan Robin membuat gadis itu ingin membantu mencari nafkah. Dengan mendapatkan rezeki yang halal.
Waktu telah menunjukan pukul 06.30 WIB, sudah saatnya Nabilah pergi mengajar. Akan tetapi, ketika membuka pintu ia tampak terkejut ketika melihat Robin sudah berdiri di hadapannya.
"Ayo Abang antar!" Robin sengaja pulang untuk mengantar istrinya pergi mengajar.
"Iya," jawab Nabilah sambil mengunci pintu. Ia tidak menyangka akan diantar oleh Robin.
Mereka kemudian berjalan beriringan menuju ke madrasah yang tidak terlalu jauh dari rumah. Di sepanjang perjalanan keduanya saling terdiam. Beberapa warga yang melihat pengantin baru itu tampak tersenyum, bahkan ada juga yang berbisik. Mungkin Robin terlihat lebih pantas sebagai pengawal daripada suami Nabilah.
Apalagi Robin mengenakan pakaian serba hitam. Mulai dari sepatu yang warnanya sudah pudar dan celana levis robek. Hanya kaos saja yang utuh dan membalut tubuh kekarnya. Kontras sekali dengan seragam yang Nabilah kenakan. Rapi dan senada dengan kerudung yang dipakainya.
"Kasihan ya Nabilah, cantik-cantik punya suami preman. Lihat tuh nggak cocok sama sekali. Yang satu adem dilihatnya dan si pria garang," ujar Ibu-ibu sambil memandangi suami istri itu dari belakang.
"Ya namanya juga jodoh, Bu. Kalau bisa milih juga saya maunya sama Shahrukh Khan," sahut ibu-ibu lainnya.
Ketika sampai di sekolah guru-guru yang lainnya pun tampak terkejut melihat Nabilah diantar oleh Robin. Sebenarnya Nabilah merasa risih akan tatapan mereka yang seolah mengoloknya mempunyai suami seorang preman. Namun, ia mencoba untuk bersikap biasa saja.
"Nanti pulangnya jam berapa?" tanya Robin yang ingin menjemput Nabilah.
"Nggak usah jemput Bang, nanti Bilah bareng sama Bapak saja!" ujar Nabilah memberitahu.
Robin kemudian berpamitan, "Oh ya sudah, Abang pergi kerja ya!"
Nabilah langsung mengulurkan tangannya dan menyalami Robin seraya berkata, "Hati-hati ya Bang!"
"Hemm." Robin segera meninggalkan sekolahan itu.
"Abang Robin Hood," panggil seorang bocah sambil menghampiri.
Robin tidak menyahut, tetapi sudah tahu ada apa gerangan anak itu memanggil dengan melihat matanya. Ia segera menuju ke pojokan dan memberikan sesuatu kepada bocah itu. Beberapa murid yang lainnya pun ikut menghampiri.
"Terima kasih Bang," ucap salah satu bocah dengan senyum yang mengembang.
***
Tidak terasa waktu cepat berlalu setelah selesai mengajar dan memberitahu ayahnya tidak pulang bareng, Nabilah langsung mencari salah satu muridnya yang tinggal di kampung rantau.
"Tegar, rumah kamu di kampung rantau kan?" tanya Nabilah pada seorang bocah laki-laki berusia tujuh tahun.
Bocah itu menjawab dengan jujur, "Iya Bu Guru, ada apa?"
"Ibu mau ke rumah teman, kamu bisa antar ke sana?" jawab Nabilah sambil bertanya.
"Bisa Bu, ayo saya anterin!" sahut Tegar yang dijawab anggukan oleh Nabilah.
Mereka kemudian naik angkot untuk menuju ke kampung rantau. Ketika sampai di tempat tujuan, keduanya berjalan kaki masuk ke salah satu gang.
"Kita pulang ke rumah Tegar dulu kan?" tanya Nabilah membuka pembicaraan.
"Langsung cari rumah teman Ibu saja, saya setiap pulang sekolah langsung mulung kok," jawab Teguh sambil membuka seragamnya dan memasukan ke dalam tas sekolah. Lalu ia mengeluarkan sebuah karung kecil.
Nabilah kembali bertanya, "Memangnya nggak dicariin sama Ibu atau Bapak kamu?"
"Nggak justru kalau saya langsung pulang ke rumah ditanyain. Sudah dapat uang belum?" jawab Tegar yang membuat Nabilah miris mendengarnya.
"Memangnya uang yang kamu dapatkan buat apa?" tanya Nabilah kembali.
"Dikasih ke mamak, buat bantu beli beras sama lauk," jawab Tegar kembali.
Jawaban Tegar membuat Nabilah ingin tahu lebih banyak lagi, "Ayah kamu ke mana?"
"Sudah nggak ada dari aku kecil," jawab Tegar dengan sendu.
Nabilah langsung terdiam membayangkan anak sekecil itu harus berjuang dalam kerasnya hidup. Berteman dengan panas dan hujan demi mencari sesuap nasi. Jika kita melihat ke bawah, ternyata masih banyak yang lebih susah. Di situlah kita harus merasa bersyukur.
"Teman Ibu namanya siapa?" Kini giliran Tegar yang bertanya.
"Bang Robin, kamu kenal nggak atau tahu tempat kerja di mana?" jawab Nabilah yang disertai pertanyaan.
Tegar langsung menjawab dengan jujur, "Oh .., Abang Robin Hood, semua orang di sini kenal kok, kalau tempat kerjanya di pengepul."
"Oh, kamu antar Ibu ke tempat itu ya!" pinta Nabilah yang ingin melihat tempat kerja suaminya.
Mereka kemudian menuju ke tempat pengepul. Di mana para pemulung menjual barang-barang bekas. Di sepanjang perjalanan Nabilah terus bertanya tentang Robin.
"Oh ya, kenapa kamu panggil Abang Robin Hood?" tanya Nabilah ingin tahu.
"Kalau saya kasih tahu, Bu Guru janji ya jangan bilang siapa-siapa. Nanti Bang Robin marah!" ujar Tegar yang terlihat ragu untuk bercerita.
Sambil mengangguk Nabilah kemudian menyahuti, "Iya, Ibu janji nggak akan cerita sama siapa pun kalau kamu kasih tahu rahasia Bang Robin!" ujar Nabilah dengan wajah yang siap mendengarkan.
Setelah melihat sekeliling dan merasa cukup aman, Tegar menceritakan sesuatu kepada Nabilah.
"Yang benar kamu?" tanya Nabilah menegaskan.
"Benar Bu, saya nggak bohong," jawab Tegar dengan serius.
Akhirnya mereka sampai di tempat kerja Robin. Di mana terlihat sangat berantakan dan kotor, tapi bagi penduduk sekitar barang-barang itu adalah sumber rezeki yang halal.
"Ini tempatnya Bu," ujar Tegar ketika sampai di tujuan.
Setelah menatap tempat itu dengan saksama, Nabilah kemudian berseru, "Sekarang kamu masuk ke dalam dan lihat ada Bang Robin atau tidak!" Ia tidak mau kehadirannya diketahui oleh Robin.
Tegar tampak mengangguk dan berujar, "Iya Bu, tunggu sebentar!" Bocah itu segera menjalankan perintah Nabilah dan tidak lama kemudian sudah kembali lagi.
"Bang Robin nggak ada Bu, adanya Bang Tigor," ujar Tegar memberitahu.
"Ya sudah, kalau begitu Ibu mau pulang saja. Terima kasih ya kamu sudah mengantar sampai ke sini," ucap Nabilah yang menyudahi penelusurannya.
"Sama-sama, Ibu masih ingat jalan ke luar kampung ini nggak?" tanya Tegar yang siap mengantar Nabilah lagi.
"Insya Allah ingat, ini buat kamu, hati-hati ya!" pesan Nabilah sambil memberikan uang janjan.
Nabilah kemudian berbalik arah sambil memikirkan apa yang Tegar katakan tadi.
'Aku dan beberapa anak-anak yang lain sekolah dibayarin sama Bang Robin. Bahkan dikasih ongkos setiap mau berangkat sekolah. Kalau pekerjaan Bang Robin aku nggak tahu, tapi hampir setiap hari ada di pengepul dan uangnya selalu banyak.'
"Sebenarnya apa sih pekerjaan Bang Robin. Masa sih jaga pengepul bisa menyekolahkan anak-anak. Jangan-jangan dia yang memiliki tempat usaha ini. Tapi dari percakapan telepon yang kudengar semalam. Seolah-olah Bang Robin kayak gembong perampok ya?" pikir Nabilah yang tidak-tidak.
Nabilah tiba-tiba sadar telah salah jalan. Ia semakin jauh masuk ke kampung rantau dan tidak tahu sedang berada di mana. Tiba-tiba gadis itu melihat Robin baru saja ke luar dari salah satu rumah dan seorang wanita cantik mengikutinya.
"Terima kasih Bang, kapan-kapan main lagi ke sini ya!" ujar wanita itu sambil memandangi kepergian Robin.
"Hemm." Robin tidak menyahuti dan terus melangkah.
"Jangan-jangan Bang Robin dan wanita itu habis ...." Nabilah menutup mulutnya membayangkan apa yang mereka telah lakukan. Ia langsung bersembunyi di balik tembok ketika melihat Robin berjalan ke arahnya.
BERSAMBUNG