Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

HMT 7 - TERIMA KASIH TESSA

Pagi yang cerah di kota New York. Sudah memasuki awal musim panas tahun ini. Tessa dan Leo sedang duduk di ruang makan. Keduanya sedang menikmati sarapan. Leo melihat Tessa yang tampak pucat akhir-akhir ini. Sedangkan tanda merah itu masih tampak pada leher jenjangnya.

"Bukalah mulutmu, Darling. Kamu harus makan. Aku tak ingin kamu jatuh sakit," pinta Leo sembari menyodorkan sendok berisi makanan ke arah Tessa.

"Hentikan, Leo. Aku tidak ingin makan," cetus Tessa dengan wajah lesunya. Bagaimana tidak? Si brengsek Arnold selalu menggarap tubuhnya setiap Leo berangkat bekerja atau lembur di kantornya.

Tessa sangat kelelahan. Arnold menggumuli tubuhnya sudah seperti seekor kuda jantan.

"Lantas, apa yang ingin kamu makan? Mungkin Bibi Lusi bisa membuatnya untukmu." Leo mengusap pipi Tessa cemas sembari menatapnya lembut.

"Tak ada. Aku hanya butuh istirahat," jawab Tessa.

"Baiklah, kamu akan mendapatkannya, Sayang. Aku akan mengantarmu ke kamar." Leo segera meletakkan sendok yang sedang dipegangnya. Dia hendak membantu Tessa untuk berdiri.

"Morning!"

Arnold datang dengan wajah segarnya. Dia segera menarik bangku untuk duduk dan memulai sarapan. Ekor matanya melirik pada Tessa. Tubuh yang menggairahkan! Arnold tersenyum smirk padanya. Tessa segera memalingkan wajahnya dari tatapan buas Arnold. Fuck! Pria mesum itu sudah menggumuli tubuhnya tadi pagi di kamar mandi, saat Leo sedang berolah raga di ruangan gym. Tak masuk akal! Arnold bisa kapan saja mengajaknya bercinta sesuka hatinya.

Crazy!

"Pagi, Dad. Kamu kelihatan segar sekali pagi ini." Leo masih berdiri sembari merangkul bahu Tessa. Tatapan matanya tak menaruh rasa curiga sedikit pun pada pria lain yang menumpang di rumahnya itu.

"Tentu, karena aku sudah memiliki tempat untuk memuaskan hasratku sekarang," jawab Arnold acuh, lantas menyesap pada cangkir espresso di hadapannya.

Tessa membulatkan matanya. Crazy! Apakah pria itu sudah tidak waras? Pikirnya kesal. Lantas dia menoleh pada Leo. Tessa takut Leo akan menaruh curiga padanya karena ocehan konyol Arnold barusan.

"Waw! Baguslah. Lagi pula kamu masih muda, Dad. Lebih baik mencari pengganti Mommy secepatnya." Leo tersenyum melirik pada Tessa.

Tessa hanya membalasnya dengan senyuman garing. Apakah Leo curiga padanya? Tessa sungguh sangat ketakutan.

"Tidak. Aku hanya bercanda saja. Aku belum bisa melupakan Mommy Clara. Wanita hebat itu, dia sangat melekat di hatiku," tukas Arnold kemudian.Pendar matanya meredup kali ini. Aktingnya sungguh sempurna.

Tessa tersenyum lega.

"Terima kasih, Dad. Kamu sudah mencintai Mommy di sisa hidupnya." Leo kembali menoleh sembari tersenyum pada Tessa.

"Ya. Tentu saja. Karena kami saling mencintai." Arnold tersenyum pahit pada Leo.

"Sudahlah, nikmati espresso-nya, Dad. Aku akan mengantar Tessa ke kamar. Istriku ini sedang sangat manja akhir-akhir ini." Leo segera berlalu sembari merangkul bahu Tessa menuju pada lift.

"Dasar pria bodoh!" umpat Arnold sembari meletakkan kembali cangkir kopinya. Apakah Leo buta? Dia bahkan biasa saja melihat hasil karyanya berjejer pada leher jenjang Tessa. Payah! Arnold tersenyum geli, lantas segera menyuap potongan roti pada garpunya.

Leo bahkan tak tahu, kalau dirinya baru saja menikmati tubuh Tessa di kamar mandi tadi. Fuck! Tessa sudah membuatnya kecanduan. Dia bahkan ingin terus bercinta dengan wanita itu. "Dad ... Ough!" desahan dan erangan Tessa selalu terngiang-ngiang di telinganya. Merdunya. Bagai nyanyian di musim gugur.

Sungguh nikmat! Dia bahkan memaksa Tessa untuk mengoral kejantanannya tadi. Fuck! Rasanya nikmat sekali. Arnold mendapati miliknya yang mulai mengeras di dalam celana kainnya. Sial! Kapan Leo berangkat ke kantor? Dia ingin menggumuli Tessa lagi.

***

"Istirahatlah, aku rasa kamu sangat kelelahan karena sering bergadang mabar game." Leo menarik selimut guna menutupi setengah tubuh Tessa yang sudah berbaring di tengah ranjangnya. Leo mengusap lantas mengecup pangkal kepala Tessa. Fuck! Siapa yang sudah membuat istrinya sampai begini? Leo memejamkan matanya menahan emosi.

Benar, Leo bukan pria bodoh yang tak tahu apa-apa. Melihat kondisi Tessa saat ini, Leo tahu apa yang sedang istrinya itu alami. Tessa baru saja habis melayani nafsu bejat seseorang. Entah siapa. Leo tak ingin menanyakan hal itu pada Tessa. Dia tak ingin membuat Tessa bersedih. Leo sadar, jika dirinya tak mampu lagi memuaskan Tessa.

Mungkin Tessa melakukannya untuk memperoleh kepuasan. Leo juga tahu, kalau Tessa sering melakukan masturbasi selama ini. Hal itu menjelaskan, kalau Tessa tidak terpuaskan akan dirinya.

Leo mengecup pangkal kepala Tessa. Dia sedang berobat pada seorang dokter spesialis saat ini. Setelah itu pasti dirinya bisa kembali seperti dulu lagi. Tessa pasti senang. Leo mengecup jemari Tessa sembari memejamkan matanya. Dia sangat mencintai Tessa.

"Kamu tidak berangkat kerja hari ini, Leo?" tanya Tessa sembari bersandar pada kepala ranjangnya.

"Tidak, kalau kondisi kamu masih seperti ini. Aku cemas." Leo mengecup jemari Tessa yang sedang digenggamnya untuk ke sekian kalinya.

"Aku baik-baik saja, kok. Jangan cemas," balas Tessa sembari tersenyum pada Leo.

"Tessa, boleh aku menanyakan sesuatu padamu?" Leo menatap Tessa.

"Soal apa?" Tessa mengernyitkan dahinya.

Leo menurunkan matanya. Terdiam sejenak seperti sedang berpikir, lantas ia pun berkata, "Tessa, apakah kamu masih mencinaiku? Dan tidak akan mengkhianatiku?" tanyanya dengan mimik memelas penuh harap.

Tessa tersenyum lega. Dia pikir Leo akan menanyakan pasal tanda merah pada lehernya itu. Leo memang sangat baik. Tessa menyesal telah mengkhianati Leo. Namun kini dirinya tak bisa terlepas dari Arnold. Karena pria itu telah merekam adegan saat mereka sedang bercinta di kamar Tessa.

Arnold mengancam akan menunjukkan video itu pada Leo dan keluarga besarnya di Canada. Tessa tak ingin hal itu sampai terjadi. Akhirnya kini dia terperangkap menjadi budak nafsu Arnold. Ayah tiri Leo itu bisa kapan saja memaksanya untuk mengikuti keinginannya. Bercinta sampai dirinya puas.

Ya, Tessa akui. Dia pun mendapatkan benefit dari hubungan gelap itu. Hasratnya sudah terpuaskan sekarang. Meski Arnold begitu buas bagai iblis, namun pria itu membuatnya merasakan kenikmatan yang tidak bisa Leo berikan padanya.

"Tessa, kenapa bengong? Kamu belum menjawab pertanyaanku tadi." Leo mengibaskan telapak tangannya di hadapan wajah Tessa yang sedang melamun.

"Ah, iya, aku melupakannya. Tentu saja, Leo. Aku sangat mencintai kamu. Aku takkan pernah mengkhianatimu. Takkan pernah." Tessa menatap dalam pada pupil kebiruan Leo. Namun ada kesedihan dari bola mata hazel-nya itu. Tessa sedih karena kini dirinya bukan milik Leo seutuhnya. Arnold sudah mengambil alih milik Leo.

"Terima kasih," ucap Leo dengan sepasang netranya yang berkaca-kaca. Dia pun menunduk menahan tangisnya, 'Terima kasih, Tessa. Terima kasih kamu sudah menghianatiku,' lanjutnya dalam hati.

Tessa beranjak dan segera medekap punggung Leo. Tubuhnya bergetar hebat. Dia baru saja berbohong pada suaminya itu. Namun ucapan jika dirinya masih sangat mencintai Leo, itu benar adanya.

"Tessa, aku sudah melakukan terapi dan mengikuti saran Dokter. Bagaimana kalau kita mencobanya sekarang?" tukas Leo setelah hening sejenak. Sepasang pupil birunya terangkat pada mata Tessa.

"Eh? Maksud kamu?" Tessa bertanya berharap Leo menarik kembali ajakannya itu. Karena tubuhnya sangat letih pasca pergumulannya dengan Arnold tadi pagi.

"Darling, aku ingin bercinta denganmu," jawab Leo bersungguh.

Tessa membulatkan matanya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel