HMT 3 - SEBUAH ARTIKEL
Hari mulai petang. Lalu lalang orang tampak memadati jalan kota New York. Jelas, ini adalah jam pulang kantor. Pasti semua orang ingin segera tiba dan berkumpul kembali dengan keluarga tercinta.
Mobil Lamborghini dengan warna merah tampak sedang melaju santai memasuki gerbang mansion Leo. Mobil sport itu lantas menepi di depan teras mansion. Seorang pria berpakaian pormal segera keluar dari pintu depan mobil. Pria itu lantas membukakan pintu mobil untuk Leo.
"Tolong cuci mobilnya, dan siapkan BMW hitam. Aku akan berangkat tiga jam lagi," perintah Leo pada pria di sampingnya itu.
"Baik, Bos." pria itu sedikit membungkuk pada Leo, lantas kembali memasuki mobil.
Leo menyingkap lengan jasnya. Baru pukul empat sore. Masih ada waktu untuk bermain dengan Tessa, pikirnya sembari tersenyum tipis, lantas ia segera berjalan menuju pintu masuk rumah.
"Sore, Tuan."
"Sore, Tuan Leo."
Beberapa pelayan yang berpapasan dengannya segera menyapa dengan ramah. Leo hanya mengangguk sembari tersenyum tanpa menghentikan langkahnya memasuki rumah. Dia sudah tak sabar ingin menemui Tessa. Oh, iya. Tessa pasti terkejut melihatnya pulang lebih awal hari ini. Dan lagi, Leo baru saja membelikan satu unit mobil sport untuk Tessa. Leo harap istrinya itu sudah tidak marah lagi padanya.
"Leo? Kamu sudah pulang rupanya." Arnold yang sedang duduk sendiri pada ruang tamu segera bangkit melihat Leo melintas.
"Hai, Dad! Ya, aku pulang cepat hari ini," jawab Leo sembari memasang senyum ramah untuk Arnold.
Meski hanya ayah sambung, namun Leo sangat menghormati Arnold. Walau pada awalnya Leo tidak setuju saat ibunya mengatakan mau menikah lagi dengan pria itu. Leo sendiri tak tahu siapa Arnold sebenarnya. Yang dirinya tahu, Arnold adalah orang kepercayaan ibunya di kantor.
Leo bahkan tak tahu dimana tempat tinggal Arnold sebelumnya. Karena ibunya hanya pernah mengajaknya menemui Arnold di sebuah apartemen mewah yang ada di Austria. Dan apartemen itu pun pemberian ibunya untuk Arnold. Memang aneh! Kadang Leo pun menaruh sedikit curiga pada Arnold. Bahkan, pria berusia 35 tahun itu hampir menjadi tersangka kematian ibunya.
Tapi Arnold berhasil membuktikan jika dirinya tak bersalah atas kematian tragis yang menimpa, Nyonya Clara Scoth, ibunya Leo setahun yang lalu. Leo yakin, Arnold memang tak bersalah. Bahkan pihak kepolisian pun sudah menutup kasus kematian wanita berusia 47 tahun itu. Sampai kini kematian Clara Scoth masih menjadi misteri.
"Omong-omong dimana Tessa? Kenapa dia tidak menemanimu di sini?" tanya Leo sembari mendaratkan bokongnya pada sofa di samping Arnold, lantas menyalakan api rokoknya.
"Entahlah, aku tak melihatnya dari siang tadi," jawab Arnold, lantas memalingkan wajahnya ke lain arah. Dia takut Tessa akan mengadu pada Leo atas perbuatannnya tadi. Sial! Kenapa dia melakukan hal itu pada Tessa. Leo pasti akan melemparnya ke jalanan kalau sampai mengetahui hal itu. Karena perusahaan yang dia jalankan di Austria itu pun adalah perusahaan ibunya Leo. Arnold mulai berkeringat dingin.
"Dad, minggu depan aku akan berangkat ke Ausie untuk melihat kinerja perusahaan baruku di sana. Mungkin Tessa tak bisa ikut denganku. Lagi pula, Tessa akan merasa bosan kalau sendirian di hotel nantinya." Leo menyalakan api rokoknya, lantas menyodorkan bungkus rokoknya yang masih terisi penuh ke hadapan Arnold.
"Lantas?" Arnold meraih satu batang rokok yang disodorkan oleh Leo padanya.
Leo menghembuskan asap rokoknya, lantas menoleh pada Arnold yang sedang menyalakan api rokoknya, "Dad, aku sangat mencemaskan Tessa meski banyak pelayan di sini. Bisakah kamu tetap di sini untuk menjaga Tessa?" ucapnya kemudian.
Arnold tersenyum tipis lantas menyesap batang rokoknya. Nikmat ia rasakan kini. Senikmat ciumannya dengan Tessa tadi. Leo akan berangkat ke Ausie untuk waktu yang cukup lama. Oh, astaga. Bukankah ini adalah kesempatan emas baginya? Tentu! Dia bisa leluasa mendekati Tessa saat Leo tak ada, bukan? Arnold memejamkan matanya sejenak. Menikmati rasa hangat yang ditimbulkan dari batang rokoknya sembari mengingat rasa ciumannya dengan Tessa. Luar biasa.
"Bagaimana, Dad?" Leo menatap heran pada Arnold yang tampak sedang melamun.
"Ah, iya, tentu saja. Aku pasti akan menjaga Tessa. Kamu tak perlu cemas." Arnold sedikit tersentak saat Leo menepuk satu bahunya.
"Bagus kalau begitu," ucap Leo tersenyum puas. Keduanya pun kembali menikmati batang rokoknya sembari mengobrol seputar urusan kantor.
Tessa sedang duduk pada sofa di kamarnya. Sepasang netranya begitu fokus pada layar ponselnya. Bukan, kali ini bukan permainan game yang sedang dipandanginya. Melainkan sebuah artikel yang sedang ia baca. Kebetulan artikel itu melintas begitu saja pada layar ponselnya.
Hubungan sex yang buruk.
Tulisan yang tertera pada artikel itu sukses membuatnya tertarik dan ingin membaca artikel itu sampai selesai. Barang kali ia bisa mendapatkan informasi untuk masalah Leo dari artikel itu. Benar, Leo tak bisa terus seperti itu. Tessa merindukan Leo yang dulu. Pria tampan yang begitu buas saat di ranjang. Tapi semua itu kini telah hilang.
Percintaan yang buruk! Itu yang Leo berikan padanya sekarang.
Leo tersenyum gemas melihat Tessa yang sedang asik dengan aktifitas ponselnya. Lagi-lagi bermain game! Leo menggelengkan kepalanya, lantas berjalan menuju pada gadis cantik di sana. Tessa hanya mengenakan lingerie tipis dengan warna dusti saat ini. Tampak begitu kontras dengan warna kulitnya.
Leo tersenyum geli melihat rahut wajah Tessa kali ini. Istrinya itu tampak sangat serius menatap pada layar ponselnya. Entah apa yang sedang ia pandangi. Tessa sampai tak menyadari kalau Leo sudah duduk di sampingnya.
"Ho, rupanya bukan game yang sedang kamu plototi. Apa itu? Sebuah artikel? Sini, aku juga mau melihatnya." Leo segera merampas ponsel pintar yang sedang Tessa genggam.
"Kembalikan, Leo!" Tessa berusaha merebutnya lagi. Namun Leo berhasil menahannya dan membaca artikel itu. Tessa menggigit bibir bawahnya cemas. Leo pasti tersinggung atas artikel yang sedang dibacanya itu.
Leo meletakkan ponsel Tessa pada meja di hadapannya, lantas ia bersandar lesu sembari membuka ikatan dasinya. "Tessa, pasti kamu kecewa padaku sekarang," ucap Leo tanpa mau menoleh pada Tessa.
"Leo ..." Tessa menggelengkan kepalanya dengan sepasang netranya yang berkaca-kaca.
"Tak apa, Tessa. Aku justru senang. Kamu perduli padaku, sampai-sampai menelusuri artikel seperti itu," tukas Leo sembari menarik dasinya, lantas melemparnya pada meja di hadapan mereka.
Tessa menelan salivanya. Leo pasti sangat marah padanya. Bodoh! Kenapa ia biarkan Leo membaca artikel itu. Tessa sangat menyesal sekarang.
"Leo ... " Tessa mengusap kedua pipinya, lantas bersandar pada dada bidang suaminya itu.
"Tessa, Alex mengatakan kalau dia punya kenalan seorang Dokter spesialis. Alex ingin mengenalkan aku pada Dokter itu. Bagaimana menurutmu?" tanya Leo setelah hening barang sejenak. Dia mengusap lembut pada rambut panjang Tessa.
"Aku setuju saja. Semoga Dokter itu bisa membantu masalah kita, ya." Tessa menanggah pada wajah Leo.
Leo tersenyum gemas melihatnya, lantas dia segera menurunkan wajahnya pada Tessa.
"Bagaimana dengan ciumannya?" tanya Leo usai menyudahi lumatannya pada bibir basah Tessa.
"Masih sama. Ciuman yang sangat nikmat," jawab Tessa bersemangat.
Leo tersenyum puas karenanya,"Apakah kita bisa bercinta sekarang? " tanyanya kemudian.
Tessa hanya mengangguk sembari tersenyum menggemaskan di mata Leo.
"Tessa, Tuan Willbowrn mengundang kita pada pestanya malam ini. Apa kamu mau menemaniku?" Leo mengecup pangkal kepala Tessa yang tngah meringkuk di sampingnya.
"Tentu saja, Tuan Scot. Aku 'kan istrimu," balas Tessa seraya mencubit hidung Leo dengan gemas.
Leo tertawa kecil sembari menepistangan Tessa dari hidungnya. Kemudian dia menarik tubuh polos Tessa ke dalam pelukannya.
"Aku sangat mencintaimu, Leo." Tessa semakin merapatkan tubuh polosnya pada Leo dalam selimut. Aneh sekali! Kenapa percintaannya dengan Leo terasa begitu hambar. Bohong, Tessa mengatakan ciuman Leo terasa nikmat tadi. Bahkan dia tidak merasakan apa pun.
Ciuman Arnold yang lebih nikmat dan mampu memantik api gairah dalam dirinya. Crazy! Kenapa Tessa teringat akan ciumannya dengan Arnold tadi pagi? Tidak! Leo adalah pria yang sangat dia cintai, bukan Arnold! Tessa segera menepis pikiran bodohnya itu.