Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

4

"Ohhh ... Aku pikir apa?" ucap Arka pelan.

Zella masih menggendong Gea sambil menepuk -nepuk bokong gadis kecil itu penuh kasih sayang.

Sesekali, Zella menatap jam tangannya untuk melihat waktu saat ini. Besok adalah acara anniversarynya, jadi usahanya tidak boleh gagal sama sekali. Perusahaan yang baru ia rintis juga tidak boleh di ketahui oleh Marcell, suaminya.

"Kenapa? Kamu kayak gelisah? Kalau sibuk, silahkan pulang duluan, biar Gea aku gendong," ucap Arka pada Zella.

"Gak apa -apa? Aku ada perlu soalnya," ucap Zella merasa tak enak.

"Gak apa -apa. Gea itu putriku, jadi tak masalah. Aku sudah biasa mengurusnya sendiri sejak Gea bayi," ucap Arka penuh keyakinan.

"Mengurus sendiri? Istrimu?" tanya Zella dengan cepat karena penasaran.

Arka memejamkan kedua matanya sebentar dan membuka kedua matanya kembali. Rasanya malas untuk membahas istrinya yang menurutnya sangat tidak baik itu. Bisa -bisanya ia meninggalkan bayinya sendiri di rumah sakit setelah melahirkan dan pergi entah kemana.

"Ceritanya sangat panjang Zella," jawab Arka sengaja menutup aib rumah tangganya sendiri.

Zella mengangguk paham dan tidak memaksa sama sekali untuk menjawab pertanyaannya apalagi harus menceritakan secara detail tentang rumah tangganya.

"Oke baiklah. Aku juga tidak memaksa. Maaf kalau sudah kepo sama urusan kamu, Arka. Aku pergi dulu, ini Geanya," ucap Zella berpamitan untuk mengundurkan diri.

"Iya. Teriam kasih sudah menjaga Gea. Hati -hati di jalan," ucap Arka dengan senyum ramah yang sangat manis sekali.

Zella pun membalas senyuman Arka dan mengangguk kecil.

"Kamu juga hati -hati, jaga Gea dengan baik. Dia anak yang sangat manis sekali," ucap Zella lembut lalu pergi meningalkan restaurant itu menuju perusahaan barunya.

***

"Bu Zella, Perusahaan mendapatkan laba yang sangat banyak sekali. Kita perlu masuk ke setiap perusahaan untuk menawarkan promosi?" tanya Galih pelan. Galih adalaha orang kepercaayaan Marcell namun berkhianat karena ada sesuatu masalah diantara keduanya.

"Nanti kita adakan rapat," ucap Zella pelan sambil mencari -cari cara untuk mendongkrak omset bulanan yang belum mencapai target.

"Ibu Zella kenapa mebangun usaha sendiri? Bukankah usaha Pak Marcell juga sudah maju pesat?" tanya Galih kemudian merasa penasaran.

"Karena aku mau mandiri. Aku tidak mau bergantung dengan marcell, suamiku," ucap Zella tegas tanpa menjelaskan apapun yang terjadi dalam pernikahannya. Zella bukan tipe wanita yang suka berkoar -koar tentang masalahnya. Dia memilih diam dan melakukan sesuatu melalui tindakannya, seperti saat ini yang Zella lakukan.

Galih mengangguk kecil dan tersenyum penuh arti.

"Biasanya wanita yang menginginkan suatu kemandirian, dia adalah wanita yang sedang menutupi kekecewaannya," ucap Galih sok tahu.

"Itu menurut pandangan laki -laki. Menurutku bukan itu permasalahannya. Aku hanya ingin mandiri, agar aku bisa mengelola bisnis juga. Lelaki itu ibarat barang, dia hanya titipan. Titipan Tuhan, untuk aku. Namanya titipan tentu akan diambil sewaktu -waktu yang terkadang kita sendiri terkejut dan merasa kehilangan. Ya, kalau gak mati pasti akan di ambil pelakor kan?" ucap Zella santai tanpa menuduh.

Galih tertawa keras sampai terbahak -bahak.

"Jadi, Bu Zella sudah tahu?" tanya Galih dengan cueknya.

Kedua mata Zella membola seolah ia kaget dengan ucapan Galih. "Tahu apa?" tanya Zella penasaran.

"Tahu soal Pak Marcell?" ucap Galih seperti orang kelepasan bicara.

"Marcell? Ada apa dengan Marcell?" tanya Zella bingung.

"Ekhemmm ... Tidak ada apa -apa. Lupakan saja, Bu Zella," ucap Galih sedikit gugup.

Galih dan Marcell tetaplah bersahabat. Galih tidak mungkin mengumbar aib Marcell selama ia di percaya sebagai tangan kanannya.

"Kamu telah membuatku penasaran, Galih," ucap Zella sambil menyipitkan kedua matanya seolah ia benar -benar sedang penasaran.

"Maafkan aku, Bu Zella," ucap Galih pada Zella.

"Lih ... Besok kan acara anniversaryku sama Marcell. Kita bikin perayaan di sini. Kita pesan makanan dan makan bersama. Gimana? Setuju gak?" tanya Zella pada Marcell.

"Boleh saja. Kami tidak di undang ke acara itu?" tanya Galih.

"Kalian mau di tanya Marcell? Sekarang kalian bekerja dimana? Kita sudah punya kontrak untuk tidak membeberkan rahasia ini sampa kapan pun," ucap Zella pada Galih.

"Oke. Baiklah," ucap Galih penuh semangat.

***

"Papah? Mamah mana?" tanya Gea yang tiba -tiba saja menangis histreis saat terbangun dari tidurnya dan hanay melihat Papahnya saja.

Arka yang sedang menelepon seseorang pun terganggu. Nanny Gea pun langsung mengangkat Geauntuk dipangku seperti biasa. Namun, Gea malah makin histeris hingga saluran pernapasannya terhambat. Gea sesak anpas.

Arka mematikan ponselnya dan langsung menyuruh supir untuk menggati arah tujuannya ke rumah sakit. Gea seperti orang sekarat. Arka sangat khawatir dengan kondisi Gea.

"Apa yang terjadi pada anak saya, dok?" tanya Arka yang terlihat cukup panik.

"Tidak apa -apa. Semuanya aman saja. Tidak ada yang perlu di risaukan," ucap dokter itu masih memeriksa Gea yang sudah lebih tenang.

"Ohhh ... Syukurlah," jawab Arka lebih tenang.

"Gea sudah bisa di bawa pulang kalau sudah terbangun. Dia memiliki sedikit gangguan kecemasan. Jika cemas berlebihan ia akan menangis hiseris dan sesak. Jaga emosinya agar tetap stabil," ucap dokter itu menjelaskan.

"Gangguan kecemasan? Dia masih kecil, dok," ucap Arka merasa tak yakin dengan apa yang di ucapkan dokter itu.

"Kecemasan biar mengenai siapa saja. Tidak usia dewasa atau anak kecil, ini di timbulkan dari rasa tak nyaman dan emosi hingga muncul rasa cemas yang brelebihan," ucap doketr itu pada Arka.

Arka hanya mengangguk kecil memahami setipa penjelasan dokter itu.

"Baiklah dokter. Saya akan lebih menjaga emosi Gea," ucap Arka pada dokter itu.

"Ya. Itu yang sebaiknya kamu lakukan. Saya permisi dulu. Masih ada pasien lainnya," ucap dokter itu berpamitan.

***

"Argh!! Kenapa setiap hari omset tidak mencapai target!! Pelanggan yang biasanya memesan pun perlahan mulai nenghilang bagai di telan bumi," ucap Marcell keras sambil menggebrak meja.

"Sabar dong sayang," ucap Aluna yang berusaha menyemangati Marcell. Aluna berdiri di belakang Marcell dan memeluk lelaki itu sambil menciumi pipi Marcell.

Tangan Aluna memeluk dada Marcell dari arah belakang dan sesekali keningnya di satukan dengan kepala Marcell.

"Hemmm ... Aku sudah sabar, Luna. Aku hanya tidak ingin besok malam bakal banyak pertanyaan seputar usaha aku ini. Bagaimana aku menjawabnya?" ucap Marcell mulai gusar.

"Jawab saja apa adanya. Persaingan begitu ketat semenjak ada perusahaan baru di kota besar. Siapa sih pemilik perusahaan itu?" tanya Aluna jadi penasaran sendiri.

Marcell masih terdiam di kursinya sambil melipat tangannya di meja kerjanya.

"Ke Cafe yuk? Kita minum? Biar kamu fresh lagi," pinta Aluna pada Marcell.

"Boleh. Tapi puaskan aku semalaman," pinta Marcell bernegosiasi.

"Tanpa kami minta pu, aku sudah pasti melayanimu, Cell," ucap Aluna mencium pipi Marcell berulang kali.

Marcell pun menarik tubuh Aluna dan memangkunya diatas kedua paha Marcell dan menjepit tubuh Aluna diantara tubuhnya dan meja.

"Sepertinya bibirmu sedang perlu nutrisi bukan?" tanya Marcell sambil mencium bibir Aluna dengan gemas.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel