Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 5

BAB 5

HAPPY READING

***

Anja membersihkan tubuhnya dengan air hangat, ia merasakan rileks, dan lelahnya hilang begitu saja. Ia memejamkan mata beberapa detik, otaknya terus berpikir dengan ekstra bahwa ia tidak menyangka kalau ia sudah having sex dengan pria bernama William, pria itu merupakan klien nya sendiri. Bekerja sembilan tahun lamanya di perusahaan ini, baru kali ini ia melakukan hal gila. Ia tidak mengerti jalan pikirannya. Hanya karena dia tampan dan pengusaha sukses, ia rela melakukan hubungan intim dengannya. Rasanya sangat tidak masuk akal, karena selama ini bekerja dengan baik tanpa melakukan itupun pak Willi mau bekerja sama dengan mereka. Kenapa ia mau melakukannya? Apa semata-mata karena uang? Jelas tidak, ia masih memiliki uang di ATM nya, dan penjualanya juga sangat baik dari klien yang aktif. Bonusnya dua kalilipat dari gajinya,

Maslaahnya, selama ini ia tidak pernah terlintas di dalam pikirannya untuk bercinta dengan pria yang baru ia kenal satu jam yang lalu, ia melakukan itu dengan keadaan sadar bukan mabuk. Entahlah ia merasa bahwa ia sudah menjadi wanita yang gampang diajak tidur dengan seorang pria.

Anja ingat kata-kata William yang masih membekas di kepalanya, “Jika kamu ingin, saya akan memberikan apa yang kamu butuhkan”. Ia seperti wanita yang berlebel sugar baby, apa bedanya dengan gundik, mistrees, TTM, apalagi kalau bukan apem mentah yang ada di selangkangan yang akan menjadi incarannya dia sejak awal, yang kalau sedang trun on ada plampiasan untuk dirinya.

Jelas sekali, pak Willi itu hanya ingin bersenang-senang dengannya, apalah artinya uang, karena ia yakin uang yang dimiliki pak Willi itu tidak memiliki seri lagi? Masalanya, kenapa tidak menyewa pelacur saja kalau ingin melakukannya? Bukankah mereka jauh lebih berpengalaman dari dirinya yang hanya bekerja sebagai karyawan. Namun diingat kalau mereka terlalu beresiko penyakit kelamin. Mungkin William mencari aman jika bermain dengannya.

Ia kembali berpikir, seperti apa contoh perjanjian jika menjadi FWB dengan William? Apa dia memberi uang bulanan 40 juta? Sewa apartemen, akomodasi harian, jalan-jalan, salon, piknik, mobil, butik atau badan usaha lainnya? Wah kalau ia meminta itu semua, ia memang bertalenta menjadi simpanan pak Willi, betu-betul teruji bahwa ini merupakan relasi yang sangat menguntungkan. Bua tapa berlebel pacaran jika ikatan ini lebih cepat dapat uang.

Cara kerjanya, tentu saja setelah having seks tentunya akan ada sesi pillow talk. Intinya ia mengesampinkan perasaanya untuk pria itu. Ia tahu kalau William hanyalah ingin ditemani saja, karena dia kesepian. Tugasnya seperti apa selama menjadi partner William? Apa ia harus taken kontrak? Ah, taken kontrak sudah seperti pejabat saja. Apa selama menjalani ini ia tidak boleh punya pacar? Harus siap melayani 24/7, siap menerima kondisi apapun. Wah, ia tidak menyangka kalau ia memikirkan ini secara detail. Oh God, ia sepertinya sudah banyak membaca novel romance yang berseliweran di beranda ponselnya dengan cerita seperti itu terdengar mainstream. Mereka hanya teman, relasi, rekan bisnis apapun itu namanya.

Anja lalu mengambil handuk, dan ia mengeringkan tubuhnya. Setelah itu ia mengenakan handuk kimono yang berada di bawah wastafel. Ia memandang wajahnya di cermin, kacanya terlihat buram, karena uap air hangat. Ia mengelapnya dengan tisu, memandang wajahnya.

Anja keluar dari kamar mandi, ia memandang William, pria itu sedang duduk di tempat tidur, dia hanya mengenakan boxer, rambutnya sedikit lembab, lihatlah tubuhnya sangat sempurna, otot bisep dan dadanya terlihat jelas. Ia yakin William membentuk tubuh seperti itu dengan olahraga yang rutin. Tatapan pria itu teralihkan kepadanya, dia menyungging senyum.

“Hai,” ucap William.

Anja membalas senyuman itu, dan ia melangkah mengambil pakaiannya, “Saya harus pulang ke kantor, saya sedang banyak kerjaan.”

William melirik jam melingkar di tangannya menunjukan pukul 14.20 menit, ia mengangguk, “Ok, saya antar kalau begitu.”

“Ah, enggak usah, saya ke sini tadi bawa mobil sendiri.”

William mengangguk paham, “Yaudah kalau begitu. Ke basement sama-sama, saya juga akan pulang ke kantor,” William beranjak dari duduknya, ia mengambil kemeja dan celananya, begitu juga dengan Anja mengenakan pakaiannya.

Setelah berpakaian Anja memandang penampilannya di cermin, ia mengambil sisir di dalam handbag nya, lalu mengoles makeup pada wajahnya, karena ia harus ke kantor lagi. Selama mereka berpakaian, mereka hanya diam. Mungkin sama-sama canggung setelah berhubungan intim. Masih jelas dalam ingatannya apa yang telah dilakukan oleh dirinya dan William barusan. Ia memandang William sudah berpakaian lengkap dan mengenakan sepatu kulitnya.

Anja dan Willi melangkahkan kakinya menuju pintu utama. Mereka keluar dari kamar, koridor hotel sepi, hanya mereka berdua. Sepanjang menuju lift mereka hanya diam. Ia menatap William yang berada di sampingnya. Lift membawa mereka menuju lantai dasar.

William memandang Anja, “Nanti sekretaris saya akan menghubungi kamu untuk menindak lanjuti kerja sama ini.”

Anja tersenyum dan mengangguk, “Iya.”

Mereka sudah berada di basemen, William mengikuti langkah Anja menuju mobilnya. Wanita itu menghidupkan central lock, ia memperhatikan mobil Anja, mobilnya HRV berwarna putih bentuknya sporty dan terkesan maskulin, mobil dengan 2 seat memang terkesan feminim dan Anja memang sangat pantas menggunakannya. Ia yakin kalau Anja memiliki finansial yang baik sehingga mampu membeli mobil ini.

“Kamu hati-hati di jalan. Fun to drive.”

“Kamu juga.”

“Nanti saya akan hubungi kamu lagi,” ucap William.

“Iya.”

William mencondongkan wajahnya dan mengecup kening Anja, ia memeluk sebentar sebelum melepaskan kepergian Anja. Anja merasakan ketenangan pada dirinya, ia mendongakan wajahnya menatap William. Ia lalu melangkah menjauhi pria itu.

“Saya pulang dulu,” ucap Anja, ia membuka hendel pintu mobilnya.

“Iya.”

William memandang Anja, menghidupkan mesin mobilnya, setalah itu mobil meninggalkan area parkiran. Setelah itu mobil hilang dari pandangannya. Ia kembali ke mobilnya, ia masuk ke dalam. Ia menghidupkan mesin mobil, idak lupa memasang sabuk pengaman.

William teringat apa yang telah ia lakukan terhadap Anjani. Ia tahu bahwa ini merupakan tindakan nekat yang ia lakukan sepanjang hidupnya menawarkan FWB kepada wanita yang baru ia kenal beberapa jam yang lalu. Ia mengambil langkah yang random karena ia merasa bahwa Anjani itu layak bersamanya, dia berwawasan luas, dan dia juga cantik. Ia tidak juga akan mengambil sosok wanita sembarangan.

Damn! Anehnya ia berhubungan intim dengan wanita itu sangat menyenangkan, ia merasakan emosional, rasanya luar biasa padahal mereka baru berkenalan. Jujur saat ini ia ingin intens bertemu ngobrol banyak hal tentang apa saja bersamannya, karena pembicaraan mereka sangat menyenangkan. Semoga saja hubungan mereka tidak sampai di sini, ia perlu Anjani bersamannya apapun statusnya.

***

Anja kembali ke kantor dengan perasaanya senang ia seperti memenangkan tender. Ia merasakan eforia baru dalam hidupnya setiap kali kliennya akan berkerja sama. Ia seperti menatap pundi-pundi uang mengalir setelah ini. Ia tersenyum bahagia, ia melangkah menuju koridor, ia melihat beberapa karyawan sedang berada di kubikel yang sedang mengerjakan pekerjaanya.

Suara ponselnya berdering, ia melihat nomor sekretarisnya pak Willi di sana. Ia bergegegas ke kursi, dan lalu duduk. Ia menyimpan tasnya di meja ia menggeser tombol hijau pada layar ia letakan di telinga,

“Iya, halo,” sapa Anja tenang.

“Selamat sore ibu Anja.”

“Selamat sore juga ibu Tiara,” ucap Anja, ia melirik Tio yang memperhatikannya, ia tahu bahwa staff nya itu kepingin tahu hasil meetingnya bersama pak William, karena jika deal maka tim mereka akan merayakannya.

“Bapak ingin minta ibu untuk memberikan sampel pengujian kualitas material.”

“Baik bu, nanti kita dan team akan memberikan pengujian sampel. Saya harap pak Willi ke pabrik kami, untuk melihat prosesnya langsung, atau jika tidak ingin ke pabrik ke outlet kamu melihat bahan baku.”

“Team kita yang akan ke tempat ibu.”

“Baik. Kapan ibu Tiara dan team mau bertemu?”

“Besok saja. Oiya, pak Willi meminta ibu untuk mengirim MOU segera.”

“Baik bu, akan saya kirim kan.”

“Terima kasih.”

Anja lalu mematikan sambungan telfonnya. Anja menyungging senyum, dan ia tersenyum penuh kemenangan. Kemenangan ini tentu saja berdasarkan kualitas, harga dan praktis.

“Gimana hasilnya bu?” Tanya Tio memandang managernya, ia tidak bisa membayangkan kalau mereka mendapat klien seperti pak William, pak Willi itu memiliki proyek di mana-mana, merupakan pengembangan yang sukses di Jakarta.

“Deal nggak bu?” Tanya Tio lagi.

Anja tersenyum dan mengangguk, “Iya, deal. Ini saya mau kirim MOU sama mereka, besok team mereka mau kita lihat pengujian sampel.”

“OMG! Serius!”

“Iya, serius. Buat di proyek mana?”

“BSD City.”

Tio menutup mulutnya dengan tangan, ia tidak percaya bahwa managernya ibu Anjani bisa meyakinkan pada pengembang itu menggunakan material mereka. Siapa yang tidak kenal BSD City, kawasan pengembangan yang terus berinovasi untuk mengembangkan kawasan eksklusif dan nyaman, lengkap dengan lingkungan kawasan penuh live, learn, work and play yang berbasis smart city. Di sana kawasan yang sudah bernaung komunitas, institusi pendidikan, startup, dan perusahaan multinasional dibidang tenologi digital, dan industry kreatif. Ia pernah ke sana, bangunan modern elegant, memberikan kesan mewah segala bisnis dan usaha.

Semua tim marketing tertuju pada Anja, mereka turut bahagia mendengar bahwa pak William sudah deal dengan mereka. Mungkin setelah ini mereka akan merayakan kemenangan.

“Selamat ya bu,” ucap beberapa karyawan yang menghampirinya.

“Wah, kita dapat project besar.”

“Iya.”

“Oh God, thank you, kita melebihi target bulan ini,” ucap yang lain.

“Udah-udah, kalian kerja lagi,” ucap Anjani menenangkan staff nya.

“Mau di buatin kopi bu?” Ucap Tio.

Anja tersenyum memandang Tio, ia mengangguk, “Iya, boleh, ngantuk nih.”

“Ok.”

Anja melihat Tio ngacir ke pantry, ia lalu membereskan pekerjaanya, dan mengirim MOU kepada sekretarisnya pak Willi. Seketika ia teringat apa yang telah ia lakukan kepada Willi, ah rasanya sangat tidak masuk akal ia tidur dengan kliennya sendiri. Ia termenung beberapa saat setelah mengirim MOU, ia mengigit bibir bawah. Rasanyaa ia sudah hampir gila, andai tadi ia tidak menemui pak Willi lalu mengutus Tio yang bertemu dengan pria itu, ia yakin ia tidak mungkin tidur dengannya. Ia juga tidak yakin jika Tio yang pergi pak Willi akan deal dengan penawarannya.

“Ini bu kopinya,” ucap Tio membuyarkan lamunannya.

Anja mengalihkan pandanganya kepada Tio, ia tersenyum, “Terima kasih,” ia melihat staff nya itu kembali menekuri pekerjaanya.

Ia memandang ke samping, di dekat ruangannya ada dua blok kubikel kecil dan besar, di sana di isi oleh staff-nya, Karen, Tio dan Nia. Di belakangnya terdapat ruangan direktur marketing, pak Emmanuel, dia sudah berumur 59 tahun, katanya jabatannya akan digantikan oleh sang anak dari USA. Ia pernah mendengar kalau beliau memiliki saham 30 persen di perusahaan ini. Perusahaan ini dibangun oleh tiga bersaudara salah satunya pak Emmanuel, walau dia tidak terlalu aktif di kantor.

Beberapa saat kemudian, ia memandan pak Emmanuel keluar dari ruangannya, pria itu masih tampak gagah dengan balutan kemeja biru dan celana hitam. Pria itu berjalan tersenyum kepadanya, mungkin beliau mendengar bahwa pak Willi sebagai target utama mereka menyetujui kerja sama ini. Ia lalu berdiri ketika pak Emmanuel berada di hadapannya.

“Selamat ya ibu Anja, saya dengar pak William sudah menyetujui kerja sama dengan kita.”

Anja tersenyum, “Iya, pak sama-sama.”

“Saya senang dengan kinerja kamu. Kamu selalu luar biasa.”

“Terima kasih pak.”

“Kita akan merayakannya.”

“Iya.”

“Saya suka semangat kamu,” beliau menepuk bahunya.

Anja memandang pak Emmanuel berlalu pergi dari hadapannya, ia kembali duduk di kursi, ia melihat ponselnya bergetar. Ia melihat nomor yang tidak di kenal masuk ke dalam pesan whatsapp nya. Ia membuka notifikasi itu, ia lalu membacanya. Ia tahu siapa pengirim pesan itu walau ia tidak menyimpan nomornya, dia adalah pak William.

William : “Saya senang bisa bertemu kamu, next time kita bertemu lagi.”

Anja lalu membalas pesan singkat itu,

Anja : “Saya juga senang bisa bertemu kamu. Terima kasih, sudah berkerja sama dengan saya.”

Anja mengigit bibir bawah, ia tidak benar-benar seperti wanita penggoda. Tidak lama kemudian pesannya terbalas.

William : “Dalam waktu dekat kita akan bertemu dan bersenang-senang.”

Anja ingin sekali membenturkan kepalanya, ia tidak habir pikir kenapa ini bisa terjadi padanya. Pada akhirnya ia menjadi wanita nakal pada waktunya. Ia sepertinya belum menemukan gunting untuk memutus mata rantai setan ini, ia akan mencatat dosa dan pengalaman paitnya yang akan ia tanggung sendiri.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel