Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Depresi

"Dek kakak mau sholat sebentar,kalau kamu butuh bantuan panggil suster mamah sebentar lagi balik kok," Ujar Zikri sambil mengelus lembut pucuk kepala Abel.

Abel mengangguk sambil tersenyum manis. "Iya kak,"

Setelah itu Abel hanya melihat kepergian kakaknya, dan Abel pun hendak memejamkan matanya sejenak. Namun ia urungkan niatnya karena ia merasa bosan sekaligus kesepian. Abel mengambil remot kemudian menyalakan TV yang ada di kamar rawatnya.

Abel sengaja menonton kartun karena ia tidak ingin terlalu banyak berfikir apalagi terbawa dengan suasana jika ia menonton sinetron. Saat Abel sedang asik tertawa karena kartunnya,tiba-tiba ada seseorang yang membuka pintu kamarnya.

Awalnya Abel berfikir bahwa yang masuk adalah kakaknya,tetapi setelah ia mendengar panggilan dari seseorang tersebut tenyata bukan kakaknya.

"Bel...!!"

Sontak Abel menolehkan wajahnya menatap lelaki yang ada di sampingnya tersebut. Betapa terkejutnya Abel ketika melihat siapa lelaki itu.

"K-KAMU NGAPAIN KESINI? PERGI KAMU, PERGI...!!" Pekik Abel murka, sambil menatap lelaki tersebut penuh kebencian. Abel menangis,ia kembali teringat kejadian yang telah menimpanya.

Lelaki yang telah menodainya,dan membuat dirinya ingin mengakhiri hidupnya,siapa lagi kalau bukan Reynan.

Rey menatap Abel sendu. Tujuan awalnya bukan untuk mrncari keributan disini, Rey hanya khawatir dengan keadaan Abel.

"Aku kesini cuma mau lihat keadaan kamu Bel,nggak ada niat apa-apa selain itu,"

Abel menggelengkan kepalanya. "Aku nggak mau melihat kamu lagi Rey, aku mohon sekarang kamu angkat kaki dari sini,"

Rey masih bersikukuh berdiri di samping Abel,sambil menatap Abel sendu. "Ijinkan aku berbicara sebentar sama kamu Bel,"

"TIDAK!! TIDAK ADA LAGI YANG PERLU DI BICARAKAN, AKU SUDAH MUAK DENGAN SEMUANYA! AKU MUAK MELIHAT WAJAH KAMU REY!" Jawab Abel sambil menangis histeris. Setiap Abel mengingat sesuatu pasti ia akan ingat dengan semuanya, begitu juga bayang-bayang kejadian yang membuat dirinya seperti ini.

"PERGI!!! PERGI!!"

Rey menghela nafasnya kasar, terpaksa ia harus mengalah karena ia tidak mau jika keadaan Abel semakin memburuk. Akhirnya Rey memutuskan untuk pergi meninggalkan ruangan tersebut.

"Oke aku pergi, tapi asal kamu ingat hidup kamu tidak akan tenang sebelum kamu menikah denganku Bel!"

Setelah mengucapkan hal tersebut Rey pergi melangkahkan kaki keluar kamar.

Kini keadaan Abel semakin kacau. Ucapan Rey berhasil memancing emosi Abel sekaligus rasa takutnya lagi. Abel tidak mau hidupnya selalu di hantui rasa penyesalan.

"Aarrhhgtttttt....!!"

Abel menyambar gelas di atas nakas kemudian ia melemparkannya ke lantai, kemudian ia menarik infus yang ada di tangan secara paksa. Piring buah beserta isinya ia lempar juga kelantai, alhasil semua barang yang Abel lempar berserakan ke lantai.

"AKU MAU MATI....!!!"

"Arrrrrrrggggtttt.....!!!"

Teriak Abel begitu kencang sambil terus meraut wajahnya, hingga menyisakan luka disana. Kali ini Abel bemar-benar sangat kacau, bukan hanya fisiknya tetepi jiwanya.

"Abel," Pekik mamah terkejut ketika melihat semua barang sudah berserakan dilantai. Buru-buru mamah menghampiri Abel yang sedang duduk memeluk kakinya sambil menangis histeris.

"Abel kamu kenapa sayang? Kenapa ini berserakan? Terus tangan kamu?"

Mamah terkejut melihat tangan Abel yang berdarah karena ia mencabut infus secara paksa. Abel mendongakkan wajahnya menatap mamahnya yang sedang khawatir dengan keadaan Abel. "Sayang kamu kenapa lepas infusnya?" Tanya mamah marah.

Tetapi Abel sama sekali tidak menanggapi celotehan mamahnya, ia sibuk dengan tangisannya yang semakin menjadi.

Disaat yang bersamaan tiba-tiba pintu kamar terbuka menampakkan sosok lelaki bertubuh kekar dan tinggi.

"Mah? Ini Abel kenapa jadi seperti ini mah?" Tanya lelaki tersebut khawatir.

Abel terus meraut wajahnya sambil berteriak histeris bak orang kesurupan. "Mamah buruan panggil dokter, biar papah yang jaga Abel disini!"

Mamah hanya menganggukkan kepalanya. Kemudian berlalu mencari dokter. Papah menyuruh mamah karena ia takut jika sang mamah tidak bisa mengendalikan Abel, nanti akan berbahaya untuk sang mamah.

"Abel istighfar sayang," Ujar sang papah sambil menghentikan kegiatan Abel yang terus meraut wajahnya, melempar semua barang yang ia pegang.

Papah semakin kuwalahan dengan tingkah Abel, untung saja tidak lama kemudian mamah monica datang bersama dokter dan beberapa perawat.

"Ya allah ini kenapa pak?" Tanya dokter tersebut terkejut.

Papah Bram hanya menggelengkan kepalanya, ia juga tidak tau karena ia juga baru saja sampai. "Saya juga tidak tau dok, saya baru sampai dari luar kota. Begitu saya masuk sudah seperti ini." Celetuk Bram sangat khawatir.

Kemudian dokter dengan segera memeriksa keadaan Abel. Namun saat dokter mendekat Abel malah berteriak hiateris.

"PERGI!!! AKU MAU MATI!! BIARIN AKU MATII...!!!"

"Istighfar sayang," Pinta sang papah namun tidak di dengar oleh Abel sama sekali.

Sementara sang mamah sudah menangis sejak tadi. Mamah monica tidak bisa berkata apa-apa lagi melihat keadaan putrinya yang sangat kacau. Ia menyesal karena tidak bisa menjaga putrinya dengan baik.

"Bapak dan ibu sebaiknya keluar, biar saya dan rekan saya mengatasi Abel."

Mamah dan papah Abel hanya patuh, kemudian mereka berdua berjalan keluar untuk menunggu dokter menangani Abel.

"Pah maafin mamah, mamah tidak bisa menjaga Abel hiks!"

"Gapapa mah, semua ini bukan salah mamah, semua ini musibah mah!"

Mamah monica menangis di dalam pelukan sang suami. Ia baru saja merasa lega karena Abel sudah siuman, kini ia kembali harus merasakan syok sekaligus khawatir karena Abel kembali kacau.

"Zikri mana mah? Sejak tadi papah tidak melihat dia,"

Mamah monica hanya menggelengkan kepalanya karena ia benar-benar tidak tau. Sebelum ia pergi, ia menitipkan Abel kepada Zikri.

"Tadi mamah nitipin Abel sama Zikri, tetapi begitu mamah kembali Abel sudah seperti itu dan tidak ada Zikri."

"Kemana dia?"

Disaat yang bersamaan Zikri pun muncul dengan keadaan fresh,bahkan ujung rambutnya sudah basah karena bekas air wudhu.

"Pah! Mah!"

"Dari mana kamu?" Tanya Bram begitu ia melihat Zikri tengah berdiri di depannya.

"Sholat,"

"Kamu tuh, tadi dimintain mamah buat jaga adik kamu, malah kamu tinggal pergi!" Marah Bram kepada Zikri.

Zikri semakin bingung dengan keadaan saat ini. Kenapa mamahnya menangis? Dan kenapa papah semakin marah? Apa sedang terjadi setelah ia tinggal.

"Sebenarnya ini ada apa sih pah? Abel kenapa? Dan kenapa kalian diluar?"

"Bodoh bisa-bisanya kamu masih bertanya? Kamu tuh bisa nggak sih jadi kakak bertanggung sedikit!"

Detak jantung Zikri berdenyut semakin cepat, pasti terjadi sesuatu dengan adiknya, buktinya papahnya sampai marah besar kepadanya. Zikri tidak bisa menjawab apa-apa lagi, pikirannya terfokus kepada adiknya di dalam sana.

Ceklek...

Saat mereka sedang sibuk dengan pikirannya masing-masing, detik itu juga pintu terbuka menampilkan dokter yang sedang keluar dari dalam kamar di temani beberapa rekannya.

Buru-buru Zikri menghampiri dokter, diikuti oleh mamah dan papahnya.

"Bagaimana keadaan adik saya dok?" Tanya Zikri dengan nada khawatir.

"Sebenarnya apa yang sudah terjadi kepada putri saya dok?" Tanya Bram tak kalah khawatir.

"Jadi Abel mengalami depresi, salah satu penyebabnya adalah beban pikiran dan tekanan yang ia pendam sendirian. Bisa saja karena ia merasa kesepian secara berlarut."

Zikri memijat pelipisnya. Sedangkan papah dan mamahnya sedang sibuk dengan penyesalannya karena meninggalkan anaknya.

"Apakah kita bisa masuk?" Tanya Zikri.

Dokter tersebut mengangguk. "Tetapi salah satu ada yang keruangan saya untuk mengambil resep."

"Saya akan kesana," celetuk Papah Bram.

Sementara Mamah Monica dan Zikri masuk kedalam untuk melihat keadaan Abel.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel