Bab 11 Where are You?
Bab 11 Where are You?
Tubuh Danish mulai terpojok ke arah dinding, sementara Linda semakin buas melihat dada bidang milik Danish yang sangat sexy, pesona Danish memang tidak bisa ditolak oleh wanita manapun. Di luar sana hanya perempuan bodoh saja yang tidak bisa terpikat dengan ketampanan Direktur De Beauty. Satu persatu kancing kemeja Danish terlepas, desahan manja terus saja mencoba menerobos pertahan Danish, tetapi Danish hanya diam dan menikmati setiap sentuhan yang diberikan Linda kepadanya. Bibir keduanya hampir tak berjarak.
“Mas, aku rela melakukan apapun demi Mas Danish, ayo Mas lakukan apapun yang Mas mau lakukan kepadaku, dengan senang hati aku akan membalas setiap belaian yang kamu berikan. Aku yakin Kamu akan menikmati semua ini, Mas”
Linda tidak tinggal diam, kali ini rencananya harus berhasil. Hubungan Danish dan istrinya sudah retak, kesempatan ini tidak boleh gagal lagi. Terakhir kali saat mereka hendak melakukannya, Kamila mengacaukan segalanya dan membuat Linda gigit jari karena Danish meninggalkannya seperti sampah yang terbuang. Tetapi kali ini sikap dingin Danish mulai luluh dan jatuh dalam pelukannya, pertahanan Danish mulai lemah membuat ia ingin segera menikmati setiap lekukan tubuh sekertarisnya, Linda mendekatkan bibirnya dan melumat manja bibir Danish.
“Mas aku sayang sama Mas Danish, aku siap menggantikan posisi Kamila sebagai istri Mas. Aku tidak akan seperti istri Mas, dia hanya perempuan bodoh yang tidak tahu untung”
Mendengar semua itu, Danish yang telah menikmati sebagian tubuh Linda menghentikannya, lalu mendorong tubuh Linda ke Sofa
Brakkk!
Tubuh Linda terpental keras, tatapan sinis Danish mulai mengarah ke arah Linda. Peraduan itu harus berakhir karena ucapan Linda yang mulai merendahkan Kamila membuat Kuping Danish menjadi panas.
“Jaga ucapanmu itu! Kamila jauh lebih baik dan tidak murahan seperti kamu. Saya tidak akan pernah menggantikan posisi Kamila dengan seribu perempuan seperti kamu Linda.”
“Apa? Aku tidak salah dengar kan Mas, mana ada perempuan pintar akan membiarkan suaminya mencari wanita lain. Kamila itu bodoh, sangat bodoh, bahkan karena kebodohannya dia membuat kamu mencari perempuan murahan sepertiku sekedar memenuhi hasratmu. Aku bicara fakta Mas, aku juga tahu Mas Danish bermain gelap tidak hanya dengan aku saja, tetapi dengan karyawan lain juga Mas melakukannya.”
“Diam kamu Lin! Cepat keluar dari ruangan ini atau saya pecat kamu dari sini!” usir Danish menunjuk Linda dan mengarahkan tangannya ke arah pintu agar Linda segera keluar dari ruangannya.
Dengan wajah kesal Linda mulai memungut bajunya yang sempat tercecer di lantai dan merapikan rambutnya. Sadar karena Danish benar-benar marah dengan apa yang ia ucapkan membuat Linda pergi meninggalkan Danish.
Wajah Danish mulai menatap kosong ke depan. Air matanya tak terbendung menangisi rasa bersalahnya kepada Kamila. Beberapa kali tangannya memukul meja dengan sangat keras. Danish merasa menyesal karena kali ini ia kembali menikmati tubuh Linda. Wajah Kamila terus saja terbayang dalam pikirannya. Jika Kamila tahu tentang apa yang Danish perbuat hari ini, mungkin Kamila akan benar-benar meninggalkannya. Bahkan Kamila tidak akan peduli dengan Nyonya Kin lagi yang sudah menganggapnya sebagai memantu terbaik dalam keluarga Aryasatya.
Hiks hiks hiks!
“Mila aku minta maaf.Aku salah sama kamu. Seandainya kamu melihat semua ini, mungkin kamu akan benar-benar meninggalkanku.”
***
Sepulang dari kantor, Danish mendapati makan malam sudah terhidang di atas meja makan. Danish mengira Kamila masih mengurung diri di dalam kamar seperti biasanya, untuk kesekian kalinya Danish harus makan malam sendiri tanpa ditemani oleh Kamila. Sudah tujuh 7 bulan tetapi Kamila masih saja tetap diam. Terakhir pertengkaran mereka, Kamila meminta pisah kamar Danish. Sedalam itu rasa sakit yang tersimpan di hati Kamila, bahkan Danish hampir putus asa meminta maaf kepada Kamila.
“Bibi! Kamila mana?” Matanya setengah sendu menanyakan keberadaan istrinya.
“Maaf Den, Bibi tidak tahu dari tadi sore Nyonya Kamila belum keluar kamar untuk makan malam, bibi sudah memanggilnya tetapi Nyonya diam saja,”
“Hmmmm begitu ya, mungkin fia sedang capek Bik. Bik saya tidur di sofa dulu ya mau nungguin Kamila keluar kamar, nanti kalau Mila keluar tolong Bibi segera bangunkan saya”
“Siap Den.”
Danish menghempaskan tubuhnya ke atas sofa lalu tidur menunggu istrinya keluar dari kamar. Tanpa melepaskan sepatunya Danish sudah terlanjur pulas tidur karena kelelahan seharian bekerja di kantor dan menghadapi Linda yang hampir saja membobol pertahanan Danish. Biasanya setelah pulang dari kantor Kamilalah orang pertama yang menyambut Danish dengan penuh cinta dan perhatian. Dulu Kamila selalu memanjakan Danish setelah pulang bekerja seperti menyiapkan makan malam, membukakan sepatunya, bahkan Kamila siap melayani Danish yang baru saja pulang kerja. Semua Kamila lakukan karena rasa sayang Kamila kepada Danish. Kamila sangat lihai memanjakan suaminya, bahkan Danish sering merasa kasihan karena mendapati Kamila yang tertidur di atas meja makan hanya untuk menunggu dirinya pulang kerja.
Namun, semenjak beberapa bulan terakhir, moment itu sangat langka Danish rasakan dari Kamila, bahkan senyuman manis dari wajah bulat Kamila sudah jarang diperlihatkan oleh istrinya. Danish harus terbiasa dengan semua perubahan sikap Kamila, karena semua ini berawal dari perselingkuhannya bersama Linda terbongkar di depan Kamila sendiri.
Jam sudah menunjukkan pukul 02.00 WITA dini hari, tetapi Kamila belum saja keluar untuk makan malam. Bibi Ijah merasa khawatir bukan kepalang, mengingat Kamila benar-benar harus menjaga kesehatan karena tumor ganas yang bersarang di tubuhnya terus saja membuat kesehatan Kamila turun drastis. Bahkan sekarang tubuh mungil Kamila mulai mengurus, ditambah Kamila sudah jarang melakukan perawatan ke salon membuat badannya sedikit tidak terurus. Hanya di depan Nyonya Kin Kamila berusaha menjaga penampilannya agar terlihat baik-baik saja di depan mama mertuanya.
Bibi Ijah beberapa kali naik ke lantai, memperhatikan pintu kamar tamu tempat Kamila tidur, berusaha memastikan di kamar itu ada tuannya yang sedang berbaring tidur, khawatir terjadi apa-apa, Bibi ijah terpaksa membangunkan Danish dari tidurnya.
“Den bangun Den, Den Danish! Nyonya Kamila—”
Mendengar nama Kamila disebut oleh Bi Ijah membuat Danish membuka matanya dan memperhatikan setiap apa yang ada di depannya, berharap Kamila duduk di meja makan menghabiskan setiap makanan yang telah Bi ijah siapkan
“Ehhhh iya Bibi, Kamila mana?”
Wajah ragu terlihat dari Bik Ijah menjawab pertanyaan dari Danish. “Anu Den, Nyonya Kamila belum turun dari kamarnya, bibi sudah beberapa kali memeriksa kamar Nyonya Kamila tetapi tidak ada jawaban Den. Bibi takut terjadi apa-apa dengan Nyonya, coba Den Danish periksa keadaan Nyonya. Bibi khawatir dengan kondisi Nyonya yang setiap hari terus menurun Den.”
“Apa? Mila belum turun untuk makan malam. Baiklah Bik saya coba periksa ke kamarnya dulu. Saya juga khawatir dengan keadaan Mila.”
Dengan wajah cemas Danish menaiki setiap anak tangga dan langsung memeriksa istrinya, berharap tubuh mungil Kamila benar-benar tertidur pulas di atas ranjang.
“Mil—“
Dan ternyata benar saja Kamila tidak ada di kamarnya. Mata Danish memeriksa, mencari ke setiap sudut kamar tamu. Danish panik mencari Kamila ke sekeliling rumahnya, dan hasilnya nihil. Kamila tidak ada di setiap sudut ruangan.
Dalam keadaan panik seperti ini, menelpon polisi adalah pilihan terakhir Danish. Ia tidak ingin terjadi apa-apa dengan Kamila. Baginya tidak apa Kamila diam dan tidak memperdulikan dirinya, Danish ikhlas, tetapi jika Kamila meninggalkannya, Danish akan merasa hancur karena wanita yang ia cintai tidak ada di sampingnya lagi.
Dengan napas terengah-engah, Danish berusaha memperhatikan setiap jalan yang dilewatinya, berharap Kamila belum pergi jauh. Danish terus saja menangis memandangi foto istrinya di ponsel.
“Where are you Mil?”
Sudah hampir jam 5 pagi hari Danish tetap saja berusaha mencari Kamila. Pikiran Danish kelud tidak karuan. Kondisi Kamila kian hari kian memburuk membuatnya benar-benar khawatir. Bahkan Danish mencari Kamila ke rumah teman-temannya, berharap Kamila ada di sana dan Kamila masih belum ditemukan hingga menjelang subuh.
Danish pulang dengan tangan kosong, Kamila benar-benar tidak ia temukan, perasaan kesal bercampur marah menyatu dalam diri Danish, beberapa kali ia menyalahkan dan menampir pipinya.
Dari dalam mobil Danish mata Danish tertegun dengan sosok perempuan yang tertidur di rooftop, tempat dulu mereka sering menghabiskan waktu berdua, tempat itu adalah tempat mereka bercengkrama.
“Mila—“
?