Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Flucht : 3

Sepanjang sisa perjalanan dirinya dan Ethan kembali ke Malibu, hanya ada kebisuan, menghadirkan keheningan yang terasa bagai berada di sebuah pemakaman, mencekam dan terasa kaku. Emily tahu jika Ethan suaminya merasa marah dan ia mencoba untuk menyembunyikannya. Emily telah berusaha untuk memperbaiki situasi, namun Ethan bergeming.

Emily menatap keluar jendela mobil, pikirannya berkeliaran mengamati pemandangan yang berhasil ditangkap oleh manik mata hijaunya. Pikirannya kembali melayang pada sosok yang menatap dirinya di pojokan resto beberapa menit yang lalu. Bayangan saat mobil melaju meninggalkan rumah keluarga Watson. Seketika Emily merasakan kepalanya mulai terasa pening.

Ethan meraih telapak tangan Emily dengan tiba-tiba hingga membuatnya tersentak kaget. Keduanya hanya bertatapan sebentar sebelum Ethan kembali fokus pada jalanan di hadapannya. Ethan memberikan kecupan di punggung tangan Emily, dan setelahnya ia genggam dengan erat seakan menunjukan kepemilikan akan Emily. Ethan yang berubah menjadi pria yang sangat posesif.

“Maafkan aku, Em,” desis Ethan.

“Maaf untuk apa?” tanya Emily yang terdengar bingung.

Jemari keduanya masih saling bersilang. “Membuatmu tidak nyaman dengan kecemburuanku,” jawab Ethan terus terang sambil menoleh sebentyar. Emily termangu dengan pengakuan Ethan yang terdengar bagai sesal.

Emily menarik tangannya untuk meraih wajah Ethan dari samping sebelum mendaratkan kecupan di pipi Ethan. “Kau pria yang aku cintai. Aku yang memilihmu, jangan pernah lupakan itu, Ethan Patrick Davis,” bisik Emily di telinga Ethan hingga membuat Ethan melirik dari sudut matanya sambil memamerkan senyuman yang menawan. Emily merasakan debaran hebat di dalam dirinya menyaksikan suaminya yang tampan tersenyum untuknya.

Emily kembali menatap ke jalanan yang terhampar di hadapannya. “Ethan.” Emily memanggil dengan suara pelan dan Ethan menyaut dengan spontan, “Ya.”

Emily terdiam lagi sebelum Ethan menoleh sebentar untuk mengamati Emily yang duduk di jok penumpang tepat di sampinnya. “Apa kau mencemaskan sesuatu?” tanya Ethan sambil mengelus-elus punggung telapak tangan Emily yang sudah ia genggam kembali.

Emily tertunduk, menangkup telapak tangan Ethan yang menggenggam telapak tangannya. “Entahlah, mungkin hanya perasaanku saja,” ujar Emily pendek dan terdengar gusar bagi telinga Ethan dan tiba-tiba mobil berhenti di tepian jalan hanya dengan sekali pijakan kaki Ethan di atas pedal rem, membuat tubuh keduanya nyaris terpelanting ke depan.

“Kau yakin?” tanya Ethan dengan posisi duduk menghadap pada Emily yang seketika duduk tegak. Emily menghelaan napas panjang dan tertunduk sesaat sebelum kembali menatap Ethan di hadapannya. “Katakan ada apa?” desak Ethan.

“Aku, bukan apa-apa.”

“Sungguh? Kau yakin?” buru Ethan lagi dan membuat Emily sadar jika Ethan mencemaskan keadaannya.

“Ya, aku yakin,” kata Emily dengan segumpal kebohongan. Ethan masih menatap Emily untuk beberapa detik setelahnya, menatap dengan tatapan lurus yang seakan ingin membaca ekspresi wajah Emily. Emily menyingkirkan telapak tangan Ethan dari tangannya, sebelum Emily mengulurkannya dan mendarat di pipi Ethan. Emily membelai pipi Ethan, merasakan tekstur kasar wajah Ethan yang membiarkan rambut halus di wajahnya tumbuh. “Bawa aku pulang,” ucap Emily.

Ethan menyentuh bibir Emily dengan ujung ibu jarinya. “Tentu,” timpal Ethan dengan kecupan di kening Emily.

Emily tersenyum saat dirinya menonton Ethan yang sedang bercukur, menyingkirkan bulu halus yang tumbuh di wajahnya. Emily suka menyaksikan Ethan yang sedang bercukur. Ethan akan mendorong dagunya ke atas dan mencukur dari bawah, sengaja berlama-lama saat dia menyapukan alat cukur di genggamannya, dan Emily termangu tanpa sadar sambil menirukan gerakan Ethan. Menarik bibir atasnya ke bawah seperti yang dilakukan Ethan, melakukan gerakan untuk mencukur philtrum lekukan di atas bibir. Ethan berbalik dan menyeringai pada Emily, sebagian dari wajah Ethan yang tampan masih tertutup busa untuk bercukur.

“Menikmati pertunjukan, Em?” tanya Ethan dengan tiba-tiba yang membuat wajah Emily merona.

Emily bisa menonton Ethan selama berjam-jam, mengamati suaminya membersihkan diri. Bergerak dengan tubuh yang hanya mengenakan juba mandi. “Salah satu favoritku,” bisik Emily, Ethan membungkuk dan mencium Emily dengan cepat hingga menyebabkan busa cukurnya mengolesi wajah Emily.

“Haruskah aku melakukan ini padamu?” Ethan berbisik dengan nakal dan mengangkat pisau cukur, membuat Emily mengerutkan bibir padanya.

“Tidak,” gumam Emily, pura-pura merajuk dengan memanyunkan bibir tipisnya. “Aku akan wax lain kali saja,” Emily mendengus sambil menyandarkan kepalanya pada bahu Ethan disusul dengan melingkarkan kedua tangannya pada pinggang Ethan untuk bergelayut manja.

Ethan senang dengan kemanjaan yang kadang ditunjukan istrinya. Emily bukanlah jenis wanita manja, dan saat sikap itu ditunjukan Emily, Ethan merasa bersyukur. Ethan ingin membahagiakan Emily sepanjang hidupnya. Menepati janji pernikahan yang telah ia ikrarkan di hadapan semua orang.

Ponsel Emily berdering kencang. Emily telah meletakkan ponselnya di nakas samping tempat tidurnya. “Ponselku,” ujar Emily sambil menyingkirkan tangannya dari tubuh Ethan dan bersiap melangkah.

“Hey, kau akan ke mana?” Ethan meraih pergelangan tangan Emily, menghentikan niatnya untuk pergi dengan tyergesa-gesa. “Ponselku berbunyi, ED. Kau dengar?” sahut Emily. Ethan melepaskan tangan Emily sebelum melangkah keluar dari kamar mandi menuju nakas.

Emily terdiam sambil memandangi ponselnya. “Siapa yang meneleponmu, Sayang?” tanya Ethan lantang dari kamar mandi. Sederet nomor yang tidak Emily kenali. “Aku tidak mengenali nomornya,” jawab Emily tidak kalah lantang. Deringnya berhenti sebelum ia menjawabnya. Panggilan berhenti setelah dua kali, dan ponsel Emily kembali gelap.

Emily menghempaskan tubuhnya ke atas kasur, rasanya begitu nyaman. Menatap langit-langit kamar. Pikiran Emily berputar-putar mengalahkan lelah yang tubuhnya rasakan, hingga dirinya tidak menyadari langkah Ethan.

Ethan tiba-tiba bergerak, berbaring di atas Emily, menekan tubuhnya ke kasur, satu tangan menangkup dagu Emily, sementara tangan yang lain meluncur di atas permukaan kulit tubuh Emily, bergerak menuju payudara Emily, pinggangnya, pinggulnya, dan di sekitar punggung Emily.

Ethan mencium Emily lagi sambil mendorong kakinya di antara kaki Emily, lalu mengangkat lutut Emily, dan menggertak giginya pada gigi Emily. Kemaluan Ethan telah menengang di antara pakaian Emily dan juga gairahnya.

Ethan hanya mengenakan piyama mandi dan Emily terkesiap sambil mengeluh di bibirnya, Emily tenggelam pada gairahnya yang kuat hingga ia mengabaikan ponselnya yang kembali berdering. Mengetahui bahwa Ethan menginginkannya, bahwa Ethan membutuhkannya, itulah yang terpenting bagi Emily saat ini. Emily mencium Ethan dengan pelepasan yang baru, menelusuri jarinya di atas rambut Ethan, mengepalkan tangannya, memegangnya dengan erat. Ethan telah menjadi miliknya. Emily tak akan pernah melupakan hal itu.

Ethan terasa begitu lezat dan beraroma khas Ethan. Emily suka dengan rasa suaminya.

Tiba-tiba, Ethan berhenti, berdiri, dan menarik Emily dari tempat tidur membuat keduanya berdiri berhadapan. Emily tampak bingung. Ethan membuka kancing celana pendek yang dikenakan Emily dan berlutut dengan cepat, menyentaknya dan celana Emily terbuka, dan sebelum Emily bisa bernapas lagi, Emily kembali ke tempat tidur di bawahnya dan Ethan menyibakkan piyama mandi yang dikenakannya. Emily masih saja terkesima melihat tubuh berotot Ethan yang berotot dan berhias beberapa buah tattoo. Lengannya, dan perutnya yang kotak-kotak serta miliknya yang ukurannya disukai Emily.

Ethan memegang kepala Emily dan tanpa basa-basi, Ethan mendorong dirinya ke dalam tubuh Emily, membuatnya menjerit, karena terkejut bukan karena sakit, tapi Emily masih bisa mendengar desisan napasnya yang ditekan melalui giginya yang terkatup.

“Eeemm,” Ethan mendesis di dekat telinga Emily, membuat tubuhnya terasa bergetar hebat dalam sekejap. Ethan memutar pinggulnya sekali, mendorong lebih dalam, memenuhi rahim Emily, membuatnya mengerang. Ethan melakukanya berulang-ulang. “Aku membutuhkanmu, Em,” geram Ethan, suaranya rendah dan serak. Gigi Ethan bergerak di sepanjang rahangk Emily, menggigit dan mengisap, dan kemudian dia mencium Emily lagi dengan ciuman yang keras. Gairah Emily mulai merambat, melingkupi dirinya tanpa ampun.

Emily membungkus kaki dan lengannya di sekeliling tubuh Ethan, menggelatung dan memeluk Ethan dengan keras pada tubuhnya, bertekad untuk menghapus apa pun yang mengkhawatirkan dirinya, melenyapkan kecemburuan Ethan tadi siang, dan Ethan mulai bergerak, bergerak seperti dia berusaha untuk mendaki dalam tubuh Emily.

Ethan telah membuat Emily telanjang dari pinggang ke bawah sebelum benar-benar membuat Emily telanjang sepenuhnya. Menampakkan kemolekan tubuhnya dengan kulit yang putih pucat.

Lagi dan lagi, ketakutan, sikap primitif, jiwa putus asa, dan sebelum akhirnya Emily tersesat dalam irama yang gila dan kecepatan yang Ethan atur, dari semua gerakan Ethan, setiap hentakan saat miliknya meluncur masuk dalam tubuh Emily, Emily tahu kecemburuan Ethan terhadap Aiden masih membara, membakar dirinya. Emily ingin melenyapkan semua itu, dan ia juga membutuhkan Ethan untuk mengenyahkan pikirannya akan bayang-bayang sosok di pojok ruangan resto.

Gairah Emily terbangun hingga dirinya dibanjiri oleh sensasi yang diciptakan Ethan pada tubuhnya. Dorongan Ethan dibalas dengan dorongan serupa oleh Emily hingga terdengar Ethan bernapas dengan keras, berat dan tak beraturan di telinga Emily.

Ethan bukan pria yang pandai menyembunyikan gairahnya di hadapan Emily. Ia tahu jika suaminya sangat mendamba berada dalam tubuhnya. Emily mengerang keras, terengah-engah. Ini begitu erotis, kebutuhan Ethan akan Emily, dan sebaliknya. Emily menggapai, dan Ethan membuatnya lebih tinggi, menguasai Emily, mengambil jiwa dan raga Emily, dan Emily menginginkan lebih.

Ethan sangat menginginkan pelepasan untuk dirinya dan untuk Emily. Ethan bergerak maju mundur dengan lembut berganti dengan hentakan hingga membuat sekujur tubuh Emily menggelinjang karena sensasi. “Datanglah bersamaku, Em sayang.” Emily tidak lagi menyimak apa yang dikatakan Ethan, suaminya. Emily hanya mengenali kemaluan Ethan yang bergerak liar di dalam kemaluannya. Ethan mengoyangkan pinggulnya dengan napas terengah-engah sebelum ia mengangkat Emily untuk duduk di atas tubuhnya hingga membuat Emily melepaskan pelukannya di sekeliling tubuh berotot Ethan.

“Buka matamu, sayang,” perintah Ethan lalu ia mencium bibir Emily dnegan rakus sementara Emily bergerak naik turun di atas tubuh Ethan yang mengeras. “Aku ingin kau melihatku.” Suara Ethan sangat mendesak, penuh gairah. Ethan telah menggulingkan tubuh Emily kembali ke atas tempat tidur. Mata Emily berkedip terbuka sejenak, dan melihat Ethan di atasnya, menjulang di hadapannya dengan wajah yang tegang dengan semangat, mata Ethan liar dan bersinar. Gairah yang ditunjukan Ethan dan cintanya adalah kehancuran Emily. Emily meledak dengan sekali dorongan keras yang Ethan berikan hingga membuat Emily mendongakkan kepalanya ke belakang saat tubuhnya berdenyut di bawah tubuh Ethan.

“Ooooh, Em,” teriak Ethan dua detik sebelum bergabung dengan klimaks yang dirasakan Emily. Ethan mendorong kian ke dalam tubuh Emily, kemudian diam dan ambruk di atas tubuh Emily. Napas keduanya yang terengah-engah disertai dengan keringat yang bercucuran.

Ethan berguling hingga Emily tergeletak di atas tubuhnya, dan kemaluan Ethan masih berada di dalam tubuh Emily. “Ethan.” Suara Emily yang terdengar seakan baru tersadar dari orgasmenya dan tubuhnya mulai tenang dan terkendali. Emily melirik ke atas dari dada bidang Ethan untuk memeriksa wajah tampan milik suaminya. Mata Ethan yang tertutup dan lengannya membungkus tubuh Emily, menempel ketat. Emily mendaratkan ciumannya di atas permukaan kulit dada Ethan yang lapang.

“Ethan,” desis Emily sambil menggerakkan telapan tangannya di atas dada Ethan.

“Ya.” Suara Ethan terdnegar serak disusul kecupan di kening Emily.

Emily mengangkat sedikit kepalanya untuk bisa menatap langsung ke dalam mata Ethan. “Katakan padaku, ED, apa kau masih cemburu?” Emily bertanya dengan suara lembut dan ia menunggu Ethan menjawab setelahnya. Emily tetap berusaha untuk berhati-hati meski setelah puas dengan seks, Ethan akan memberitahunya. Ethan tidak menjawab hingga beberapa detik.

“Ethan.” Emily merasakan lengan Ethan yang mengencang di sekitar tubuhnya lagi, tapi itu satu-satunya respon yang Ethan berikan. Sebuah inspirasi menghinggapi Emily. ”Ethan. Aku memberikan sumpah suciku untuk menjadi teman setiamu dalam keadaan sakit dan sehat, untuk bertahan di sisimu dalam saat baik dan buruk, untuk berbagi sukacita serta kesedihan bersamamu, ED,” gumam Emily.

Ethan membeku. Satu-satunya gerakan darinya adalah membuka mata lebarnya yang tak terukur dalamnya dan menatap saat Emily terus melanjutkan mengucap janji pernikahannya. “Aku berjanji untuk mencintaimu tanpa syarat, untuk mendukungmu mencapai keberhasilan dan impianmu, untuk menghormati dan menghargaimu, tertawa bersamamu dan menangis denganmu, dengan berbagi harapan dan impian denganmu, dan membawakan kebahagiaan untukmu di saat kau membutuhkannya.” Emily berhenti dan Ethan melihatnya, bibir Ethan terbuka, tetapi tidak mengatakan apapun. “Dan untuk menyayangimu selama kita berdua hidup.”

Emily menghela napas. “Oh, Baby,” bisik Ethan dan bergerak, memutus tatapan berharga keduanya sehingga mereka berbaring bersisian. Ethan mengusap wajah Emily dengan punggung buku-buku jarinya. “Aku bersumpah bahwa aku akan menjaga dan memegang kasih dan penyatuan kita dari lubuk hati terdalam dan dirimu,” Ethan berbisik dengan suara paraunya yang terdengar seksi di telinga Emily. “Aku berjanji untuk mencintaimu, Em, dengan setia, mengabaikan orang lain, melalui saat baik dan buruk, dalam keadaan sakit atau sehat, terlepas di mana kehidupan membawa kita. Aku akan melindungimu, mempercayaimu, dan menghormatimu. Aku akan berbagi kegembiraan dan kesedihan dan menghiburmu pada saat dibutuhkan. Aku berjanji untuk menghargaimu dan menjunjung tinggi harapan dan impianmu tetap aman dan tetap di sisiku. Semua milikku sekarang milikmu. Aku memberikan diriku, hatiku, dan cintaku saat ini dan selama kita berdua hidup,” lanjut Ethan yang membuat air mata menggenangi mata indah Emily. Emily menatap dengan tatapan mata yang yang berkaca-kaca.

“Ethan,” desis Emily menghadiahi Ethan dengan kecupan.

Ethan memeluk tubuh Emily dan menekan hidungnya ke rambut Emily, menghirup napas dalam saat ia membelai lembut punggungnya. Emily tidak tahu berapa lama mereka berbaring telanjang di sana tanpa sehelai benangpun, tapi akhirnya Ethan memecahkan keheningan yang nyaman antara mereka. “Aku merasa kau menyukai kecemburuanku, Em.” Spontan Emily mendongak, menatap mata Ethan.

Emily tersenyum miring. “Sungguh kau cemburu?” tanya Emily penasaran dan ia beranjak, lalu duduk di atas tubuh Ethan, mengangkanginya disusul dengan suara kekehan Ethan. “Ya aku cemburu, Mrs. Davis,” ujar Ethan seraya menangkup payudara Emily, meremas dan memilin putingnya yang tiba-tiba tegang. “Kau harus dihukum, Em,” desis Ethan saat mendapati Emily yang berusaha bertahan dari gairahnya sendiri. “Eth…” desis Emily.

“Tidak semudah itu, Baby,” timpal Ethan sambil mengangkat tubuh Emily dengan mudah seakan berat badan Emily tidak ada artinya. Emily telentang kembali di atas kasur dengan kedua kaki terbuka di atas bahu kekar Ethan, dan Ethan tenggelam dalam lipatan antara kedua paha Emily setelahnya. Ethan menjilat dan menyesap di kemaluan Emily hingga membuatnya menengadah dengan desahan penuh gairah.

“Ethan,” desah Emily panjang dan ia tidak tahan dengan gairahnya sendiri.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel