Pustaka
Bahasa Indonesia

Flucht - E Series #2

82.0K · Tamat
Ari Kurnia
49
Bab
976
View
9.0
Rating

Ringkasan

Sequel Escape - E Series #1Mendapati orangtuamu yang ditemukan tewas tanpa kepala, membawa pada dendam. Rasa sakit hati, keinginan membalas yang membabi buta, hingga ide untuk menyakiti terbersit bahkan sudah terniatkan dalam benak dan otaknya."Semua karena mu, Em. Semua karena keluargamu," desis pria itu dengan seringai jahat.Ditatapnya pemandangan diluar jendela apartemen yang berada di area kumuh. Deretan apartemen bercat warna-warni dengan di hiasi tali jemuran yang di balkon. Apartemen yang berhimpitan satu sama lain. "Keluarga Del Castillo. Tunggu pembalasan dariku Ellard Osbert Del Castillo."

ThrillerRomansaBillionaireSuspensePernikahanRevengeLove after MarriageDewasaPerselingkuhanBaper

Flucht : 1

Komitmen pernikahan antara Emily dan Ethan Davis, keputusan keduanya untuk melangkah lebih jauh dalam sebuah hubungan yang nyata. Rasanya bagai mimpi dalam hidup Emily. Meski sesungguhnya tidak hanya Emily yang merasakan hal itu. Begitu juga dengan Ethan. Petualangan panjang dalam kisah cintanya, pencarian dan takdir telah mempertemukan keduanya.

Pertemuan Emily dan Ethan diawal yang mungkin terasa menyebalkan bagi mereka berdua, namun tidak benar-benar pernah keduanya sesali. Ethan lah yang menyelamatkan Emily. Meski dengan banyak rahasia yang menerjang perjalanan Emily dan Ethan, tapi semuanya bagai jalan untuk saling menguatkan satu sama lain.

Mereka sepasang manusia dengan segala kekelaman masa lalu. Mereka sepasang manusia yang ingin bahagia di masa depan. Mereka sepasang manusia yang berjanji akan menua bersama hingga akhir. “Apakah aku pernah mengatakan jika aku mencintaimu?” tanya Ethan.

Emily mengerutkan dahi. “Pernah.”

“Seberapa sering aku melakukannya?” tanya Ethan lagi.

“Setiap saat dan aku ingin mengatakan yang sama padamu, Sir.”

Keduanya saling menatap satu sama lain. “I love you more, Ethan Patrick Davis.”

“Always and forever, Baby.”

Perlahan Emily bangkit dari kabut tidur nyenyaknya, merasakan tangan Ethan yang melilit tubuh yang polos di balik selimut yang menutupi tubuh keduanya. “Kau akan ke mana, Sayang?” Ethan berbisik di telinga Emily dengan suara parau dan mata yang setengah terbuka. Emily menatap Ethan dari balik bahunya sementara jemari Ethan meremas salah satu payudara Emily.

Emily berbaring miring di sisi kanan dengan tangan Ethan yang memeluk tubuhnya dari belakang. Seperti itulah cara keduanya tidur selama bebarapa minggu terakhir usai tragedi yang mereka alami. Sakit pada tulang rusuk Emily yang baru ia sadari beberapa minggu usai pernikahan.

Perjalanan keduanya ke Amerika telah membawa mereka untuk sementara berada di Malibu, usai menyelesaikan semua urusan yang berhubungan dengan ayah Emily, David Watson. Ethan membuat Emily tidak berguling ke sisi kiri di mana ditemukan jika tulang rusuk Emily patah.

“Kau butuh lortab, Em,” desis Ethan sambil mengusap-usapkan telapak tangannya di atas permukaan kulit perut Emily yang telanjang di bawah selimut. Gerakan berirama yang kian lama turun kian menuju tepian celana dalam yang Emily kenakan. Gerakan tangan Ethan menghantarkan getaran gairah, ditambah saat napas Ethan mengenai kulit leher Emily. “Tidak, aku---”

“Kau kenapa?” goda Ethan sebelum mencium tengkuk leher Emily dengan lebih dalam disusul dengan gigitan lembut hingga Emily merasakan perutnya bergolak. Titik pusatnya yang tiba-tiba terasa berkedut.

“Ethan,” desis Emily dengan suara serak dan napas yang tertahan selama dua detik. Mata Emily yang terpejam perlahan terbuka, memusatkan perhatian pada meja samping ranjang tidur dan jam menunjukan pukul tiga pagi.

Ethan terus menggoda Emily, jemari lihai Ethan telah melewati tepian cela dalam yang Emily kenakan. Kain segita yang Emily kenakan sudah melorot menutupi setengah bokong sintalnya. Telapak tangan lebar Ethan menangkup salah satunya sebelum Ethan bergerak kian ke tengah. Emily terjaga sepenuhnya. “Ethan, apa yang kau lakukan?”

Ethan tidak langsung menjawab, ia mengecup bahu Emily sebelum berbisik, “Memastikan istriku baik-baik saja.” Suara Ethan yang terdengar seksi. Emily hanya tersenyum seorang diri.

“Aku baik-baik saja,” kata Emily sambil mengigit bibir bawahnya untuk menahan gairah yang dibangun Ethan pada tubuhnya. Emily bersandar lebih dekat dengan Ethan. Tubuh keduanya yang menempel satu sama lain dan Ethan terus menginvasi tubuh Emily, banyak sentuhan, sebanyak mungkin tanpa menyakiti tulang rusuk Emily yang patah.

Tubuh Ethan yang hangat menyelimuti tubuh Emily yang dingin, terasa kontras bagi keduanya. Meski Emily merasakan nyeri yang luar biasa saat menggeser tubuhnya, namun pelukan Ethan tetap tempat ternyaman bagi Emily. Atau lebih tepatnya paling aman.

Emily bisa merasakan milik Ethan yang telanjang di antara lipatan bokongnya dengan sebelah kaki Ethan melilit kaki Emily. Gerakan Emily yang terbatas membuat Ethan leluasa bergerak dan menyentuh. Emily ingin melakukan apa yang Ethan juga lakukan, Emily ingin menyentuh milik Ethan namun Emily tidak dapat melakukannya.

Napas Ethan perlahan lambat dan teratur, dan Emily tahu jika Ethan sudah kembali tidur. Emily juga tahu Ethan baru tidur dua jam yang lalu. Emily merasakannya saat ranjang terasa bergerak dan Ethan menyelinap masuk dalam selimut untuk memeluknya dengan tubuh telanjangnya.

Malam ini, Emily telah bermimpi tentang serangan yang dilakukan Benedict beberapa minggu sebelumnya, mimpi buruk yang kesekian kalinya sejak kejadian itu. Meski Emily telah berusaha untuk mengenyahkannya dari dalam pikiran, namun tak sepenuhnya berhasil.

Semua hanya mimpi, tidak ada lagi. Semua telah berakhir meski, kematian Benedict tetap menjadi misteri bagi keluargaku. Khususnya bagi Ayah kandungku yang tak lain saudara kembar Benedict. Ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa di tepi jalan di salah satu taman di pinggiran kota London. Tak ada CCTV yang mampu menangkap gambaran dari pelaku.

Emily terbangun kembali sekitar pukul sepuluh pagi dan ia terkejut karena ia bisa tidur kembali setelah terbangun sebelumnya. Hal yang tidak pernah terjadi. Pandangan mata Emily tertuju pada jendela kamar tidur yang kordennya sedikit terbuka hingga angin menyelinap masuk dan membuat kain tipis itu melambai hingga menampakkan kilau matahari di atas air laut samudera Pasifik dan pohon palem yang berjajar sama tinggi bergoyang gemulai karena tertiup angin laut.

Ethan telah bangun lebih dulu dari Emily, dan membuka pintu geser kaca dan membiarkan angin mendesir memasuki kamar tidur. Emily bisa mendengar gemericik air dari shower yang menyala, Emily sempat berpikir untuk bergabung dengan Ethan di bawah air dingin, bermain busa sabun di tangannya dan menyentuhkanya ke kulit Ethan. Namun Emily mengurungkan niatnya untuk hal itu. Emily bangkit dari tidur dengan usaha yang menyakitkan pada rusuknya yang terluka. Emily perlu menahan sakit hingga membuatnya mengernyitkan dahi.

Duduk di tepian ranjang dengan tubuh telanjang. Emily menyaksikan tubuhnya dari pantulan pintu kaca yang ada di hadapannya. Emily sadar jika dirinya tertidur lelap hingga tidak menyadari Ethan telah menelanjangi dirinya. Meninggalkan banyak jejak merah pada tubuhnya. Bahkan saat terbaik setiap pagi yang ia lalui bersama Ethan adalah saat Ethan membangunkannya dengan menyelinap dalam selimut lalu menenggelamkan kepalanya di antara celah kedua pahanya yang terbuka.

Emily bisa merasakan basah dan gairah saat lidah Ethan bergerak di titik pusatnya yang perlahan mulai basah dan lembap. Semuanya terlewati pagi ini.

Emily merasakan tenggorokannya yang terasa kering bak gurun pasir. Teko beling dan gelas yang ia persiapkan dengan air telah kosong tanpa sisa. Emily beranjak bangun dengan tubuh polos, pandangan matanya yang mencari piyama miliknya, mencari di segala penjuru, di ranjang, di sofa, dan Emily mendapatinya teronggok di lantai bersama dengan kain segitiga sutra yang telah terkoyak.

Emily menghela napas panjang dan menyerah untuk mengambilnya, ia tidak mampu untuk membungkukkan tubuhnya. Emily tidak ingin menangis kesakitan seperti beberapa hari sebelumnya. Tak ada pilihan bagi Emily selain berjalan menuju dapur sambil meringis menahan sakit, membuka kulkas stainless steel dan meraih sebotol jus.

Emily tidak ingin repot mengambil sebuah gelas, ia memutar tutup botol jus, memiringkan kepalanya ke belakang dan langsung menenggak dari botol dalam genggamannya seolah ia tidak minum dalam beberapa hari belakangan. Rasanya sungguh menyegarkan. Rasa dingin yang bercampur dengan rasa manis dan asam, mengalir di sepanjang tenggorokannya hingga membuat Emily tidak menyadari kemunculan Ethan.

“Pemandangan yang luar biasa seksi, Sayang,” seloroh Ethan dengan tatapan lurus ke arah tubuh telanjang Emily yang tampak dari belakang.

Emily langsung menurunkan botol di tangannya sebelum berbalik dan mendapati Ethan yang berdiri di belakangnya dengan hanya mengenakan handuk yang melilit pinggangnya dan senyum lebar di wajahnya yang membuatnya terlihat begitu tampan.

Emily menelan setengah teguk dari jus yang ada di dalam mulutnya, dan nyaris tersedak dengan pemandangan Ethan yang ada di hadapannya. Sungguh Emily sadar dirinya telah menikahi seorang pria super seksi.

Rambut Ethan yang masih basah, tubuh atletisnya dengan perut kotak-kotak, membuat Emily lupa bernapas karena terpana beberapa saat. Emily merasakan saraf di tubuhnya berkedut. “Kau suka wanitamu telanjang, kan?” seloroh Emily dengan senyum miring dan Ethan tersenyum kian lebar, memamerkan gigi putihnya sebelum berjalan menghampiri Emily sambil tetap menatap tubuh Emily yang telanjang.

Emily meneguk lagi sisa jusnya dalam botol lalu meletakkan botol itu ke atas meja sampai Ethan berdiri beberapa sentimeter darinya. Ethan mencondongkan tubuhnya untuk mendekat, meletakkan satu tangan di tepian meja di sebelah Emily. Keduanya begitu dekat hingga Emily dapat mencium aroma Ethan yang berbau cologne, sabun, dan shampo yang berkolaborasi menjadi satu. Ethan sangat bersih dan Emily merasa tergoda untuk membuatnya kotor lagi. Tampilan Ethan hanya dengan mengenakan handuk membuat Emily menahan gairah dengan susah payah. Titik pusat dalam dirinya telah meronta.

Wajah Ethan semakin mendekat dengan wajah Emily hingga membuat jantung Emily berdegup tak beraturan. Dari sudut matanya, Emily mampu melihat lengan Ethan yang satunya terulur, dan Emily menunggu jemari Ethan menuju ke arah mana.

“Aku sangat suka melihat wanitaku telanjang, dan memanggil namaku saat aku berada di dalam dirimu, Em sayang,” desis Ethan sebelum ia menenggelamkan dirinya dalam tengkuk leher Emily, napas Ethan yang mengenai kulit leher Emily hingga membuat kulitnya meremang dan jemari Ethan mendarat di sela paha Emily. Spontan Emily mendesis saat jemari Ethan menemukan pusat dirinya yang perlahan menjadi lembap.

“Ethan…aku…” Kalimat Emily menggantung, tangannya berpegang pada bahu Ethan.

“I want you, Baby,” desis Ethan dilanjutkan dengan menjilat daun telinga Emily dengan gerakan lembut yang menjadikan tubuh Emily menegang karena gairah.

Emily hanya menelan ludah di tengah napasnya yang terasa tercekat. “Ethan…” Ada jeda, “Aku…aku…” Emily tak mampu menyelesaikannya, kepalanya tertunduk bersandar pada bahu kekar Ethan, menghirup aroma maskulin dari kulit Ethan, sementara Emily menyaksikan dan merasakan jemari Ethan yang bergerak keluar masuk dalam tubuhnya hingga membuat kedua kaki Emily terbuka lebar dengan sendirinya dan Emily perlu sampai mengigit bibirnya, menahan gairahnya agar tidak meledak seketika. “ED..” desah Emily.

Emily mendongak, menjilat bibirnya yang terasa kering, ciuman Ethan jatuh ke bahunya, “Ooohhh, Ethan,” desah Emily lagi dengan gairah yang kian merambati tubuhnya. Ethan mengigit bahu Emily pelan hingga membuatnya mengerang dengan kedua puting Emily yang terasa mulai mengeras. “Eth…aku…” Jemari Emily tenggelam dalam rambut Ethan saat ia merasakan lidah Ethan menjilat puting payudaranya, kanan dan kiri secara bergantian tanpa menghentikan jemarinya menggesek permukaan kemaluannya.

“Ethan, aku..aku…ooohh…aku…aku mohon…aku tidak tahan lagi, Sayang,” racau Emily dengan suara yang putus-putus di sela gairah tubuhnya yang tak mampu lagi ia tahan. Kalimat yang meluncur di luar akal sehatnya.

Namun yang dilakukan Ethan bukanlah berhenti, Ethan bergerak kian ke bawah, mengganti jemarinya dengan lidahnya, dan memasukkan jemarinya yang basah oleh cairan ke dalam mulut Emily. Membuat Emily merasakan rasa dirinya sendiri. Napas Emily terengah-engah sementara lidah Ethan bergerak semakin lincah, membelai dan terus membelai di setiap centi dalam tubuhnya. Kedua telapak tangan Ethan kini menangkup kedua payudara Emily, memilin putingnya hingga membuat Emily tidak mampu lagi menguasai gairah dalam dirinya. Kaki Emily kian terbuka lebar dan kepala Ethan ada di sana, di antara kedua pangkal paha Emily.

Emily berpegang pada tepian meja di belakangnya dengan satu tangan, dan tangan lainnya tenggelam dalam rambut Ethan yang coklat gelap. Emily mencoba untuk melihat apa yang dilakukan Ethan pada tubuh bawahnya. Emily menyaksikan Ethan yang menjilati kewanitaannya sambil melirik dengan mata berkabut gairah. Ada senyum kemenangan di kedua sudut bibir Ethan.

“Ethan, aku…aku ingin dirimu,” desis Emily pelan nyaris berbisik.

Ethan tersenyum puas, ia telah berhasil menggoda istrinya.

“Apa sayang? Kau mengatakan apa?”

“Aku ingin dirimu,” sahut Emily tidak tahan lagi sambil membungkukkan tubuhnya, hingga mengabaikan tulang rusuknya yang sakit, mendongakkan wajah Ethan dan menyambar bibir Ethan untuk menciumnya, tanpa peduli rasa sakit yang menghujam.

“Oh Baby,” desah Ethan melihat Emily meringis kesakitan bercampur gairah. Ethan bangkit dan berdiri di hadapan Emily lalu melumat bibirnya. Lidah keduanya bertemu dalam gelombang gairah, dan Emily menarik handuk yang melilit di pinggang Ethan. Membuat Ethan telanjang, menampakkan tubuhnya yang sempurna. Mata Emily langsung tertuju pada kemaluan Ethan yang telah berdiri tegak.

“Aku ingin milikmu, Ethan Davis,” ungkap Emily dengan suara serak seraya meraih kemaluan Ethan yang membesar dan terasa penuh dalam genggamannya.

“Kau sudah tidak sabar ya?” goda Ethan di telinga Emily lalu menjilat daun telinga Emily lagi. Mengirimkan gairah yang kian memuncak dan membuat Emily ingin memaki.

“Kau benar-benar pria seksi yang berengsek, ED,” sembur Emily yang membuat Ethan terkekeh sebelum mencium Emily dengan perlahan sambil memasukkan ujung kemaluannya ke dalam kemaluan Emily. Gerakan Ethan pelan namun pasti dan seutuhnya berada di dalam diri Emily dengan sempurna. Memenuhi seluruh rahim Emily yang terasa nyaman.

Keduanya bertatapan penuh gairah. “Milikmu luar biasa nikmat, Em,” ucap Ethan saat kemaluannya berhasil masuk, lalu Ethan menggerakkan miliknya di dalam tubuh Emily.

“Oh..milikmu juga luar biasa besar, Ethan,” timpal Emily.

Sejak keduanya mengucapkan ikrar janji hidup semati, Emily merasakan di mana pun, dan kapan pun keduanya berada, jika ada kesempatan sependek apa pun, mereka selalu melawatinya dengan seks. Ethan telah membuat Emily menginginkan dirinya kapan pun.

Gerakan keluar masuk di sepanjang kemaluan Ethan di dalam tubuh Emily, dengan gerakan lambat dan cepat membuat Emily kian bergairah, dan kini, Emily merasa berada di tepian orgasmenya. “Ethan, aku…,” Emily menggigit bibirnya dan memutar bola matanya dengan spontan.

“Berengsek, kau terlihat seksi, Em,” desah Ethan sambil meremas kedua payudara Emily sebelum keduanya sama-sama melepaskan orgasme bersamaan, dan berakhir dengan desahan panjang. Napas yang naik turun tak beraturan.

Emily nyaris terjatuh jika saja bokong telanjangnya tidak bersandar pada tepian meja. Ethan menenggelamkan wajahnya di leher Emily. Napas keduanya yang naik turun dan tubuh yang bergelimang keringat. Milik Ethan masih berada di dalam tubuh Emily hingga beberapa detik setelahnya. “Kau selalu nikmat, Sayang,” ucap Ethan sambil menatap Emily langsung, dan tangannya menangkup wajah Emily disusul mencium ujung hidungnya, lalu memberikan kecupan pada ujung bibirna. “I love you, Baby,” imbuh Ethan sebelum ia melepaskan Emily.

Milik Ethan keluar dengan ukuran yang masih besar, terlihat mengkilap berlumur cairan milik seks milik Emily dan Emily hanya mampu menelan ludah sebelum Ethan mencium kedua pipinya. “I love you too, Davis.”

***