Tujuh
"Kurasa itu bukan urusanmu," sahut Ariadne sambil bersidekap.
"Aku juga terluka. Apa kau lupa dengan itu? Lalu bagaimana bisa menjadi bukan urusanku?" tanya Lucas yang juga melipat tangannya.
"Aku minta maaf karena hampir celaka, tapi itu semua adalah salahmu. Kau yang mengikuti aku hingga hal buruk menimpa dirimu."
Lucas terbahak sambil menggeleng.
"Nona, kau benar-benar keterlaluan. Aku adalah orang yang telah menolongmu. Jika bukan karena aku ...."
"Aku berterima kasih dan berutang budi padamu, tapi aku meminta untuk kau melupakan yang terjadi."
Lucas diam sejenak sambil memegang dagunya.
"Baiklah, aku akan melakukan yang kauinginkan." Pria itu kemudian mengulurkan tangan. Mereka berdua lalu berjabat tangan tanda sepakat.
Lucas kemudian melepaskan tangan Ariadne sambil tersenyum kecil.
"Aku telah sepakat, tapi bisa beritahu kenapa kau melepaskan orang yang berniat mencelakakanmu?"
"Orang itu adalah keluargaku. Aku tidak ingin ayahku sedih jika ia sampai tahu."
"Ck, kau terlalu baik."
"Tapi aku tidak sepenuhnya melepaskan dia. Aku akan menghadapinya saat pulang nanti."
***
Perjalanan wisata tersebut telah berakhir. Kapal pesiar mewah itu telah berlabuh di pelabuhan. Lucas menawarkan untuk mengantar Ariadne, tetapi gadis itu menolak.
"Baiklah, aku tidak akan memaksa. Sampai jumpa lagi, Nona Ariadne," ucap Lucas sambil mengulurkan tangan. Ariadne tersenyum dan membalas menjabat uluran tangan itu. Akan tetapi, ia kemudian memekik terkejut saat Lucas menarik dia dalam pelukan.
"Apa yang kaulakukan? Cepat lepaskan aku!" tukas Ariadne. Ia berusaha untuk melepaskan diri.
"Ini adalah perpisahan. Apa aku bahkan tidak bisa memelukmu sebentar saja?"
Ariadne diam untuk beberapa saat. Lucas melonggarkan pelukan dan tersenyum kemudian berjalan menjauh sambil melambaikan tangan. Ariadne menghela napas sejenak. Ia kemudian juga berlalu pergi dari sana.
***
Pulang ke rumah, Ariadne sungguh tidak menduga bahwa akan ada kabar yang menyambut kedatangannya. Kabar tersebut adalah bahwa Allen dan Safira akan bertunangan. Itu semua karena Safira telah mengandung anak Allen.
Perasaan Ariadne menjadi remuk redam. Hatinya terkoyak oleh rasa sakit yang begitu dalam. Tidak ia sangka, Allen sungguh seperti yang pernah ia tulis dalam buku hariannya. Pria itu benar-benar meninggalkan dia.
"Ini semua adalah jebakan," tukas Allen yang menemui Ariadne saat gadis itu tengah duduk seorang diri di halaman belakang rumah untuk menikmati senja. Kesedihan yang terlalu dalam, menyesakkan dalam dadanya. Ariadne bahkan tidak sanggup lagi menikmati keindahan senja yang sebelumnya selalu ia kagumi.
Ariadne hanya diam. Ia bahkan tidak menoleh sedikitpun pada Allen. Tatapan gadis itu tetap saja lurus ke depan.
"Safira telah menjebak aku. Ia membuat aku mabuk. Aku tahu aku juga salah, tapi ...."
"Kita tidak perlu membicarakan lagi," potong Ariadne cepat.
"Ari ...."
Ariadne menoleh sambil tersenyum.
"Aku tidak marah padamu dan Safira. Mungkin semua adalah takdir. Kau dan dia adalah jodoh, sedang kita tidak ditakdirkan bersama."
Allen hanya diam, tetapi Ariadne kembali berkata agar pria itu menjaga Safira dengan baik.
***
Di dalam kamar, Safira tidak bisa duduk dengan tenang. Ia begitu gelisah, bahkan terus saja berjalan ke sana kemari. Hingga Nyonya Renata datang menghampiri dan menenangkan dia.
"Ibu, kenapa kita membiarkan Allen dan Ariadne bertemu? Bagaimana kalau mereka kembali menjalin hubungan?" tanya Safira cemas.
"Jangan khawatir. Allen akan menjadi milikmu. Kita memberi kesempatan untuk mereka bertemu untuk memberi Ariadne pelajaran. Dia pasti merasa sangat sedih karena pria yang bersamanya tidak akan menjadi miliknya."
"Aku tahu itu, tapi tetap saja ...."
"Jangan cemas lagi, Fira, sekarang saatnya kau untuk tersenyum bahagia."
***
Tiga hari berselang dan pesta pertunangan Allen dan Safira diadakan di sebuah hotel mewah. Para tamu undangan telah mulai berdatangan sesaat sebelum acara dimulai. Tuan Hans, Nyonya Renata, dan Ariadne menyambut mereka dengan ramah.
Tatapan mata Allen tidak lepas dari Ariadne yang pada malam itu tampak cantik dengan gaun berwarna gading. Meski begitu, ia tidak berdaya. Ia hanya bisa diam di samping Safira yang tidak pernah ia cintai dan melihat Ariadne dari kejauhan. Safira menyadari itu dan menyentak tangan Allen agar melihat padanya. Namun pria itu tetap bersikap acuh.
Acara pertunangan dimulai dan keluarga Tuan Hans segera masuk. Mereka duduk pada kursi terdepan yang disediakan. Beberapa tamu masih terlihat baru saja tiba.
Setelah acara pertukaran cincin, Allen dan Safira berdansa dengan iringan musik nan romantis. Para undangan tampak kagum dan memuji betapa serasi pasangan muda tersebut. Allen yang begitu tampan dan gagah dengan balutan jas dan celana panjang hitam memang terlihat begitu cocok dengan Safira yang malam itu tampak sangat cantik dengan gaun putih mewah yang dikenakan.
Ariadne hanya diam melihat semua itu. Hatinya telah remuk oleh kesedihan, tetapi tetap saja ia tidak bisa pergi. Ia hanya bisa bertahan di sana, menelan setiap kesedihan yang terasa begitu memilukan hatinya.
"Apa kau mau berdansa denganku?" tegur seseorang sambil menepuk bahu Ariadne dari belakang. Beberapa tamu undangan memang telah turun ke lantai dansa, bahkan Tuan Hans dan Nyonya Renata juga tengah berdansa.
Ariadne menoleh dan tertegun saat melihat sosok Lucas tengah berdiri di depannya sambil tersenyum. Melihat gadis itu hanya diam, Lucas yang tengah mengenakan setelah jas berwarna cokelat muda tersebut segera menjentikkan jari di depan wajah Ariadne.
"Kenapa bengong? Apa begitu terkejut melihat aku?" tanyanya.
"Kenapa kau bisa berada di sini?" tanya Ariadne setelah beberapa saat.
"Karena takdir. Aku datang ke sini dan kau juga ada di sini. Takdir telah membuat kita kembali bertemu."
"Masih saja berucap omong kosong," dumel Ariadne. Lucas tersenyum kecil dan mengulurkan tangan.
"Mau berdansa denganku?"
***
Lucas memutar tubuh Ariadne. Lengan kokohnya kemudian melingkari pinggang gadis itu. Mereka tengah berdansa. Alunan musik klasik terdengar mendayu mengiringi dansa mereka dan beberapa pasangan di tempat tersebut.
"Dia melihat pada kita," gumam Lucas pada Ariadne.
"Aku tidak tahu apa yang kaubicarakan."
Lucas tersenyum tipis.
"Jangan berbohong padaku. Pria yang kaucintai itu, bukankah dia yang menjadi tunangan adikmu sekarang?"
Ariadne diam mematung sambil melihat pada Lucas.
"Aku tidak tahu apa yang kaukatakan," ucapnya kemudian.
Lucas masih tetap tersenyum. Ia kemudian meraih tangan gadis itu dan mengajaknya berjalan menuju tepi.
"Jangan berbohong lagi. Aku bukan orang yang bisa ditipu dengan mudah."
***
Saat Ariadne dan Lucas bicara, Allen memang tidak melepaskan pandangan sedetikpun dari keduanya. Amarah dan cemburu bergejolak di dalam dirinya. Ia kemudian bergegas. Namun Safira mencekal tangannya erat.
"Kau akan pergi ke mereka, apa kau lupa bahwa kau adalah tunanganku sekarang?" tanya gadis itu.