9
Ellijah berkuda menuju ke alun-alun kota. Ia turun dengan cepat dari kudanya ketika ia mendengar kabar dari prajuritnya bahwa puluhan kepala digantung di alun-alun kota.
"Siapa yang telah lancang melakukan semua ini?!" Ellijah bertanya pada pejabat tinggi militer yang ada disana.
Rakyat Ellijah yang ada disana kini berbisik-bisik. Ternyata bukan raja mereka yang memerintahkan menggantung orang-orang itu.
"Kami sedang mencarinya, Yang Mulia." Ellijah ingin sekali mematahkan tulang pejabat tinggi itu. Bagaimana bisa mereka membiarkan orang selain dari pejabat militer kerajaan menggantung perusuh di alun-alun kota. Apa saja kerja mereka yang berjaga di sana?!
"Turunkan mereka semua dan pastikan kau mendapatkan siapa mereka!" Ellijah berang bukan main. Kelompok mana yang lancang melakukan hal seperti ini? Ellijah menganggap ini bentuk penghinaan terhadap kerajaan. Hanya orang-orang kerajaan yang bisa memberikan hukuman seperti ini.
"Yang Mulia, Jendral Aeron menghadap."
"Katakan!"
"Rakyat-rakyat di desa Ardaeya dan sekitarnya mendapatkan kantung-kantung berisi uang dan barang berharga lainnya."
Ellijah menarik nafas dalam, "Kerahkan pasukan untuk mengurus ini semua! Cari kelompok yang sudah menghina kerajaan!" Ellijah tak berpikir jika kelompok itu membantu kerajaaan. Ia malah berpikir jika kelompok itu menghina kerajaan. Bagi Ellijah hanya dia yang bisa memberikan harta-harta pada rakyat-rakyatnya bukan kelompok yang tak ia ketahui siapa. Jika Ellijah menganggap orang-orang itu adalah penjahat maka lain dengan yang mendapatkan bantuan, mereka menganggap orang-orang itu adalah titisan dari malaikat.
Ellijah kembali naik ke kudanya, beberapa prajurit di belakangnya juga kembali naik ke kuda mereka dan ikut kembali ke istana bersama dengan raja mereka.
"Ada masalah apa?"
Ellijah menyerahkan kudanya pada prajurit, "Kapan kau kembali, Pangeran?" Ellijah menatap ke temannya, Pangeran Leonidas.
"Semalam. Aku tidak ingin mengganggu tidurmu dan Selir Istimewa jadi aku tidak memberitahukanmu."
"Ada orang-orang yang ingin mempermalukan kekuasaanku." Ellijah menjawab kata-kata Leonidas tadi.
"Maksudmu?" Leonidas belum mendengar apa-apa pagi ini. Dia baru keluar dari kediamannya lalu pergi untuk mengunjungi Ellijah dan kebetulan bertemu dengan Ellijah di dekat istana utama.
"Mereka membunuh kelompok Rudolso. Menggantung kepala anggota kelompok dan juga ketuanya di alun-alun kota lalu membagikan harta kelompok itu pada warga desa Ardaeya dan sekitarnya."
"Bukankah itu bagus? Kau sudah mendapat banyak keluhan dari rakyatmu tentang kelompok itu dan kalian tidak menemukan kesalahan pada kelompok itu jadi kalian tidak bisa menghukumnya meski yakin kelompok itu bersalah. Dan harta, beruntung mereka membagikannya. Jika mereka mengambil untuk kekayaan mereka sendiri, bagaimana?" Pangeran Leonidas memiliki pemikiran yang bijaksana.
"Tapi cara mereka salah, Leonidas. Jika mereka ingin menegakan keadilan maka mereka harus bekerja sama dengan kerajaan. Bukan bertindak sendiri seolah mereka pahlawan rakyat. Aku tidak ingin ada perpecahan di kekaisaranku!"
"Ellijah, itu artinya terdapat kekurangan dari kinerja para pejabatmu. Mungkin mereka bertindak karena mereka lelah menunggu."
"Tapi tetap saja pergerakan mereka itu mencurigakan, Leonidas. Jika mereka memang berniat baik maka mereka harus muncul dihadapanku. Bukan bertindak seperti ini. Mereka bisa saja melakukan ini agar rakyat tak percaya pada kerajaan terutama pada raja yang memimpin mereka. Dan ingat, kejadian ini bukan kali pertamanya. Mereka pernah melakukan hal yang sama dengan keluarga bangsawan Wergya yang melakukan perbudakan." Di satu sisi apa yang Ellijah katakan memang benar. Pergerakan seperti ini bisa memicu ketidakpercayaan rakyat. Ellijah memiliki banyak keluhan dari rakyatnya dan dia berusaha menyelesaikan satu persatu keluhan itu karena tak mungkin baginya menyelesaikan semua masalah rakyat dalam waktu bersamaan. Ellijah manusia biasa, bukan Tuhan yang bisa mengurus semuanya dalam sekejap waktu.
"Baiklah. Tenangkan dirimu. Kita akan mencari solusi untuk masalah ini." Leonidas menenangkan sahabatnya.
Ellijah tak akan mungkin bisa tenang selama dia belum menemui pemimpin kelompok itu. Jika niatnya memang baik maka itu bukan masalah bagi Ellijah tapi jika niatnya untuk memecah belah kekaisarannya maka Ellijah akan menghancurkan kelompok itu tanpa sisa.
Di kediamannya saat ini Calla tengah berbincang dengan Shellen. Di kerajaan ini Calla tak memiliki teman selain Shellen yang merangkap sebagai pelayan utamanya. Selir-selir kerajaan tak begitu menyukai Calla. Mereka cenderung membenci Calla karena Calla adalah pelayan yang naik tahta menjadi ratu. Benar, mereka jauh membenci Calla karena keberuntungan Calla bukan karena kekejaman Calla.
"Ah, Shellen. Aku lupa menyampaikan sesuatu padamu." Calla memikirkan sesuatu yang membuatnya tersenyum geli.
Shellen penasaran dengan kelanjutan kata-kata Calla, "Harimau pertama menitipkan salam untukmu."
"Hais,, Yang Mulia bercanda. Mana berani dia menitipkan salam pada anda." Shellen tahu benar jika tadi hanya akal-akalan Calla saja.
Calla tertawa geli, "Hanya dengan membicarakannya wajahmu sudah memerah seperti itu. Sebegitu besarnya kau mencintai dia?" Godaan Calla membuat Shellen mendekat ke cermin. Ia memegangi wajahnya yang memerah.
"Yang Mulia, kenapa senang sekali mempermaikanku?" Shellen bersuara kesal.
"Aku mendapatkan kesenangan sendiri dari menggodamu. Ah, sudahlah. Aku ingin jalan-jalan saja. Hari ini adalah hari yang baik." Calla bangkit dari tempat duduknya.
Shellen segera mendekat ke Calla. Seorang pelayan utama harus berdiri satu langkah di belakang majikannya. Itu yang Shellen pelajari saat baru masuk ke istana. Tapi Shellen tidak selalu berdiri di belakang Calla karena kadang Calla memperlambat satu langkahnya untuk sejajar dengan Shellen.
"Yang Mulia mau kemana? Melihat Jendral Ryon??"
Calla tak membalas pertanyaan Shellen tapi benar, dia ingin melihat Ryon hari ini. Agar kebahagiaannya hari ini jadi sempurna.
Tujuan Calla hanya satu. Dan dia yakin jika Ryon berada disana. Tempat latihan prajurit. Dan benar, Ryon memang ada disana. Tapi bukan sedang bersama prajuritnya melainkan dengan Pangeran Leonidas dan Raja Ellijah. Ketiga orang itu memegang pedang masing-masing. Ryon dan Leon menjadi satu regu menyerang Ellijah sendirian.
"Dia memang pantas menjadi panglima perang Amethys." Calla memperhatikan Ellijah yang bergerak cepat melawan Ryon dan Leonidas. Sangat sesuai jika Ellijah dijuluki sebagai raja perang. Kedua tangan kokoh yang kini memegang pedang dan kedua kaki yang bertahan dari dorongan Leonidas dan Ryon adalah senjata terbaik yang Ellijah milikki. Bahkan hanya dengan tangan kosong dia bisa membunuh banyak orang.
"Yang Mulia Raja terlihat sangat tampan disana." Shellen terpesona akan ketampanan dan kegagahan Ellijah. Ryon dan Leonidas adalah maklhuk ciptaan Tuhan dengan wajah yang tampan tapi mereka tak bisa melebihi ketampanan yang Ellijah milikki. Keberuntungan memang menjadi milik Ellijah. Lahir dengan sendok emas dan memiliki paras yang luar biasa tampan.
Calla tak munafik, kenyataannya Ellijah memang seperti itu, "Berani sekali kau memujinya di depanku, Shellen."
"Aa-ampuni hamba, Yang Mulia." Shellen segera menundukan kepalanya.
Calla tertawa geli, "Kau ini penakut sekali. Tegakan kepalamu. Kau itu pelayan utama ratu jadi jangan cepat menundukan kepala seperti itu." Calla ternyata hanya
"Hamba tak akan berani memuji Yang Mulia Raja lagi. Hamba harusnya ingat jika Yang Mulia Raja sudah menghina anda."
"Kau tidak salah. Dia memang tampan."
Pujian Calla membuat Shellen melongo. Ratunya bahkan masih memuji Ellijah setelah semua yang dilakukan Raja pada sang Ratu.
Sejujurnya Calla tak pernah membenci Ellijah meski Ellijah bersikap buruk padanya. Calla tahu alasan dari sikap buruk itu. Ellijah membencinya karena berpikir dia adalah penyebab kematian ibunya. Calla juga masih bersikap baik pada Ellijah karena Ellijah adalah suaminya dan sudah tugasnya sebagai seorang istri besikap baik pada sang suami. Lagipula Calla sudah terbiasa terluka jadi dia tak ambil pusing karena kata-kata Ellijah. Itulah kenapa dia tetap tenang. Tapi jika sudah urusan tahta dan wanita yang coba untuk menggeser posisinya baru Calla akan bersikap lebih buas dari binatang tapi catat baik-baik, dia hanya akan melukai wanita yang akan merusak itu bukan suaminya.
Tapi setampan apapun dia. Dia tak akan mungkin melihat ke arahku. Calla merasa sedikit sedih dengan kenyataan ini tapi dia tak punya banyak waktu untuk meratapi kenyataan buruk bahwa suaminya tak mencintainya dan mantan kekasih yang ia cintai juga berbalik membencinya. Calla merasa sudah sangat mustahil baginya untuk meraih cinta lagi.