4
Calla tak pernah menanggapi serius kemarahan Ellijah. Pria itu tak akan mampu mendepaknya dari tahta ratu karena sebagian dari pejabat kerajaan memihaknya. Calla tahu caranya berpolitik. Ia memegang semua kartu as para pejabatnya agar posisinya tetap aman. Satu-satunya cara mendepaknya dari tahta hanyalah anak. Jika satu saja selir istana mengandung maka tempatnya tak akan aman. Siapapun yang bisa memberikan anak bisa diangkat sebagai ratu. Dan karena inilah Calla merusak rahim para selir. Iblis betina, itulah Calla. Menghalalkan segala cara agar ia tetap bertahan pada posisinya.
Pagi ini Calla berdiri di taman istananya. Memperhatikan kerajaan yang dulu tak pernah ia impikan. Cahaya kemerahan terlihat dari ufuk timur. Matahari mulai muncul, Calla tersenyum melihat matahari. Ia suka benda langit yang terang itu. Ia seperti berkaca pada matahari. Yang kian keatas kian terang. Berdiri sendiri tanpa bantuan yang lainnya.
"Yang Mulia, Jendral Ryon telah kembali." Suara pelayan utamanya tak begitu Calla perhatikan. "Dia kembali dengan seorang wanita." Dan ini membuat Calla terganggu. Wanita ini memiringkan wajahnya.
"Siapa?"
"Tidak tahu. Sepertinya seorang pelayan tapi terlihat sangat dekat."
Calla mengenal mantan kekasihnya yang sulit dekat dengan wanita, mantan kekasihnya itu dingin jadi sulit bagi wanita mendekatinya. Calla penasaran dengan apa yang pelayannya katakan. Ia segera melangkah ke tempat dimana mantan kekasihnya berada.
"Siapa wanita itu? Bagaimana dia bisa bersama dengan Jendral Ryon?" Calla menatap Ryon dan wanita yang ada di sebelah Ryon. Mereka nampak berbincang, dan senyuman Ryon pada wanita itu mengganggu Calla. Ryon tak pernah tersenyum pada wanita lain sebelumnya.
Sadarlah, Calla. Dia bukan urusanmu lagi. Akal sehat Calla mencoba menyadarkan Calla. Ia tak memiliki hak apapun untuk bertanya mengenai kehidupan Ryon. Calla membalik tubuhnya mencoba tak peduli pada kehidupan Ryon.
Calla kembali ke dalam istananya. Kebodohannya adalah melihat Ryon dan wanita itu hingga akhirnya dia sendiri yang terus memikirkan tentang Ryon.
"Shellen, cari tahu tentang siapa wanita itu." Calla merintahkan pelayannya untuk mencari tahu tentang wanita yang bisa membuat Ryon tertawa.
"Ya, Yang Mulia." Shellen segera pergi.
Calla masih terus memikirkan mantan kekasihnya. Pria yang ia tinggalkan karena ambisinya. Mata Calla terpejam, ia sengaja mengusir pemikirannya. Tapi sayangnya dia tidak bisa mengusir pemikirannya sendiri, nyatanya Ryon masih memenuhi otaknya.
"Yang Mulia." Shellen telah kembali.
"Apa?"
"Wanita itu, namanya Shenaaz, dia adalah pelayan baru yang mulai hari ini akan bekerja di dapur istana."
"Hubungannya dengan Ryon?"
"Pelayan itu menolong Jendral Ryon saat sedang melawan perusuh. Oleh karena itu Jenderal Ryon membawa wanita itu kemari untuk bekerja. Wanita itu tidak memiliki keluarga."
Calla semakin berpikir jika Ryon sudah menemukan penggantinya. Ryon memang baik tapi ia tak akan sampai membawa wanita itu hanya sekedar untuk menolong saja.
"Pergilah. Sudah tidak ada yang ingin aku dengar lagi." Calla mengusir Shellen keluar dari istananya.
Calla menarik nafasnya dalam. "Aku harus fokus pada tujuanku. Aku tidak boleh memikirkan Ryon lagi." Calla sudah melepaskan pria itu maka ia tak boleh menoleh lagi ke belakang. Calla harus fokus dengan ambisinya saja.
Satu minggu sudah berlalu, balai pengobatan telah selesai Calla kunjungi, sekarang dia berada di pelataran depan balai pengobatan. Matanya menangkap sosok Ryon yang sedang tertawa dengan pelayan yang bernama Sheenaz. Calla mengabaikan itu. Tekadnya harus lebih kuat dari hatinya. Ia sudah melangkah sejauh ini maka ia harus bertahan.
"Yang Mulia, Yang Mulia Raja akan segera berangkat untuk menaklukan kerajaan Geryon." Shellen memberitahu Calla.
Calla membalas pemberitahuan Shellen dengan dehaman. Wanita itu segera melangkah ke istana raja. Statusnya dengan raja memang menikah tapi yang ia jalani bukan pernikahan sama sekali. Mereka terlibat perang dingin. Dimana dua-duanya muak pada satu sama lain. Calla tak mengerti apa yang Ellijah lihat dari para selir padahal ada dirinya yang jauh lebih menawan.
Entahlah, Calla tak mau pusing.
"Yang Mulia Ratu memasuki ruangan."
Calla masuk ke kamar Ellijah. Raja tampan berbadan perunggu itu sedang mengenakan jubahnya.
"Untuk apa kau datang kemari?" Ellijah tak mau repot menengok wajah Calla.
Calla mendekat ke Ellijah memerintahkan pelayan untuk keluar dari kamar. Ia membantu memasangkan jubah Ellijah. "Hanya ingin melihatmu." Katanya manis.
Ellijah berdecih, ia menatap Calla sinis. "Jika kau berpikir aku akan kalah di medan perang maka bermimpilah."
Calla tertawa kecil, "Aku tak seburuk itu, Yang Mulia. Aku tak akan mendoakan suamiku tewas di medan perang." Calla selesai merapikan jubah Ellijah.
"Rencana apa yang kau mainkan sekarang, hah?" Ellijah memicing curiga. "Mengirim pembunuh bayaran untuk membunuhku diperjalanan perang?"
Kecurigaan Ellijah membuat Calla tertawa lagi. "Kau terlalu curiga, Yang Mulia. Aku tidak sedang merencanakan apapun. Aku kesini hanya untuk mendoakanmu agar kau menang di medan perang."
"Tuhan tak akan mendengar doa iblis sepertimu." Desis Ellijah.
"Itu menyakitiku, Yang Mulia. Tapi terserahlah, di dengar atau tidak aku hanya ingin kau menang. Saranku, jika ingin menang melawan Raja Geryon kau harus menyerang dini hari karena pada saat itu kekuatan prajurit dalam keadaan lemah."
"Siapa kau mengajari aku strategi perang, hah? Kau hanya pandai berlenggak-lenggok menari bukan mengurusi perang."
"Dengarkan saja aku jika kau mau menang. Tentara Geryon berjumlah 15.000 orang. Dia mungkin akan membeli pasukan sewaan dan jumlah prajuritnya paling banyak 17.000 orang. Yang Mulia hanya perlu membawa 10.000 prajurit. Buat tentara lawan mati bukan dengan otot tapi dengan otak." Calla masih bicara meski dia di remehkan. "Prajurit Geryon memiliki 2 sumur pribadi untuk para prajurit. Susupkan dua prajurit ke sumur itu dan racuni sumur itu. Sebelum berperang prajurit Geryon pasti akan menambah kekuatan mereka dengan makan dan minum. Gunakan racun yang membunuh secara perlahan. Dua sumur itu berada di sisi barat dan timur tempat tinggal prajurit." Calla menyelesaikan straregi perangnya yang kejam.
Ellijah menatap Calla datar, dari mana wanita ini tahu mengenai seluk beluk istana Geryon.
"Sebelum kau menyerang, ketahui dulu medan perangmu. Ada hal yang bisa kau gunakan selain otot. Kecerdikan." Calla menunjuk ke kepalanya. "Kau bebas mau menjalankan ucapanku atau tidak, berjayalah Amethys." Usai mengatakan itu Calla keluar dari ruangan Ellijah.
"Tch.. Apa dia pernah jadi pelacur di Geryon hingga dia tahu tempat itu?" Ellijah berkomentar sarkasme. Ia mengambil pedangnya lalu keluar dari kamarnya.
Hari ini Ellijah akan pergi, pergi untuk memperluas kerajaannya. Sebelum menjadi raja dia adalah salah satu panglima terkuat. Ellijah bukan putra mahkota manja yang hanya duduk sambil menunggui tahtanya. Saat usianya 15 tahun. Ia telah terjun ke medan perang. Meskipun ia penerus satu-satunya di Amethys ayahnya tak pernah melarang ia untuk terjun ke medan perang. Ia selalu mengingat kata ayahnya, bahwa seorang raja bukan berdiri di belakang pasukannya tapi di depan pasukannya. Sama seperti yang selalu dilakukan ayahnya saat berperang.
Ellijah, adalah panglima yang kejam dan dingin. Ia telah membantu Amethys meraih banyak kemenangan. Ia memperluas daerah Amethys hingga ke negara Eart. Kerajaan-kerajaan yang berjarak dekat dari Amethys sudah dikuasi oleh Amethys. Menundukan mereka pada satu raja, mendiang Raja Loyd yang sekarang digantikan oleh Ellijah.
Ellijah bukan tiruan dari Loyd tapi raja muda ini lebih berbahaya dari ayahnya. Ellijah adalah malaikat pencabut nyawa berbentuk manusia. Pedangnya dibasahi oleh banyak darah yang tak terhitung jumlahnya lagi.
Dengan kekejaman Ellijah ia bisa membunuh Calla tapi menurutnya kematian sangat ringan untuk Calla, ia ingin menjatuhkan Calla dari tahta. Ellijah begitu ingin melihat bagaimana wajah Calla saat kehilangan tahta yang begitu ia kejar dan setelah itu barulah Ellijah akan menyiksa Calla dan membuatnya mati perlahan.
Ellijah pertama kali melihat Calla saat wanita itu menjadi pelayan rendah. Sejak awal Ellijah memang melihat jika mata Calla sering memperhatikan ayahnya. Tapi ia tak pernah berpikir jika gadis belia itu memiliki ambisi yang begitu besar hingga untuk menjadi istri pria yang pantas jadi ayahnyapun dia mau.