Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3 Kagum

Bab 3 Kagum

Briyan terus menatap pada sosok yang berdiri di belakangnya. Ia yang tengah melampiaskan kekesalannya dengan air yang mengalir, terkejut saat melihat cermin. Cermin yang berada di hadapan Briyan menunjukkan dengan jelas siapa yang berdiri di sana. Briyan berbalik badan.

“Kamu siapa?” tanya Briyan tak menyangka pria yang menjadi idola di sekolah itu berada di hadapannya saat ini.

“Aku Aaron.”

Aaron tersenyum simpul pada Briyan. Wajahnya tidak bisa menyembunyikan rasa bersalah Aaron yang secara tidak langsung telah membuat Briyan di dalam keadaan seperti saat sekarang ini. Karena dari yang sempat Aaron dengar dari salah satu panitia, mengatakan bahwa Briyan bersikap seperti iu karena rasa cemburunya.

Aaron menunjuk ke arah sekantong makananan dan minuman yang ada di atas westafel.

“Ini apa, Kak?” tanya Briyan melihat seisi kantong itu.

“Itu makanan dan minuman untukmu,” ucap Aaron.

“Ini untuk aku?” Briyan kelimpungan menatap pada makanan tersebut. Ia sama sekali tidak memesan makanan dan minuman apapun kepada siapapun. Namun, kali ini Aaron berada di hadapannya memberikan makanan dan minuman itu padanya.

“Apa ini yang namanya keberuntungan sesudah malang?” tanya Briyan berjalan keluar dari toilet. Ia terus berjalan cukup jauh dari toilet dan duduk di kursi tunggu. Mengeluarkan semua makanan yang ada di dalam kantong. Ia merasa beruntung, rasa lapar yang sejak tadi menggerogotinya akan sirna adanya roti pemberian Aaron.

Aaron yang mengikuti langkah Briyan duduk di sebelah Briyan memerhatikan Briyan yang menyantap lahap roti di tangannya. Briyan sudah menawarkan makanannya untuk berbagi pada Aaron. Namun, Aaron menolak. Ia sengaja membelikan semua itu hanya untuk permintaan maafnya pada Briyan.

Briyan tidak hentinya menatap pada Aaron yang memberikan makanan itu dengan setulus hati. Kehangatan dan kelembutannya jelas sekali memperlihatkan betapa lembutnya ia. Benar-benar seorang idola bagi semua orang.

“Aku minta maaf sama kamu, karena aku dan Jashie kamu diberikan hukuman untuk membersihkan toilet,” Aaron membuka suara, menyampaikan rasa bersalahnya pada Briyan. Suaranya bagaikan semilir angin yang menyejukkan.

“Kak Aaron minta maaf untuk apa?” tanya Briyan berpura-pura lupa dengan awal sebab permasalahan yang ia hadapi sehingga ia kena hukuman.

“Karena Jashie tidak bisa mengikuti kegiatan ini seperti apa yang sama-sama kita harapkan. Saat ini kondisi fisik Jashie sedang lemah,” Aaron berusaha untuk menjelaskan pada Briyan. Berharap Briyan tidak salah paham karenanya.

Briyan manggut-manggut mendengarkan penjelasan Aaron. Ia merasa telah salah paham pada Jashie yang hanya menuruti permintaan Aaron karena kondisi fisiknya yang lemah. Ya, Jashie hanya menuruti apa yang dikatakan oleh Aaron. Ia sangat tidak biasa untuk melawan apa yang dikatakan oleh Aaron.

“Baiklah, kalau seperti itu kebenarannya. Aku berusaha untuk memaklumi. Lagi pula, aku sudah merasa lebih baik. Briyan menyantap sepotong roti dan menyeruput minuman yang diberikan Aaron.” Briyan mengagumi kebijakan Aaron, dan caranya bertutur kata juga sangat sopan dan lembut padanya. Membuat Briyan merasakan ada sesuatu yang mengalir dan berdesir di dalam darahnya.

Briyan mulai merasa kagum akan sosok Aaron yang lembut. Bahkan ia sendiri merasa bersalah karena telah banyak protes sehingga ia mendapatkan hukuman seperti tadi.

Di tengah kekaguman Briyan pada sosok yang ada di sampingnya. Tiba-tiba Jashie datang dan menghampiri mereka. Jashie masih tersengal napasnya karena berjalan keliling sekolah mencari Aaron.

“Ternyata Kakak di sini. Aku sudah satu jam keliling gedung ini mencari Kakak,” sapa Jashie yang masih tersengal napasnya karena lelah berjalan mencari Aaron.

“Jashie, kamu kenapa mencari Kakak?” tanya Aaron berdiri menghadapi Jashie.

“Aku lapar Kak, tadi kakak bilang mau ke kantin. Ternyata kakak malah ada di sini bersama Briyan,” Jashie memegang perutnya yang sudah keroncongan sejak tadi.

“Baiklah kalau begitu,” Aaron mengacak-acak rambut Jashie.

Mereka pergi meninggalkan Briyan yang masih asyik menyantap makananannya. Aaron merangkul Jashie. Mereka terlihat mesra dengan tangan Aaron yang berada di atas pundaknya. Keakraban di antara mereka sangat jelas terlihat.

Melihat kebersamaan mereka dan kebahagiaan mereka membuat Briyan bertanya-tanya seperti apa hubungan yang telah mereka jalani saat ini.

“Mereka berdua sangat dekat. Belum pernah aku melihat hubungan dua anak laki-laki yang sedekat itu, bahkan mereka tampak seperti satu jiwa dan raga,” celotehnya sendiri. Briyan mengikuti langkah mereka yang masih tidak terlalu jauh berada di depannya.

Aaron dan Jashie duduk di bangku yang kosong. Kantin itu sudah terlihat sepi seperti gurun sahara di padang pasir yang tandus. Tidak banyak orang yang berada di sana. Hanya Aaron dan Jashie dan beberapa orang lain yang masih di sana untuk mengisi ventrikulus yang sedari tadi bersorak sorai minta di isi.

“Kamu mau makan apa, Jashie?” tanya Aaron.

“Aku mau makan nasi goreng saja,” jawab Jashie.

“Baiklah, kamu tunggu sebentar di sini, ya. Kakak akan ke dalam memesan makananya,” Aaron berjalan meninggalkan Jashie yang membolak balikkan majalah yang ada di tangannya.

Tak lama Aaron beranjak seseorang datang dan duduk di hadapan Jashie. Jashie melihat orang itu dari ujung kepala hingga ke mata kaki.

“Hay, Jashie.” Sapa Briyan duduk di hadapan Jashie. Briyan bersikap seolah ia sudah kenal lama dan berteman dekat dengan Jashie. Padahal mereka bertemu beberapa hari yang lalu, saat mereka sama-sama memasukkan pendaftaran siswa baru.

“Kamu?”

“Aku Briyan, kamu sudah lupa.”

“Oh iya, ada apa, Briyan?” tanya Jashie.

“Apa aku boleh bergabung dengan kalian?” tanya Briyan.

“Silakan saja, Briyan. Aku sangat senang jika kamu mau ikut bergabung dengan kita.”

Briyan melihat ke sekelilingnya. Tampaknya di sana tidak terlihat Aaron. Membuat Briyan merasa leluasa menyampaikan pertanyaannya terhadap Jashi akan keganjalan yang menyelimuti hatinya.

“Jashie, kamu dan Aaron terlihat begitu akrab, ya!” celetuk Briyan.

Jashie tersenyum dengan sangat manis. Membuat wajahnya yang terlihat seperti orang korea, terlihat cantik, menyalahi koderatnya sebagai seorang pria yang tumbuh bersama dengan Aaron.

“Iya, kami berdua memang sangat akrab,” sahut Jashie setelah cukup lama Ia memperkirakan jawaban yang ia ketahui.

“Sebenarnya hubungan kalian berdua itu apa?” tanya Briyan.

Jashie tersenyum nyaris terkekeh mendengarkan pertanyaan Briyan. Ia menaruh bukunya di atas meja dan menjawab, “Iya, aku memang memiliki hubungan dengan Kak Aaron.”

Rasa yakin mulai tumbuh di dalam hati Briyan,tetapi ia masih merasa ragu karena jawaban yang diberikan Jashie belum sepenuhnya menjawab apa yang ia pertanyakan.

“Aaku dengan Aaron, kami adalah –,”

Bersambung…

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel