Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

9

Keringat dingin membasahi tubuh Alee, wajahnya saat ini tampak pucat. Napasnya tidak beraturan. Ia baru saja bermimpi buruk, mimpi yang datang kembali menyapanya sejak enam tahun lalu.

Kedua tangan Alee terangkat, ia mengelap keningnya yang berkeringat. Perlahan, Alee mengatur napasnya agar kembali menjadi tenang.

Sejenak Alee duduk di tepi ranjang sebelum akhirnya ia memutuskan untuk keluar dari kamarnya dan pergi ke mini bar. Alee menuangkan wine ke gelas di meja bar. Ia menyesapnya sedikit lalu meletakan kembali gelas itu ke tempatnya.

Alee memegangi dadanya yang masih berdebar tidak enak. Ia memijatnya pelan, berharap rasa itu akan segera memudar dan lenyap.

Sejak kematian ibunya, Alee memang sering bermimpi buruk. Bayangan tubuh ibunya yang tergeletak di kasur dengan darah yang membasahi sprei hampir tiap hari menyapa tidur Alee. Dan ketika ia sudah terjaga, ia pasti tidak akan bisa tidur lagi.

Hari itu, Alee bukan hanya kehilangan ibunya, tapi kehilangan seluruh hidupnya. Ia berpikir bahwa tidak ada satu orang pun yang benar-benar mencintainya. Ayahnya pergi untuk wanita lain, dan ibunya pergi untuk selama-lamanya karena sang ayah.

Alee tidak tahu kesalahan apa yang sudah ia perbuat hingga ayah dan ibunya begitu tega terhadapnya.

Namun, semenjak kedatangan Ell. Ia benar-benar bersyukur karena ia memiliki Ell dalam hidupnya. Ell juga mampu mengusir mimpi buruknya.

Sayangnya itu hanya sekejap saja. Ell juga sama seperti orangtuanya, tidak pernah mencintainya. Sejak perpisahannya dengan Ell, mimpi buruk itu kembali datang lagi.

Alee menghela napas panjang. Ia kembali meraih gelas dan menyesap minumannya hingga tandas. Lalu ia menuang wine lagi dan meminumnya, Alee melakukan itu secara berulang-ulang.

Hampir satu jam Alee berada di mini bar. Suasana sunyi di tempat itu cukup membuat Alee tenang.

Merasa cukup, Alee turun dari kursi yang sejak tadi ia duduki. Ia besok akan masuk kerja, ia tidak boleh datang dalam kondisi yang tidak baik.

Saat Alee hendak meninggalkan mini bar, ia melihat Ell yang melangkah ke arahnya, atau mungkin lebih tepatnya ke arah lemari pendingin yang ada di dekat Alee.

Alee tidak memiliki keinginan untuk bicara dengan Ell, ia hanya melewati pria itu.

"Tinggalkan Daddy sebelum kau benar-benar terluka." Ell bersuara pelan, tapi peringatan itu jelas tidak main-main.

Alee berhenti melangkah, ia membalik tubuhnya dan menatap Ell sejenak. "Aku tidak keberatan terluka."

"Kau tidak akan mendapatkan sedikit pun harta Daddy," seru Ell tajam.

Alee mendekati Ell, membunuh jarak di antara mereka. Ia tampak tidak terganggu sama sekali dengan ucapan Ell. "Jangan terlalu yakin, Ell. Karena rasanya akan menyakitkan jika sesuatu tidak berjalan sesuai dengan keyakinanmu."

Rahang Ell mengeras, kemarahan tampak jelas di wajahnya. "Jalang!" Ell ingin mengucapkan banyak kata-kata pada Alee, tapi yang keluar dari mulutnya hanya satu kata itu.

Alee benar-benar tidak tahu malu. Tidak bisakah Alee mencari pria lain, bukan ayah dari mantan kekasihnya sendiri. Mantan? Ell bahkan enggan mengucapkan kata itu. Ia benar-benar tidak menyangka bahwa ia bisa berhubungan dengan wanita murahan seperti Alee.

Senyum kecil tampak di wajah Alee ketika ia mendengar makian Ell. Jalang? Ia bukan wanita seperti itu, tapi ia enggan menyangkalnya dari Ell. Bagi Ell nilainya tidak akan pernah berubah.

Tangan Alee terangkat, ia mengelus rahang Ell, lalu berpindah ke bibir Ell. "Menjadi jalang tidaklah buruk, Ell. Aku menyukainya."

Kemarahan Ell semakin tampak jelas, ia meraih tangan Alee lalu menghempaskannya. "Jangan pernah menyentuhku dengan tangan kotormu!" geramnya.

Alee terkekeh geli. "Dahulu tangan ini pernah menyentuh seluruh tubuhmu, Ell. Dan ya, aku tidak keberatan jika kau menginginkan sentuhanku lagi."

Tangan Ell terangkat, ia mencengkram dagu Alee kuat. Rasanya Ell benar-benar ingin meledak. "Kau benar-benar menjijikan!" Lalu Ell melepaskan cengkramannya dengan kasar. Kemudian ia meninggalkan Alee. Niatnya untuk minum sudah lenyap, berganti dengan emosi yang meluap-luap.

Alee memegangi dagunya yang sedikit sakit. Senyum di wajahnya lenyap. "Bersikap lebih buruklah, Ell. Aku ingin memiliki banyak alasan untuk membencimu."

Alee memegang prinsip, satu-satunya hal yang tidak bisa ia maafkan di dunia ini adalah perselingkuhan. Seharusnya alasan dikhianati sudah cukup baginya untuk membenci Ell, tapi hatinya tidak bisa diatur. Ia mencintai Ell lebih banyak dari ia membenci Ell.

Tidak banyak hal manis yang Ell lakukan padanya ketika mereka menjalin hubungan, tapi tetap saja hubungan singkat itu membekas untuk Alee. Mungkin karena Ell adalah cinta pertamanya.

Jauh sebelum Ell mendekatinya, Alee sudah lebih dahulu menyukai Ell. Mungkin hampir tiga tahun Alee mengagumi sosok Ell. Ia sangat tidak tertarik pada pria-pria yang menjadi perhatian wanita, tapi untuk Ell itu pengecualian.

Alee tidak suka menonton basket, tapi ketika Ell yang main basket di kampus, ia akan menghabiskan waktunya untuk menonton Ell dari kelasnya. Ya, Alee hanya bisa mengamati dari kejauhan.

Alee masih ingat bagaimana pertemuan pertama mereka secara langsung. Saat itu ia berada di perpustakaan, mencoba untuk mengambil sebuah buku yang cukup sulit untuk ia jangkau, dan Ell yang mengambilkan buku itu untuknya.

Ell menatapnya dengan mata kelam pria itu, saat itu juga Alee terperangkap dalam jeratan pesona Ell yang memang tidak bisa ia lewatkan.

Hari itu Ell tidak langsung mendekatinya, Ell hanya membantunya sedikit saja tapi ia sudah tidak bisa berpaling lagi dari Ell.

Dan selanjutnya, ketika ia mobilnya rusak, Ell menawarkan tumpangan. Dan ketika itu Alee menawarkan pada Ell untuk mampir ke rumahnya.

Ell tidak menolak, untuk pertama kalinya Alee kedatangan tamu pria setelah belasan tahun ia hidup.

Dari pertemuan pertama dan kedua, ada pertemuan lainnya. Dua bulan kemudian Ell meminta Alee untuk jadi kekasihnya. Dan Alee jelas menerimanya.

Sekarang Alee sudah menyadari bahwa apa yang terjadi dahulu memang telah direncanakan oleh Ell. Ell membuatnya jatuh hati dengan cara yang tidak disengaja agar tidak terlihat bahwa semua itu hanyalah tipu muslihat Ell untuk memenangkan taruhan.

Alee menghela napas pelan. Semua memang salahnya. Ia terlalu dibutakan oleh cinta jadi tidak bisa menyadari bahwa Ell tidak pernah mencintainya.

Menyudahi pemikirannya, Alee segera kembali ke tempatnya. Tidak ada guna baginya mengingat hal-hal di masa lalu tentang hubungannya dengan Ell, karena yang sudah terjadi tidak akan bisa diperbaiki lagi.

Ell melangkah menuruni tangga, ia sudah mengenakan setelan berwarna hitam yang tampak sangat serasi untuk ia gunakan. Pria tampan itu tampak gagah dan memesona dengan pakaiannya.

Hari ini ia akan masuk ke Ingelbert Corporation, sesuatu yang tidak pernah ia ingin lakukan sebelumnya. Namun, seperti yang ia katakan, selalu ada harga untuk apa yang diinginkan. Dan ini adalah harganya untuk mengusir Alee dari hidup ayahnya.

Wajah Ell tiba-tiba menjadi kaku ketika ia melihat Alee dan ayahnya berdiri tidak jauh di depannya dalam kondisi yang terlihat intim. Tubuh Alee tampak menempel dengan tubuh sang ayah.

Ell mengepalkan tangannya, apakah Alee dan ayahnya tidak bisa melakukan hal-hal menjijikan itu di dalam kamar saja.

Hari masih pagi tapi suasana hati Ell sudah rusak. Jika saja tatapannya bisa membakar orang maka saat ini Alee dan ayahnya pasti sudah jadi abu.

Namun, saat ini yang terbakar bukan Alee dan Damian, melainkan diri Ell sendiri. Ia membakar dirinya sendiri dengan kemarahan.

"Sudah selesai," seru Alee yang tidak menyadari betapa tajamnya tatapan Ell padanya.

"Terima kasih, Alee."

"Itu bukan apa-apa."

"Baiklah, sekarang ayo kita sarapan."

"Baik."

Saat tatapan Damian beralih dari Alee, ia melihat Ell yang berdiri tidak jauh di belakang Alee. Dari tatapan Ell, Damian tahu betapa marahnya sang putra.

"Pagi, Ell." Damian menyapa putranya.

Ell tidak menanggapi sang ayah yang mendekat ke arahnya.

"Ayo sarapan bersama," ajak Damian.

"Tidak ada makanan yang bisa aku makan di rumah ini." Ell menjawab dengan dingin. Setelah itu ia melangkah pergi, melewati Damian dan Alee.

"Anak itu benar-benar keras." Damian menghela napas pelan.

"Aku rasa itu keturunan." Alee menyahut dari sebelah Damian.

Damian terkekeh kecil. "Benar, itu salahku yang menurunkan semuanya pada Ell."

"Aku melihat Anda bukan menyesal tapi bangga dengan hal itu."

Damian semakin tergelak. "Ell memang kebangganku, Alee."

"Baiklah, sebelum bertambah panjang sebaiknya kita segera sarapan."

"Benar, ayo."

Keduanya kembali melangkah menuju ke ruang makan. Sementara itu Ell yang kini sudah masuk ke dalam mobil mencengkram setirnya dengan kuat.

"Alee! Aku sangat membencimu." Mata Ell memerah karena marah.

Ell menyalakan mesin mobilnya lalu melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.

Hati Ell terasa sangat panas. Ia tidak pernah berharap bahwa ia akan bertemu lagi dalam kondisi yang seperti ini. Setelah bertahun-tahun ia menyalahkan dirinya sendiri atas kepergiaan Alee, ia berharap ia bisa bertanya pada Alee kenapa Alee meninggalkannya begitu saja.

Jika itu karena ia terlalu cuek pada Alee, maka ia akan menjadi lebih sedikit perhatian. Jika ia tampak tidak peduli pada Alee, maka ia akan mencurahkan semua kepeduliannya hanya untuk Alee seorang.

Namun, setelah ia tahu Alee adalah wanita simpanan ayahnya, semua rasa bersalah yang ia rasakan ternyata hanyalah sia-sia.

Alee meninggalkannya karena memang Alee tidak pernah mencintainya. Tatapan Alee yang dahulu penuh kasih sayang dan kelembutan hanyalah kepalsuan semata.

Tampaknya ia tidak terlalu kaya bagi Alee untuk menggantungkan hidupnya sehingga Alee lebih memilih ayahnya untuk dijadikan sandaran hidup.

Ell benci mengakui bahwa ia benar-benar mencintai Alee. Bahkan semalam, sentuhan Alee dan tatapan Alee terasa sangat membekas padanya. Tidak bisa ia pungkiri bahwa setiap sentuhan Alee pada tubuhnya selalu memberikan sensasi lebih.

"ARGGGHHH!" Ell memukul setir mobilnya kuat. Ia segera menepi.

"Kenapa harus Daddy, Alee! Kenapa harus Daddy!" geram Ell.

Jika itu bukan ayahnya maka ia pasti akan merebut Alee kembali ke sisinya, tidak peduli Alee telah meninggalkannya dan menghancurkan hatinya. Ell siap bersaing dengan siapapun orangnya. Ia juga tidak keberatan memberikan seluruh hartanya untuk Alee.

Namun, sayangnya yang Alee pilih adalah ayahnya. Membayangkan Alee bercinta dengan ayahnya membuat Ell merasa jijik.

Ell sangat membenci Alee sebanyak ia mencintai Alee. Ia ingin menghancurkan Alee sebagai bentuk pembalasan atas semua rasa sakit yang telah Alee torehkan terhadap dirinya.

Ia ingin Alee merasakan badai yang dahulu pernah Alee datangkan padanya.

Kepergian Alee adalah kehilangan terbesar yang pernah ia rasakan dalam hidupnya. Ia memang pernah berkata bahwa terlalu sia-sia ia memikirkan Alee yang telah meninggalkannya, tapi yang terjadi adalah sebaliknya.

Ia selalu memikirkan Alee. Ia merindukan semua hal tentang Alee. Ell berkali-kali mencoba mencari Alee, tapi ia tidak menemukan wanita yang ternyata telah mempengaruhi kehidupannya.

Benar, Ell memang terlambat menyadari arti Alee dalam hidupnya.

tbc

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel