8
Suasana di ruang makan tampak hening, Damian dan Alee melihat ke arah yang sama, yaitu Ell yang saat ini berdiri dengan koper di sebelahnya.
"Kau datang di waktu yang tepat, Ell. Daddy dan Alee baru saja akan memulai makan malam. Ayo makan malam bersama." Damian memecah keheningan.
"Aku akan mengambil alih perusahaan, jadi buang wanita itu!" Ell bicara tanpa basa-basi terlebih dahulu.
"Kita akan bicarakan setelah makan malam, Ell. Duduklah." Damian membalas ucapan putranya tenang.
Mata Ell melihat ke meja makan lalu beralih ke Alee. Ia tidak akan bergabung makan malam dengan ayahnya jika ada Alee di sana.
"Aku akan menunggu Daddy selesai makan." Ell kemudian berbalik tanpa menunggu jawaban dari Damian. Ia menyeret kopernya menuju ke ruang keluarga.
"Putraku benar-benar sesuatu, kan, Alee?"
Alee menatap ke Ell yang sudah menjauh. "Aku mengenalnya, dia akan melakukan segala cara untuk menang."
"Apa kau akan menyerah begitu saja?"
"Jika Anda tidak menginginkan aku di sini lagi, maka aku akan pergi."
"Ah, jadi semua keputusan ada padaku." Damian tersenyum kecil. Kali ini posisinya akan kembali sulit. "Baiklah, mari kita lupakan sejenak Ell. Habiskan makananmu."
"Ya, terima kasih." Alee kemudian menyantap makanannya.
Keduanya kemudian menghabiskan makan malam mereka. Damian mengelap mulutnya dengan sapu tangan yang ada di meja. "Masakanmu sangat enak, Alee. Aku beruntung bisa menikmatinya."
"Itu adalah sebuah kehormatan bagi Anda, Tuan Ingelbert." Alee berkata dengan percaya diri.
Damian terkekeh geli. Bicara dengan Alee memang selalu membuat suasana hatinya menjadi baik. Andai saja Ell menikah dengan Alee maka ia pasti akan sangat bahagia. Sayangnya Ell memiliki pilihan sendiri, ralat pilihan ibunya yang disetujui oleh Ell tanpa paksaan.
Alee dan Estella, dua wanita yang sama-sama baik untuk putranya. Berdasarkan dari latar belakang keluarga, Alee dan Estella sama-sama dari keluarga pengusaha yang terpandang. Pendidikan, keduanya setara meski berada di bidang yang berbeda. Kepribadian? Dari yang Damian amati keduanya juga memiliki kepribadian yang baik.
Estella saat ini telah mendirikan yayasan untuk anak-anak yang memiliki kekurangan fisik. Estella juga peduli terhadap kemanusiaan. Untuk menjadi pendamping seorang penerus Ingelbert, Estella tidak memiliki kekurangan.
Dan Alee, Damian telah mengamati Alee secara langsung beberapa tahun terakhir. Menurut Damian, Alee adalah wanita paling tangguh yang pernah ia kenal. Alee selalu mengetahui apa yang ia inginkan dan apa yang tidak ia inginkan. Alee memiliki pendirian yang teguh dan pekerja keras.
Jika bisa memilih Damian tidak akan ragu menunjuk Alee sebagai pendamping Ell. Ia ingin putranya mendapatkan seorang wanita yang kuat, yang bisa mendorongnya untuk bangkit jika suatu hari nanti terjatuh.
Estella mengandalkan kedua orangtuanya untuk hal-hal yang ingin ia bangun, tapi Alee, ia menggunakan kedua tangannya sendiri untuk menggapai impiannya.
"Baiklah, sekarang ayo kita temui Ell." Damian bangkit dari tempat duduknya.
"Ya, baiklah." Alee mengikuti Damian. Ia ingin melihat bagaimana Ell mengusirnya dari kediaman sang ayah.
Damian melangkah menuju sofa, di sana sudah ada Ell yang duduk dengan wajah dingin. Ia sofa single yang ada di sebelah Ell, sedangkan Alee ia berdiri di sebelah Damian.
"Sekarang bicaralah." Damian menatap putranya tegas, tapi dalam tatapan itu terlihat betapa sayangnya Damian pada Ell. Kehangatan seorang ayah untuk putranya selalu melekat pada Damian.
"Aku akan mengambil alih perusahaan, tapi aku ingin Daddy meninggalkan wanita itu!"
Damian tampak berpikir sejenak. "Kau mengambil keputusan karena emosi, itu bukan sesuatu yang Daddy harapkan darimu, Ell."
"Aku sudah berpikir dengan sangat baik. Selama ini Daddy ingin aku mengambil alih perusahaan, bukan? Aku akan melakukannya, tapi harus ada harga untuk itu."
Alee tertawa kecil. "Khas seorang Ell." Ia tidak sakit hati sama sekali karena ucapan Ell yang seolah ia hanyalah sesuatu yang tidak berharga yang bisa dibuang kapan saja. Ya, Ell juga dahulu pernah hampir membuangnya, setidaknya ia sudah pergi lebih dahulu sebelum dibuang oleh Ell.
Tatapan Ell beralih pada Alee. Tajam, penuh kemarahan dan penuh kebencian.
"Tidak semudah itu, Ell. Semua memang ada harganya, tapi untuk melakukan yang kau katakan itu semua butuh banyak pertimbangan." Damian sangat menginginkan Ell menjadi penerusnya, tapi jika ia menyerahkannya pada Ell sekarang dalam kondisi Ell yang hanya menggunakan perusahaannya sebagai sarana mengusir Alee itu tidak akan berujung baik.
Lagipula Damian tidak ingin putranya melakukan sesuatu bukan dari hatinya. Damian tidak pernah ingin menyiksa Ell dengan memaksakan kehendak pada Ell. Semua terbukti dengan pilihan-pilihan Ell yang tidak ditentang oleh Damian.
Ell tidak percaya bahwa ayahnya akan begitu sulit untuk membuang Alee. Ia bahkan telah mengabulkan keinginan ayahnya agar ia mengambil alih perusahaan. Apa itu saja tidak cukup untuk membuat Alee tersingkir.
Alee, entah racun apa yang sudah diberikan wanita itu pada ayahnya hingga ayahnya begitu mudah diperdaya.
"Daddy baru saja mengangkat Alee sebagai penanggung jawab pembuatan sebuah perangkat lunak yang baru. Dan jika Daddy mengusir Alee sekarang maka Daddy akan kehilangan jutaan dollar," tambah Damian.
"Aku akan memberikan keuntungan berkali lipat." Ell tidak mungkin kalah dari Alee. Ia yakin sepenuhnya, ia bisa menghasilkan lebih banyak keuntungan daripada Alee.
"Kalau begitu tunjukan pada Daddy. Besok, mulailah bekerja di perusahaan. Buat sebuah perangkat lunak, jika keuntunganmu lebih besar dari perangkat lunak Alee, maka Daddy akan melakukan apa yang kau katakan." Damian memberikan tantangan pada Ell. Untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan Ell harus melakukan sesuatu terlebih dahulu.
Jika Ell berhasil membuat sebuah perangkat lunak yang sempurna, maka tidak akan ada orang yang bisa meragukan kemampuan Ell. Damian ingin putranya diakui oleh orang lain dengan kemampuannya sendiri.
"Aku akan masuk ke perusahaan besok." Ell tidak akan ragu untuk melangkah maju jika itu tentang menyingkirkan Alee dari sisi ayahnya.
"Kalau begitu pembicaraan kita selesai. Daddy akan pergi ke ruang kerja karena ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan. Jika kau ingin menemui Daddy datang ke ruang kerja." Damian bangkit dari tempat duduknya. "Beristirahatlah, Alee. Selamat malam." Damian beralih pada Alee.
"Terima kasih, selamat malam kembali." Alee tersenyum manis.
Damian lalu meninggalkan Alee dan Ell di ruangan itu. Alee menatap sejenak ke arah Ell. "Selamat berjuang untuk menyingkirkanku, Ell." Ia kemudian membalik tubuhnya, tapi belum melangkah. "Dan ya, aku tidak akan kalah darimu." Setelah itu barulah ia melangkah.
Ell mengepalkan kedua tangannya. Melihat Alee selalu membuatnya marah. Wanita itu, Ell sangat membencinya. Bagaimana ia bisa terlihat tidak berdosa sama sekali setelah meninggalkannya begitu saja tanpa mengatakan apapun.
Ell mendengus kasar, wanita tidak punya perasaan seperti Alee mana mungkin akan merasa bersalah. Mungkin dahulu ia hanya dianggap mainan oleh Alee. Cinta yang Alee tunjukan padanya dahulu hanyalah kepalsuan semata.
Bangkit dari tempat duduknya, Ell menarik kopernya menuju ke lantai dua lalu ia masuk ke dalam kamar yang ketika ia masih kecil selalu ia tempati.
Tangannya meraih pintu kamar, ketika ia melihat ke dalam, kamar itu tidak berubah sama sekali. Entah kapan terakhir kali ia tidur di kamar ini.
Ketika Ell sudah memasuki waktu kuliah, ia memilih untuk tidak tinggal dengan kedua orangtuanya. Ia ingin menjadi laki-laki mandiri yang mengurus hidupnya sendiri tanpa campur tangan orangtuanya.
Dan sekarang demi keinginannya untuk mengusir Alee dari kehidupan ayahnya, ia harus kembali ke kediaman ini. Meninggalkan apartemen yang sudah menjadi bagian hidupnya selama beberapa tahun belakangan ini.
Ell meletakan kopernya di tengah ruangan, lalu ia melangkah ke arah jendela, membuka tirai putih yang menutupi jendela lalu menatap ke arah taman yang diterangi oleh lampu bercahaya temaram.
Suara dering ponsel memecah keheningan di ruangan itu. Ell merogoh sakunya, ia melihat ke layar ponselnya lalu menjawab panggilan itu.
"Ya, Estella." Panggilan itu berasal dari tunangannya, Estella.
"Apakah aku mengganggumu?" tanya Estella dengan suara lembut.
"Tidak, ada apa?"
"Aku di apartemenmu sekarang, tapi kau tidak ada. Di mana kau sekarang?"
"Aku berada di kediaman Daddy sekarang. Dan untuk beberapa saat ke depan aku akan tinggal di sini."
"Apakah terjadi sesuatu pada Paman Damian?"
"Tidak ada. Aku hanya memiliki pekerjaan yang harus aku urus di sini."
"Ah, seperti itu. Baiklah." Estella sudah mendengar dari ibu Ell bahwa wanita simpanan ayah Ell sudah tinggal di kediaman ayah Ell. Estella yakin pekerjaan yang Ell urus itu pasti ada hubungannya dengan wanita baru ayahnya. Estella tahu bahwa Ell telah mencari tahu siapa wanita itu selama beberapa tahun terakhir.
"Bagaimana pekerjaanmu hari ini? Apakah semuanya lancar?" tanya Estella.
"Semuanya berjalan dengan baik. Bagaimana denganmu?"
"Sama sepertimu. Semuanya berjalan dengan lancar." Estella menjawab senang. Ia senang karena Ell menanyakan tentang harinya. Sangat jarang Ell akan memperhatikannya seperti ini. "Aku sangat tidak sabar menunggu pernikahan kita, Ell. Rasa lelah bekerja pasti akan hilang saat aku melihatmu di rumah."
"Jika kau lelah, sekarang istirahatlah."
Bukan seperti itu maksud Estella. Ell benar-benar tidak peka terhadap perasaannya. "Baiklah, aku akan menginap di apartemenmu. Kau juga istirahatlah. Aku mencintaimu, Ell."
"Ya."
Ell memutuskan panggilan itu. Ia memasukan kembali ponselnya ke dalam saku celana, lalu kembali memandangi taman yang ada di bawah sana.
Sementara itu di sebelah kamar Ell, Alee juga memandangi taman yang dipandangi oleh Ell. Ya, letak kamar mereka memang bersebelahan. Hanya saja Ell tidak menyadarinya. Sedangkan Alee, ia jelas tahu bahwa kamar di sebelahnya adalah kamar Ell. Pelayan sudah menunjukan semua ruangan pada Alee.
tbc