Ringkasan
CERITA DEWASA 21+ *** Kintan adalah seorang janda dengan dua anak laki-laki yang masih berusia 3 dan 8 tahun. Karena tak tahan dengan gunjingan tetangganya, Kintan pun memutuskan untuk pindah tempat tinggal ke apartemen untuk memulai hidup baru bersama anak-anaknua. Iqbal adalah tetangga yang tinggal di apartemen sebelah Kintan, seorang duda dan hot daddy yang memiliki satu anak perempuan berusia 14 tahun. Lalu ketika dua orang yang sama-sama memiliki luka dan trauma pada pernikahan di masa lalu, apakah mereka akan sanggup menyambut cinta yang tiba-tiba datang untuk mengetuk? Ini adalah kisah cinta yang tidak sempurna, sebuah cinta yang datang pada kesempatan kedua, di saat hati yang terluka tidak pernah mengharapkan kehadirannya.
1. Tetangga Baru
Kintan menengadah menatap gedung apartemen yang berada di depannya.
Cuaca yang cukup terik siang ini, membuat wanita itu menyipitkan mata dan menangkup satu tangan di atas kepala, untuk menghalau sinar matahari yang menyilaukan mata.
“Halo, tempat tinggal yang baru! Be nice with us, okay?” Gumannya sembari menyunggingkan senyum.
Sambil menghela napas pelan, wanita itu pun berjalan dengan penuh semangat memasuki gedung 23 lantai itu.
Kintan memiliki alasan tersendiri saat pindah dari rumah yang selama ini ia tingggali selama bertahun-tahun ke gedung apartemen ini, yaitu agar tidak terganggu dengan tetangga-tetangganya yang mendadak berubah rese dan julid.
Terutama, sejak status dirinya yang tiba-tiba menjanda, karena kematian suaminya 6 bulan yang lalu.
Ck. Memangnya kenapa sih dengan status janda??
Nggak ngerti deh dengan pemikiran picik mereka, yang seolah alergi dengannya dan merasa kalau Kintan adalah sebuah ancaman bagi suami-suami mereka.
Padahal Kintan pun sama sekali tidak bersikap yang aneh-aneh, apalagi genit. Rasanya ia tetap ramah dan bersikap biasa saja, tapi tetap saja ia dituding suka menggoda!
Hah, sudahah. Paling tidak sekarang ia sudah terbebas dari tetangga rese, dan bisa menata hidup baru dengan lebih damai dan tenang di tempat tinggal barunya ini.
Kintan berharap, penghuni apartemen ini lebih welcome dan tidak terlalu terganggu dengan statusnya yang janda.
Meskipun anak sulungnya Khalil selalu saja cemberut, karena merasa kehilangan teman bermain di kompleks perumahannya.
Untung saja Khafi, anak kedua Kintan, masih berusia 3 tahun.
Ia tidak terlalu mengerti soal pindah tempat tinggal, tapi yang pasti ia sangat girang saat mengetahui ada kolam renang dan tempat bermain anak-anak di sana.
Kintan sedang membawa dus berukuran sedang yang dipenuhi dengan mainan anak-anak, barang terakhir dari rumahnya yang dibawanya.
Syukurlah pindahannya sudah beres sekarang dan semua barang sudah dibawa. Anak-anak juga sudah berada di dalam apartemen ditemani Bi Yani, asisten rumah tangga Kintan.
Saat Kintan masuk ke dalam lift yang hanya diisi oleh beberapa orang saja, wanita itu pun menekan tombol 19, lantai tempat tinggalnya.
Pintu lift pun kemudian akhirnya terbuka di lantai 19. Namun ketika ia keluar beberapa langkah dari kotak besi itu, tiba-tiba saja Kintan tersandung tali sepatu ketsnya yang tanpa sadar telah terlepas dari ikatan.
"Aduhh!!" Wanita itu pun jatuh terjerembab, dan kardus berisi mainan anak-anak juga ikut terlempar berhamburan di lantai.
‘Ya Tuhan. Apes banget sih!’
Sambil mendesah kesal, ia pun memunguti mainan yang berserakan dan melemparkannya dengan asal-asalan kembali ke dalam kardus.
Tiba-tiba saja Kintan mendengar suara langkah cepat dari seseorang yang menuju ke arahnya, lalu seseorang itu pun ikut mengambilkan mainan-mainan itu dan memasukkannya ke kardus.
Wanita itu sontak menengadah, menatap kaget pada orang yang membantunya.
Yaitu seorang laki-laki jangkung, berkulit putih, dan amat sangat tampan yang menatapnya balik sambil tersenyum.
"Terima kasih," ucap Kintan kemudian, ketika printilan mainan-mainan itu sudah terkumpul semua.
"Penghuni baru ya?" Tanya suara ramah namun terdengar sangat maskulin itu.
Kintan pun hanya mengangguk singkat sebagai jawaban, agak malas untuk berbasa-basi meskipun jadinya terkesan tidak sopan.
Jujur ia masih takut untuk berinteraksi dengan seorang pria, takut jika pasangan pria ini akan menuduhnya macam-macam seperti yang terjadi pada tetangga-tetangganya di perumahan yang dulu.
"Itu mainan punya adik kamu?" ucap lelaki itu tiba-tiba, sambil menunjuk mainan bocil dalam kardus yang Kintan pegang.
"Eh? Adik??" Beo Kintan yang sekarang malah ingin tertawa terbahak-bahak.
‘Apa dia kira aku ini masih sekolah??’
Kintan hendak mengkonfirmasi bahwa semua mainan di dalam kardus adalah milik putranya yang bernama Khafi, namun suara denting pelan dari ponsel lelaki itu membuatnya sektika terdiam.
"Oke. Kalau begitu selamat datang di apartemen ini, ya. Saya pergi dulu," ucapnya setelah membaca sekilas isi pesan yang ia terima dan kembali menyunggingkan senyum kepada Kintan.
"Uh-hum. Sekali lagi makasih untuk bantuannya tadi." Kintan baru saja mau melangkahkan kakinya ketika tiba-tiba lelaki itu kembali memanggilnya.
"Adik... tunggu dulu," panggilnya lagi.
Kintan menoleh dan melihat lelaki itu berjalan cepat kembali ke arahnya, lalu tiba-tiba saja ia berlutut di depan Kintan sambil menalikan tali sepatu kets wanita itu.
Kintan pun sampai terkesiap dan melongo melihatnya. ‘Ini cowok apa-apaan sih, main pegang-pegang sepatu orang aja! Aduh, jadi rikuh deh.’
"Hati-hati ya? Nanti kamu bisa terjatuh lagi seperti tadi kalau tali sepatunya lepas seperti itu," ucapnya seperti sedang menasihati anak-anak, sambil tersenyum dan melambaikan tangan lalu berlalu serta menghilang menuju lift.
Dan Kintan yang masih diam terpaku pun serta-merta kembali ingin tertawa miris mendengarnya.
“Aku pindah ke apartemen supaya nggak di cap janda gatel tukang godain suami orang. Tapi malah kenapa dikira dedek-dedek gemes?! Ck!"
Kintan pun melangkah dengan perasaan kesal sambil menghentakkan kakinya.
****