Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 9

Rebecca membulatkan kedua bola matanya dengan sempurna, dokter muda itu menyangka jika pendengaran bermasalah. "Mungkin aku sudah menggangu waktu kalian, jadi aku permisi pamit dulu!" Rebecca buru-buru membuang muka salting nya dan segera enyah dari kamar anak tersebut.

"Mama ... Dont go away!"

Wanita yang masih mengenakan baju kebesarannya tak mampu lagi menyembunyikan act fool nya.

"Cia, jangan susahkan dokter yang telah membantumu ya, Nak!" bujuk sang nenek terhadap gadis kecil yang saat ini girang setengah mati karena menduga jika Rebecca adalah mamanya yang sudah lama meninggalkan dirinya.

Untuk sesaat, Alicia tak bisa berkata-kata apapun, harapan indah memiliki orangtua yang lengkap berakhir sudah ketika sang nenek menyebut jika Rebecca adalah dokter yang telah membantunya.

"Bukan! dokterku adalah dokter Satrio, nenek berbohong, ya kan?" Alicia menangis hingga membuat pilu di hati semua orang yang berada di dekatnya.

Thomas maju selangkah mendekati sang keponakan yang masih terbaring lemas hingga menangis terus menerus dan membantu menjelaskan apa adanya, "Sayang, dia ini bibimu!"

"What the -" Rebecca mengumpat pelan, jika tadi gadis kecil itu menganggap dirinya mama, kini pemuda setampan Tom Holland mengatasi jika Rebecca adalah bibi gadis kecil itu.

Namun, bukan semakin mereda. Alicia semakin menangis dan bahkan menjerit jika semua orang tak menyayangi dirinya. "Hanya Cia di dunia ini yang tak memiliki mama, bahkan uncle dan papa saja memiliki mama."

"Um ... sorry, siapa tadi namamu?"

"Cia,"

"I feel u, karena aku juga tidak memiliki ayah lagi. Event yatim, tapi aku merasa semua orang mencintai aku," Rebecca dengan lemah lembut menjelaskan jika tidak memiliki ayah atau ibu bukan suatu hal yang begitu mengerikan.

Tangis Alicia sedikit mengendur. Akan tetapi, ia masih belum menerima jika memiliki hanya satu orangtua.

"Jadi ... aku harus menerima semua ini?"

"Yap," sahut Rebecca dengan penuh keyakinan jika Alicia mampu mengerti akan maksudnya. Bahkan Becca sudah memiliki ancang-ancang untuk memeluk gadis kecil itu.

Namun, pelukan itu Becca urungkan lantaran sebuah hentakkan dari mulut Alicia. "Kalau begitu, maukah dokter jadi mamaku?"

"What? Gila ya?"

Bukan melongo lagi, tapi wajah Becca benar-benar cengo. Sepertinya Rebecca menjadi dungu mendadak setelah pertanyaan yang memiliki tenaga super layaknya gledek.

Thomas segera mengajak Rebecca keluar, bukan lantaran ingin menyelamatkan Rebecca sang incarannya saja. Melainkan Thomas tak ingin Alicia terlalu berharap Becca menjadi mamanya. Jika seperti itu, tandanya ia harus bersaing secara ketat dengan sang kakak dong.

Thomas menatap kedua manik Rebecca dengan dalam sedalam-dalamnya. "Jangan masukkan hati, ya?"

"Aku paham seperti apa yang anak itu rasakan, menjadi anak yatim dan sering ditindas pernah kurasakan," Rebecca tak memungkiri, selepas kepergian sang papa, kehidupan keluarga menjadi jungkir balik.

Untuk mencoba memahami seperti apa perasaan wanita idamannya, Thomas bergerak gesit dengan meraih jemari Rebecca. Dokter wanita yang tampak murung itu, tersentak sendiri dengan ulah Thomas.

"Ma-maaf, saya harus kembali bekerja," Becca melepas jangkauan tangan Thomas padanya. Pasalnya Rebecca merasa jika sikap Thomas di luar batas.

Meski Thomas merupakan anak dari Nyonya ketua, tak pantas rasanya dirinya bersama dengan Thomas dalam keadaan seperti ini. Apalagi jika ada yang sempat melihat kedekatan keduanya.

Thomas kecewa, tentu saja. Meski sedikit. Namun, ia tak menyangka jika Rebecca bukan seperti wanita yang pernah dekat dengannya selama ini. "Baiklah ... aku akan menunggumu!"

"Dah ... Bye?" Rebecca melambaikan tangannya seirama langkahnya yang menjauhi Thomas.

"Bye, dok!" sahut Thomas tak kalah ramah. Bahkan pemuda tampan yang kini bekerja di perusahaan papanya itu, tak melupakan untuk mengulas senyum terhadap Rebecca.

"Oya aku lupa," Rebecca mendekatkan kedua tangannya ke mulut selayaknya sebuah toa untuk mengikrarkan sesuatu.

Di luar dugaan, James yang tadi berkata sedang menggantikan salah satu temannya. Mendadak muncul tanpa disadari oleh siapapun. James melihat kedekatan antara sang adik laki-laki dengan Rebecca.

"Cokelat darimu enak ... dan aku menyukainya, makasih, ya?"

Ada rasa getir yang menusuk di relung hati James. Rasanya seperti orang yang tak dianggap, atau lebih tepatnya usahanya tak berarti apa-apa bagi orang lain. Sedang ia melakukan hal ini karena rasa terimakasihnya untuk Becca karena telah menyempatkan Alicia. Ataukah ada alasan lain? Hanya James lah yang tahu.

Adik lelaki James terbius oleh senyum serta kecantikan Rebecca, hingga tak menyadari jika semua ini adalah ulah sang kakak.

Namun, jauh di lubuk hati James ada sebuah perasaan puas. Entah ada apa dengan pikiran James. Mudah sekali baginya untuk berubah pikiran. Nyatanya saat ini, secuil senyum terbit di sudut bibirnya.

"Syukurlah, jika dia suka! Hah? Apa aku gila?" James segera menghampiri Thomas ketika bayangan dokter wanita itu tak tampak lagi.

"Loh, kak? Katanya keluar kota? Balik juga ikut jadwal selanjutnya bukan?"

"Aku langsung pesan tiket komersial begitu landing ," sahutnya tanpa memikirkan seperti apa lelahnya James hari ini. Semua ini demi Alicia, hanga demi gadis kecil itu lah James rela pontang-panting hingga keluar kota dalam hitungan jam.

"Cia sudah sadar, kau tahu apa yang dilakukan anakmu?" Thomas mengadu apa yang dilakukan Alicia pada Rebecca.

James mengikuti Thomas masuk ke dalam kamar sang putri, begitu melihat kedatangan sang papa, Alicia berseru dengan girang. "Yay ... papa's coming!"

"Hai, Papa's little Princess ... how about you?"

Alicia hanya manyun tak berniat menjawab pertanyaan sang papa. Yang ia harapkan hanya satu yakni menjadikan dokter cantik sebagai makanya.

"Pa, mana mama?"

"Hah, Mama?" James yang belum sempat mendengar aduan dari Thomas, termangu tak percaya. Pasalnya, baru sekali ini Alicia menanyakan mamanya.

"Iya, mama yang memakai baju putih tadi loh!"

Otak genius James yang juga mendadak dungu karena pertanyaan sang putri berpikir keras hingga menangkap sebuah korelasi kehadiran Rebecca di depan kamar sang putri. Wajah James kembali mengeras, ia menduga jika niat Becca membantu Alicia adalah ingin mendekati dirinya. "Jadi karena harta hingga wanita itu mendonorkan darahnya?"

Thomas yang tidak terima dengan perkataan James langsung menarik lengan baju kakaknya. "Hati-hati! jaga ucapanmu, Kak!"

"Lalu apa? Dia mendekati keluarga kita, dan kau lihat hasilnya, bukan?"

"Diam, James!" bentak sang mama tak menyangka jika putra sulungnya memiliki pikiran yang picik.

"Mama malu memiliki putra yang berpikir sempit seperti kamu, pantas saja Raisa meninggalkan kamu," Nyonya Melati kesal hingga keluar dari ruangan sang cucu dengan wajah masam.

Begitu juga Thomas, ia tak menyangka jika sang kakak tidak memiliki hati. "Dia bukan wanita seperti itu, lagipula jika niat Rebecca mendekati keluarga karena harta. Aku tak keberatan ia mengeruk hartaku," Thomas memaki sang kakak dengan emosi.

"Kau bodoh, Thomas!" James masih tak mau kalah dari sang adik.

"Aku tahu kau yang meminta perawat untuk memberikan ruang istirahat bagi Rebecca. Kukira kau sudah berubah, Kak. Dan aku takut bersaing denganmu, kini? Aku semakin yakin untuk memprioritaskan Rebecca."

Bukan hanya Thomas saja yang tersulut emosi, James juga tak kalah berapi-api. Ia tak sudi jika wanita itu merusak keluarganya.

"Dan asal kau tahu, dia berterimakasih padamu bahkan mengatakan jika menyukai pemberianmu. Jadi jangan salahkan aku jika aku memanfaatkan keadaan."

Dan James pun paham arti maksud Thomas memanfaatkan keadaan. Karena sejak tadi Rebecca mengira semua hadiah yang ia terima merupakan pembeli dari Thomas.

"Rebecca akan masuk ke dalam keluarga ini, bukan sebagai mama Alicia. Melainkan tante Alicia." Itulah sumpah Thomas untuk James.

****

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel