Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2 Sidang Tak Terduga

Bab 2 Sidang Tak Terduga

Brandon sudah beberapa kali berada di tempat ini. Ruangan yang penuh dengan berbagai macam piagam juga sertifikat penghargaan. Di dinding sebelah kanan terdapat struktur organisasi universitas, sedangkan sisi yang lain penuh dengan potret-potret dewan kampus dari sejak universitas ini berdiri.

Ketegangan di ruangan itu belum juga mereda. Sebagai dewan kampus fakultas ekonomi, Dedi tetap berusaha menengahi.

Ia memang pernah mendengar selentingan kabar tentang Brandon yang memiliki hubungan asmara dengan salah satu mahasiswi.

Namun, kabar itu berlalu begitu saja. Lagi pula, Dedi enggan mencampuri urusan pribadi dosen-dosennya. Selama tidak menyalahi aturan norma, rasanya sah-sah saja kalau dosen memiliki hubungan dengan mahasiswi.

Ia juga memaklumi, Brandon adalah sosok supel yang memiliki banyak teman kalangan mahasiswa dan mahasiswi. Wajar kalau Brandon memiliki banyak penggemar.

Namun, apa Mia salah satu dari mereka?

Sekali lagi ia meneliti wajah Mia. Wanita itu tampak seperti gadis baik-baik. Pakaiannya sopan, tetapi kalau memang bukan hal yang mendesak, mahasiswi itu tidak akan menuduh Brandon dengan sesuatu yang sangat serius.

Masalah ini harus selesai dengan cara kekeluargaan. Pembicaraan ini juga mesti mencapai kata sepakat gang tidak akan mengganggu ketenangan universitas.

Dedi memutar tubuhnya ke arah Mia, ditatapnya wanita itu dari ujung kepala hingga kaki. “Begini, masalah ini harus selesai dengan baik,” tutur Dedi.

“Pak, di sini korbannya aku. Kenapa Bapak jadi terkesan bela dia?” protes Mia.

“Loh, kenapa jadi kamu yang ngatur? Kalau memang kamu hamil, kenapa harus cari saya?” sindir Brandon.

“Anak ini, milik kamu! Memangnya aku hila menuduh kamu tanpa bukti!” sentak Mia.

“Bukti? Kalau memang itu anak saya, berarti kamu menikmati melakukan itu dengan saya, 'kan?” balas Brandon.

Dedi menarik napas. “Sudah, sudah. Kita pasti bisa membicarakan ini dengan hati yang tenang. Mia, apa kamu bisa memberikan buktinya? Pak Brandon benar. Kalau memang kamu yakin, coba keluarkan bukti yang kamu punya,” pinta Dedi dengan suara pelan.

Mia menatap Brandon yang memang tidak memiliki rasa takut. Si Bajingan itu tak tahu malu. Kalau begitu, ia akan membuktikannya

Mia menarik napas dalam-dalam kemudian merogoh kantung tasnya. Setelah tampak mencari-cari sesuatu, wajahnya berubah cerah lalu segera menaruh benda itu di meja.

Brandon dan Dedi serempak merunduk kemudian saling berpandangan dengan air wajah yang sulit diutarakan. Antara bingung, penasaran juga ingin tertawa.

“Bungkus kondom?” gumam Brandon dan Dedi bersamaan.

Dedi berdeham kemudian menatap Mia. “Hanya ini saja?” tanyanya.

Dengan mantap Mia mengangguk cepat.

Secepat kilat Brandon menatap Mia. “Kamu, menuduh saya hanya dengan bukti ini? Bungkus kosong pengaman seks?” ejeknya yang kemudian tertawa terbahak-bahak.

Jadi, hanya ini buktinya? Brandon yang sempat khawatir mendadak lega. Mia tidak bisa menariknya dalam masalah hanya dengan barang bukti penuh lelucon ini.

Dedi kembali menyandarkan punggung ke sandaran sofa lalu memijat pelipisnya. Ia mengira bukti yang akan di keluarkan Mia berupa foto atau rekaman video.

Sekali lagi Dedi bergantian menatap Brandon dan Mia. Dalam kasus ini, ia harus menjadi pihak yang netral dan bisa memberikan keadilan semua pihak.

Terlebih, sepertinya Mia yakin sekali terhadap tuduhannya. Kalau memang seperti itu, Brandon tetap harus bertanggung jawab.

Brandon mencondongkan tubuhnya ke arah Mia, dengan mata berapi-api kemudian menunjuk Mia. “Kamu? Kami menuduh saya dengan ini? Kamu mau main-main dengan saya? Halah, apa yang kamu mau? Uang? Nilai?” cecar Brandon yang mulai tersulut emosi.

Melihat ekspresi Brandon yang semakin tak merasa bersalah, juga Dedi yang diam saja tanpa mau membelanya, hati Mia seakan teriris-iris.

Bagaimana lelaki itu bisa melupakan kejadian itu? Ia tahu dirinya juga bersalah, tetapi tidak mungkin ia mau bermain-main dalam masalah sebesar ini.

Tuduhan Brandon sungguh melukai harga dirinya yang masih tersisa. Sumpah demi apa pun, Mia hanya ingin Brandon bertanggung jawab atas bayinya. Hanya itu saja. Tidak ada niat lain.

Mia menyusut air matanya. “Kondom ini kamu yang pakai! Demi Tuhan! Aku tidak.berbohong!” jeritnya.

Brandon kembali tertawa. Posisinya sudah berada di atas awan. Melihat ekspresi Mia yang emosional, Brandon yakin bukti yang ada di wanita itu hanya sebatas ini saja.

“Tidak masuk akal! Bisa saja kamu membelinya tadi, lalu membuang isinya! Atau ... jangan-jangan kamu memang hamil, tetapi kekasih kamu tidak mau tanggung jawab, kamu melimpahkan masalah ini sama saya?” tuduh Brandon.

Ya, Tuhan. Bicara apa si Brengsek ini!

Mia menggeleng. “Tidak. Pak Dedi harus percaya sama aku. Lelaki ini bajingan, Pak! Korbannya bukan hanya aku saja, Pak!” raungnya.

Dedi menarik napas, kalau memang tuduhan Mia benar adanya, pasti ini akan mencoreng-moreng namanya. Ini tidak bisa dibiarkan.

Brandon terkesiap melihat Desi menurunkan alisnya saat menatap Mia, sepertinya Dedi mulai menaruh simpati pada wanita itu. Kurang ajar.

Habis sudah kesabaran Brandon. Tanpa sadar ia menggebrak meja. “Cukup! Kamu sudah keterlaluan! Saya sudah sangat bersabar dan mau meladeni masalah gila ini! Sampai-sampai kami harus menunda sidang mahasiswa lain hanya untuk mendengarkan bualan kamu!” marahnya.

Bukan hanya Mia, Dedi amat terkejut melihat luapan emosi Brandon. Belum pernah dosen yang satu ini terlihat hanyut dalam amarah seperti ini.

Walaupun gemetar, tidak ada celah untuk Mia mundur. Bagaimanapun, lelaki itu harus hancur! Bayinya harus mendapat pengakuan! Mia tidak mau menderita sendirian.

“Aku tidak ingin meminta apa-apa! Aku hanya ingin kamu mengakui perbuatanmu! Kita memang salah, tetapi anak ini, janin yang ada di rahimku tidak berdosa! Kamu tidak bisa melakukan itu padaku!” sergah Mia.

Dedi kembali mengangkat punggungnya dari bantalan sofa. “Begini, kita tidak bisa membicarakan ini dalam keadaan panas. Saya tetap berusaha menjadi penengah. Bapak Brandon benar, bukti yang Mia bawa, sayangnya belum cukup kuat, tetapi bukan berarti saya abai terhadap yang menimpa Mia,”

“Tetapi, Pak—“

Dedi mengangkat tangannya. “Cukup. Saya tetap akan memberi kamu satu kesempatan. Berikan hasil pemeriksaan DNA, kalau memang tidak bersalah, Bapak Brandon pasti bersedia memberikan spesimen contoh, iya, 'kan, Pak?” tanyanya.

Untuk sesaat Brandon terdiam, sekali lagi ia menatap Mia, tetapi ia tidak boleh terlihat cemas. “Oh, tentu saja, saya pasti dengan senang hati membantu,” jawab Brandon.

Sekali lagi Mia menyeka air matanya. “Baiklah! Aku akan membuktikannya. Sekarang zaman sudah sangat canggih! Pasti bisa melakukan tes tanpa harus menunggu anak ini lahir! Aku akan kembali lagi untuk menuntut hak anak ini!”

Brandon menyeringai dan Mia tidak gentar sedikitpun!

Mia bangkit, meraih bungkus kondom itu kemudian bergegas pergi meninggalkan tempat itu.

“Pak, kita sama-sama pria dewasa, apa Bapak yakin dengan ucapan Bapak sendiri?” tanya Dedi mulai cemas.

Ada satu kecemasan dalam tawa Brandon. “Tenang saja, Pak. Saya tidak mengenal mahasiswi itu. Kalau memang tuduhannya benar, sebelum Bapak memecat saya, pasti ga saya yang akan terlebih dahulu keluar dari kampus,” jawab Brandon.

Sekali lagi Dedi memijat pelipisnya. Kalau berita ini keluar, bisa hancur reputasi universitasnya.

***

Brandon menutup pintu mobilnya dengan kasar lalu membuka kancing pertama di kemejanya.

Sekali lagi ia berusaha mengingat wajah Mia. Wanita itu yakin sekali kalau ia adalah ayah dari bayi yang dikandungnya.

Ini bisa kacau! Kalau memang sampai terbukti benar Brandon adalah ayah bayi itu ... hancur sudah kariernya.

Satu ingatan melesat dengan cepat. Bulu kuduknya meremang, bahkan seakan tulang-tulang Brandon lepas dari tempatnya.

Sepertinya ia mengingat sesuatu.

Beberapa bulan lalu, ketika Rejana memutuskan hubungan tali kasih mereka.

Ya, Brandon ingat sekarang.

Malam itu, ia pergi ke bar, mabuk dan bertemu dengan seseorang yang berperawakan persis seperti Mia.

Namun, ingatan itu masih buram. Apakah itu hanya kekhawatirannya saja? Benar hanya halusinasinya saja.

Pasti Brandon menyambungkan satu per satu benang pikirannya dengan tidak tepat.

Tidak, sekalipun ia sudah tidur dengan Mia, tidak mungkin wanita itu hamil.

Brandon selalu bermain aman.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel