Bab 1 Menikah dengan Boss
Bab 1 Menikah dengan Boss
“Ibu, ibu!” teriak Mariana sambil berlari masuk ke dalam rumah, berusaha mencari ibunya.
“Ibu di dapur, Ana. Ada apa? Anak gadis jangan suka teriak-teriak!” tegur Susi sambil meletakkan semangkuk tumis kangkung di atas meja makan.
Susi baru saja selesai memasak tumis kangkung untuk makan malam nanti, saat Mariana berteriak-teriak memanggilnya.
“Bapak, bu… Bapak ditangkap polisi,” ucap Mariana terbata-bata. Nafasnya masih tersenggal-senggal karena berlari dari Balai RT yang letaknya kurang lebih 2 km dari rumah.
Sebelumnya, Mariana berada di Balai RT untuk mengajari anak-anak membaca, menulis dan berhitung. Berawal dari niat baik semata, kegiatan yang dilakoninya sejak enam bulan yang lalu, kini menjadi pekerjaan rutinnya.
Tidak semua warga desa mampu menyekolahkan anaknya. Niat baik Mariana ini mendapat sambutan hangat dari warga sekitar. Warga mengumpulkan dana seikhlasnya untuk membayar jasa gadis itu.
Uang yang diterima Mariana memang tidak seberapa, namun cukup untuk mengobati kekecewaannya karena tidak bisa melanjutkan pendidikannya. Karena keterbatasan dana, setelah lulus SMA, gadis itu tidak bisa melanjutkan kuliah seperti temen-teman lainnya.
“Jangan bicara sembarangan, Ana. Bapakmu itu orangnya jujur, apa adanya, tidak mungkin berurusan sama polisi,” ucap Susi santai. Dia sama sekali tidak mempercayai ucapan putri tunggalnya itu.
“Bu, untuk apa Ana berbohong? Pak RT tadi yang bilang sendiri ke Ana. Bapak ditangkap polisi karena mencoba membunuh bossnya sendiri,” ucap Mariana jengkel karena ibunya tidak mempercayainya.
Susi yang tengah memegang tempe langsung terdiam. Diletakkannya kembali tempe yang hendak digorengnya. Wanita paruh baya itu bergegas mematikan kompor dan berlari keluar dari dapur.
“TIDAK! Tidak mungkin bapakmu melakukan kejahatan seperti itu!” teriak Susi tidak percaya dengan ucapan putrinya.
Susi langsung berlari ke luar rumah dengan kemarahan yang meluap-luap. Sementara Mariana mengejar ibunya sambil berteriak, “Bu! Ibu mau ke mana?”
“Ibu mau ke kantor polisi. Ibu harus buat perhitungan sama bapakmu! Apa yang dipikirkannya sampai berbuat seperti itu?” teriak Susi kesetanan.
Mariana langsung menangkap ibunya dan memeluknya erat. “Bu, sabar Bu. Ibu mau ke kantor polisi naik apa? Ibu tahu bapak dibawa ke kantor polisi mana? Kita masih tidak tahu apa-apa, bu. Ibu pulang ya,” pinta Mariana sambil menahan tangisnya.
Susi terdiam mendengar ucapan putrinya. Tubuhnya merosot jatuh ke tanah. Wanita paruh baya itu langsung menangis tersedu-sedu. Perasaanya campur aduk tidak karuan. Rasa marah, sedih dan malu semuanya dirasakannya.
Mariana langsung memeluk tubuh ibunya, kemudian membimbingnya untuk berdiri. “Kita pulang ya, Bu. Kita tunggu kabar selanjutnya. Semoga kabar yang dibawa Pak RT tadi tidak benar,” hibur Mariana.
Susi masih menangis tersedu-sedu, namun dia menurut saat putrinya membawanya pulang kembali ke rumah. Setelah membersihkan tubuh ibunya yang kotor, Mariana membaringkan ibunya di atas ranjang.
“Mas Joko pria yang baik. Mas Joko pria yang jujur. Mas Joko tidak mungkin berbuat jahat. Mas Joko, apa yang sebenarnya terjadi? Apa kamu dijebak? Pulanglah, Mas,” gumam Susi sambil memeluk gulingnya. Dia masih belum bisa menerima kabar buruk yang dibawa oleh putrinya tadi.
Mariana duduk merenung di ruang tamu. Dia pun tidak percaya dengan kabar yang dikatakan Pak RT tadi. Namun, dia tidak bisa berbuat apa-apa. Dia tidak punya ponsel untuk menghubungi bapaknya atau mencari informasi lainnya, yang bisa dilakukannya hanyalah menanti kabar selanjutnya.
Menjelang sore, terjadi kehebohan di depan rumah Mariana. Sebuah mobil mewah berhenti di depan rumah. Para tetangga yang sedang mengobrol di depan rumah mereka langsung datang mengerumuni mobil mewah itu.
Seorang pria muda memakai setelan jas mahal keluar dari mobil itu dan berjalan santai menuju ke rumah Mariana. Pria itu sama sekali tidak memedulikan orang-orang yang mengerumuni mobilnya.
Mariana yang penasaran dengan keributan yang ada di depan rumahnya, mengayunkan langkahnya menuju keluar. Namun, alangkah terkejutnya dia saat berhadapan dengan pria berjas rapi yang sudah berdiri di depan pintu rumahnya.
“Selamat sore. Saya ingin bertemu dengan Mariana. Apa dia ada ada di rumah?” tanya pria itu.
“Selamat sore. Saya Mariana. Anda siapa?” tanya Mariana dengan kening berkerut. Ada rasa takut yang menjalar di hatinya. Wajah pria di hadapannya dingin, kaku dan memancarkan aura yang mengerikan.
“Boleh saya masuk? Ini berkaitan dengan Pak Joko.”
Mariana langsung membuka lebar pintunya dan mempersilakan pria itu masuk ke dalam rumahnya. Pria itu mengeryitkan keningnya saat memasuki rumah Mariana. Namun, dia tidak berkomentar apa-apa.
Tanpa banyak bicara, pria itu duduk di kursi kayu yang ada di ruang tamu, kemudian meletakkan tas yang dibawanya di atas meja.
“Saya akan menyiapkan minum untuk anda,” kata Mariana berbasa-basi.
“Tidak perlu. Saya hanya sebentar di sini.”
Mariana lantas duduk di hadapan pria itu. Dia masih bertanya-tanya apa hubungan pria ini dengan bapaknya. Apakah bapak ikut organisasi tertentu? Tapi, bapak tidak pernah mengenakan pakaian seperti itu.
“Saya Jimmy, asisten pribadi Pak Mario. Anda tentu sudah mendengar kabar kalau Pak Joko saat ini ditahan di kantor polisi. Saya hanya ingin membuat sebuah kesepakatan dengan anda,” kata Jimmy tanpa basa basi sedikit pun.
“Ke-kesepakatan? A-apa maksud anda?” tanya Mariana bingung.
“Pak Joko sudah melakukan kesalahan yang sangat besar dan tidak termaafkan. Dengan uang dan kekuasaan yang dimiliki Pak Mario, tidak sulit baginya untuk menghukum seseorang,” ucap Jimmy tenang.
“A-apa?” tanya Mariana terkejut dengan apa yang didengarnya. Jantungnya serasa berhenti berdetak mendengar ucapan Jimmy.
Apa Pak Mario itu bossnya bapak? Apa bapak berusaha membunuh Pak Mario, sehingga kini ditahan di kantor polisi? Berbagai pertanyaan berkecamuk dalam benak Mariana. Dia sungguh tidak bisa mempercayai pendengarannya sendiri.
“Pak Mario bisa membuat Pak Joko mendekam selamanya di balik jeruji besi. Namun, beliau juga lebih dari mampu untuk melenyapkan Pak Joko tanpa ada seorang pun yang mengetahuinya,” lanjut Jimmy tanpa perasaan.
Mata Mariana terbelalak kaget mendengar ucapan Jimmy. Dia tidak menyangka ternyata pria di hadapannya itu memang mengerikan, dingin dan tidak berperasaan.
“Tidak! Jangan lakukan itu! Tolong, maafkan kesalahan bapak! Tolong, jangan sakiti bapak!” pinta Mariana dengan air mata berurai.
Gadis itu tidak bisa membayangkan bagaimana terpuruknya sang ibu jika bapaknya mendekam selamanya di dalam penjara. Mendengar kabar bapak ada di kantor polisi saja sudah membuat ibunya shock berat.
Salah satu sudut bibir Jimmy tertarik ke atas, membentuk sebuah senyuman sinis. “Kalau anda mau, anda punya satu kesempatan untuk menyelamatkan bapak anda.”
Mata Mariana berbinar mendengar ucapan Jimmy. Mariana segera menyeka air matanya, dia merasa ada sedikit harapan untuk bapaknya.
“Bagaimana caranya? Apa yang harus saya lakukan untuk menolong bapak?” tanya Mariana antusias. Gadis itu bertekad akan melakukan segala cara untuk menyelamatkan bapaknya. Demi ibunya.
“Menikah dengan Pak Mario. Jika anda bersedia menikah dengan Pak Mario, beliau akan mencabut tuntutannya terhadap Pak Joko.”