Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 8 - Menjalankan Misi

Sebuah mobil putih melaju, membela jalanan yang sudah cukup padat. Semua aktifitas para penduduk bumi telah dimulai. Teriknya mentari di pagi hari, membuat semua orang bersemangat menjalani hari mereka. Begitupun dengan Kimmy, setelah seharian libur, kini wanita itu harus kembali menjalani aktivitasnya sebagai dokter koas.

Sampai di halaman rumah sakit yang begitu luas, mencari tempat kosong untuk memarkir mobil kesayangannya. Setelah semuanya dianggap selesai, ia berjalan masuk ke dalam gedung berlantai 15 itu.

Terdengar suara langkah kaki berlarian menuju ke arahnya. Kimmy berbalik.

"Pagi Kim," sapa seseorang yang tak lain adalah dokter Inggit.

"Pagi Inggit. Baru lari pagi kamu?" Setengah mengejek begitu melihat partner kerjanya itu ngos ngosan.

Tangan Inggit melakukan gerakan refleks di bahu Kimmy.

"Ini juga gara-gara kamu. Dipanggil dari tadi malah nggak dengar." Mendelik kesal namun sejurus kemudian ia tetap tersenyum.

"Sorry, sorry, kuping aku akhir akhir ini bermasalah." Mengelus kupingnya menahan tawa.

"Cih, pergi sana di poli THT." Berjalan sembari menggerutu.

Kimmy tertawa. Sebenarnya ia mendengarkan Inggit berteriak memanggil namanya, hanya saja ia iseng, pura pura tidak mendengarkan.

Tawa itu berubah menjadi bersitegang saat ada suara yang menyapa mereka.

"Pagi Dr. Kimmy, pagi Dr. Inggit," sapa seseorang yang baru saja turun dari mobilnya.

Inggit langsung mencengkram kuat tangan Kimmy. Wanita itu sangat tahu pemilik suara itu. Suara sang idola.

"Pagi Dokter Aidil," balas keduanya bersamaan disertai dengan senyum canggung.

"Ayo silahkan!" ujar Dokter Aidil karena kedua wanita itu hanya tinggal mematung.

Kedua wanita yang otaknya seketika blank itu pun bergegas dengan gelisah. Menerbitkan senyum kecil dari bibir dokter Aidil yang saat ini berjalan beriringan bersama mereka.

Langkah kaki itu masuk ke dalam gedung. Bisikan bisikan tentang ketampanan dan kecerdasan dari para teman sejawat mereka membuat Inggit mengerucutkan bibirnya. Namun dia tetap diam. Takut jika ocehannya akan didengar dokter Aidil yang jaraknya tak jauh dari mereka. Hanya tangannya saja yang bergerak mencengkram lengan Kimmy hingga membuat wanita cantik itu melotot matanya tajam. Inggit langsung mengelus lengan itu disertai dengan senyum kikuknya.

Saat di pertigaan koridor.

"Saya duluan Dokter Kimmy, Dokter Inggit!" pamit Aidil.

"Iya Dokter, silahkan!" Hanya Kimmy yang menjawab, sedangkan fans fanatik dokter tampan yang sedang berpamitan itu sedang masuk ke dalam dunia khayalnya. Bagaimana jika badan kekar itu memeluknya, menciumnya, mengelus pucuk kepalanya. Akh rasanya ia menantikan hal itu.

Keluar dari dunia khayalnya saat Kimmy mencubit keras pipinya. Menjerit kecil karena merasa pipinya sakit. Pasti merah ini pikirnya.

"Kimmy!" teriaknya, karena Kimmy telah berjalan menjauh.

"Air liur mu menetes."

Inggit spontan mengusap bibirnya menahan malu. "Eh tidak ada!" Berlari mengejar Kimmy, "Awas kau Kimmy. Tunggu aku!"

*****

Ethan telah menyelesaikan sarapannya. Pagi ini pria blasteran Indonesia - Inggris itu akan menyibukkan dirinya demi menjalankan misinya untuk tidak berhubungan dulu dengan dokter cantik yang sudah diam diam mengganggu kinerja otaknya.

Pria itu berjalan menuju ke mobil mewah hitam miliknya. Ia akan berkunjung ke salah satu cabang resto mereka yang masih berada di kawasan ibu kota.

Suasana yang ramai dengan hiruk pikuk ibu kota membuat semangatnya berkobar. Sejenak ia melirik hpnya, lalu kembali fokus mengemudi. "Pokoknya hari ini aku tidak akan menghubungi dokter itu. Tidak akan. Ya tidak akan!" ucapnya berulang untuk meyakinkan dirinya sendiri.

Bukan tanpa sebab, ia tidak ingin salah menilai perasaannya sendiri terhadap Kimmy. Rasa kagum dan sukanya saat ini membuat ini semua cukup rumit. Pasalnya wanita itu telah dijodohkan. Ketika nantinya ia mengerti perasaannya seperti apa, mungkin ia akan mencoba melakukan yang terbaik untuk dirinya. Apapun itu ia tidak bisa memastikannya sekarang.

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 45 menit. Terbilang cukup lama sebab terjebak macet. Ethan masuk ke resto miliknya, mengadakan meeting dengan beberapa orang yang telah ditugaskan untuk membantunya mengelola resto yang terbilang cukup besar tersebut.

Membahas mengenai pasokan bahan baku mereka, kualitas bahan baku, menu baru ataupun membuat tampilan baru agar para pengunjung merasa tertarik. Setelah hampir dua jam meeting itu pun selesai.

Ethan duduk di kursinya. Memutar kursi itu dengan ujung pulpen masuk ke dalam mulutnya. Memikirkan apa yang ia harus lakukan untuk meningkatkan kualitas resto itu agar tetap ramai pengunjung.

Tak terasa waktu sudah siang. Karena keseriusannya dalam mendalami pekerjaannya Ethan bahkan tidak sadar jika jam makan siang telah tiba.

Merapikan meja, mengembalikan semua ke tempat semula. Bergegas menuju bagian dimana para koki sedang memainkan spatulanya.

"Siang, Tuan." Sapa semua karyawannya yang berada di ruangan itu.

"Silahkan lanjutkan pekerjaan kalian. Aku akan memasak sendiri makan siangku." Tersenyum berjalan menuju ke tempat dimana bahan makanan telah tersedia dengan rapi.

Dengan gaya kerennya ia memakai celemek putih, mengambil bahan untuk membuat makan siangnya.

Karena keahlian memasaknya, tak butuh waktu lama Ethan menyelesaikan semuanya. Mengambil nampan lalu keluar dan memilih tempat duduk yang strategis untuk mengamati para pengunjung yang datang.

Menyantap makan siangnya dengan penuh suka cita.

Belum habis isi piringnya, netra abu-abunya menemukan wanita yang hari ini ingin dia hindari. Tapi kenyataannya dia bertemu lagi.

Dari sekian banyaknya resto yang dilewati dari Rumah Sakit itu, kenapa wanita itu harus datang ke sini? Why? Apa ini artinya takdir memang mempertemukan mereka?

Ethan menjatuhkan sendoknya. Matanya seketika menyalang saat melihat pria yang datang bersama Kimmy. Meski mereka datang bertiga tapi sangat jelas Ethan menangkap jika pria itu selalu memperhatikan Kimmy.

"Apa itu calon suaminya?" tebaknya.

"Dia menatap Kimmy seolah olah Kimmy itu miliknya?" gerutunya mengetuk jarinya di meja. Ekspresinya kesal namun pria itu tidak sadar.

Sementara di meja yang selalu di tatap Ethan.

Kimmy dan Inggit duduk canggung. Kenapa mereka bisa sampai ke sini? Jawabannya adalah Inggit yang merekomendasikan tempat itu. Namun yang ia tak habis pikir, dokter Aidil bagaimana bisa sampai disini? Alhasil mereka duduk bertiga di meja yang sama.

"Silahkan kalian pesan duluan," ujar Dr. Aidil.

"Baik," balas Inggit terbata, mengambil buku menu. Ia menyikut Kimmy yang terdiam.

Kedua wanita itu menutup wajahnya dengan menu di tangan Inggit.

"Bagaimana aku bisa makan di depan idolaku." Berucap tanpa bersuara.

Kimmy hanya mengedikkan bahu tanpa bersuara. Sementara Inggit perasaannya telah nano nano. Antara senang dan juga canggung bisa makan bersama dengan pria idamannya.

Kimmy hanya santai sambil memesan menu. Setelah itu menatap hpnya. Kimmy baru sadar, tumben si pria cerewet tidak mengirimkannya pesan seperti biasanya. Mengerutkan dahi. Lalu merenggut saat kesadarannya mulai kembali.

Kenapa aku mengharapkan pria itu menghubungiku? Apa aku menyukainya?

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel