Pustaka
Bahasa Indonesia

Dikira Cupu, Ternyata Suhu

77.0K · Tamat
Yully Kawasa
93
Bab
1.0K
View
9.0
Rating

Ringkasan

Lelaki yang dikira Cupu dan polos itu ternyata seorang pimpinan mafia. Baca sekali >>>>> Tak ada seorangpun yang tahu, kalau lelaki yang terlihat polos dan bodoh itu ternyata menguasai ilmu beladiri tingkat tinggi. Bukan hanya itu saja, pria itu menguasai ilmu medis, peretasan dan masih banyak lagi kelebihan yang disembunyikannya. Satu persatu musuhnya dibuat bertekuk lutut.

actionDokterMenantuRomansaMetropolitanpetarung

1. Darah di Kamar Hotel 212

Auw ….

Jeritan memiluhkan terdengar, ketika benda tajam menancap berulang kali di tubuh pasangan suami istri yang kini tidak berdaya. Darah segar mengalir menghiasi kamar hotel 212.

Bintang Morales mengintip dari balik cela kecil. Sedangkan tangan kanannya membungkam mulut sang adik yang masih berusia lima tahun.  Kedua kaki Bintang saling menyilang rapi, agar adiknya tidak bisa bergerak. Dia hanya memastikan adiknya tetap bernafas.

“Apa kamu yakin kedua anak Morales sudah meninggal?” tanya seorang lelaki tampan, usianya sekitar tigapuluh tahun. 

“Sudah, Bos.”

“Seyakin itukah, Kamu? Apa kamu pikir keluarga Morales bisa dihancurkan dengan mudah? Tidak, brengsek!”

"Keluarga Morales hanya memiliki dua orang anak, kalau bukan anak keluarga Morales yang meninggal, terus siapa? Bukankah sudah jelas korban kebakaran itu menelan sepuluh korban jiwa. Korban yang termuda berusia sekitar lima tahun, sedangkan kedua termuda berusia sekitar Sepuluh tahun!”

Untuk memastikan kematian pasutri itu, lelaki tampan kembali menembak.

DOR!!! DOR!!! DOR!!! 

Bintang langsung saja menutup kedua mata adiknya dengan menggunakan telapak tangannya. Tidak ada sebutir airmata pun yang keluar dari pelupuk mata Bintang, dia diam membisu, hatinya seperti ikut mati bersama orangtuanya.

Kedua lelaki itu melemparkan pistol dan benda tajam ke samping jenazah. Mereka seakan tidak pernah takut dengan yang namanya hukum.

Begitu kedua pembunuh itu pergi, sesosok laki-laki masuk ke dalam kamar hotel 212, “Bintang keluarlah! Aku tahu, kamu dan adikmu bersembunyi dibalik plafon!”

Bintang terkejut mendengar suara lelaki itu. Namun, dia tetap diam.

“Keluarlah, Bintang! Aku tahu betul, ayah dan ibumu membuka plafon disudut kanan agar kamu dan adikmu bisa bersembunyi di sana. Keluarlah, aku akan merawat kalian berdua, sampai kalian benar-benar siap membalaskan dendam atas kematian orangtuamu.”

Bintang tidak punya pilihan, berlahan dia membuka cela dan mendorong plafon itu.

Dengan bantuan lelaki itu, Bintang dan Mentari turun dari tempat persembunyiannya.

Melihat orangtuanya bersimbah darah, Mentari menangis, dia mengoncang tubuh pasutri itu, “Papi, Mami, bangun! Kenapa diam saja?! Apa mami dan papi bermain tembak-tembakkan lagi? Tapi kenapa Mami dan Papi tidak bangun seperti biasa?”

Mendengar tangisan sang adik, hati sang kakak seperti ikut tertusuk benda tajam hingga mengeluarkan darah yang tak terlihat. Namun, rasanya menembus sampai ke tulang-tulang, bahkan organ tubuh yang lainnya.

Disaat mereka akan meninggalkan kamar hotel 212, tiba-tiba ….

DOR!!! DOR!!! DOR!!!

Bintang langsung menarik Mentari, kemudian mengunci pintu kamar hotel. 

“Om bangun! Bangun!” Bintang menepuk kedua pipi lelaki yang juga ikut tertembak dengan orang yang tidak dikenal.

"Keluar dari sini, cepat! Jangan pedulikan, om!”

“Tapi, Om!” bisik Bintang ragu.

"Jangan biarkan pengorbanan orangtuamu sia-sia. Pergi dan bawa adikmu keluar dari sini! Om yakin, kamu pasti bisa,” bisik lelaki itu pelan sebelum menghembuskan nafas terakhirnya.

“Adik, lihat kakak!” kata Bintang menatap mata Mentari tanpa berkedip, “Mami dan Papi berpesan, kita keluar dari sini dan bertemu mereka diluar. Kita main lagi, ya? Tapi kali ini berbeda, kamu yang ikutin perintah kakak. Mengerti?”

Mentari hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

Bintang membantu Mentari menaiki lemari, dan masuk ke dalam cela yang dibuat oleh orangtuanya. 

Setelah memastikan plafon sudah tertutup kembali dengan rapi, Bintang memberi isyarat kepada sang adik untuk mengikutinya dari belakang.

‘Aku harus bisa membawa adikku keluar dari hotel ini hidup-hidup, tapi bagaimana caranya? Pasti penjahat itu sudah mengepung tempat ini!’ batin Bintang, bingung.

Setelah berpikir matang-matang, Bintang sadar satu-satunya jalan untuknya dan sang adik keluar hanya melalui terowongan kecil yang merupakan jalur kabel listrik. 

Biasanya terowongan itu digunakan untuk memeriksa listrik hotel secara rutin. Untuk lewat terowongan itu, maka Bintang dan Mentari harus merangkak secara bergiliran. 

Walaupun dia tahu itu sangat berbahaya, tapi tidak ada pilihan lain. Bagi Bintang sudah kepalang tanggung, kalaupun mereka hanya diam di sana sudah pasti penjahat itu akan menemukan dan menghabisi mereka. 

Bintang menatap mata sang adik dan berkata, “Jika ingin bertemu papi dan mami diluar, Mentari harus ikuti semua perintah kakak. Biar kita berdua menang, bukan mami dan papi, ya? Mentari mau kan kalau kita menang?”

Kembali gadis cilik itu menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

“Bagus, sekarang ikuti kakak. Ingat jangan menyentuh apapun tanpa perintah kakak.”

“Siap, kakak bos.” 

Jawaban Mentari membuat nafas Bintang terasa sesak, hatinya sakit. Namun, dia harus bisa menyelamatkan adiknya.

Berlahan namun pasti, Bintang mulai merayap diikuti oleh sang adik, tepat dibelakangnya. Sesekali Bintang memanggil nama sang adik dan mengingatkan agar jangan menyentuh apapun.

Bintang dapat bernafas lega ketika sampai dibagian ujung. Namun, kembali dia menatap sekelilingnya dan jemari tangannya membuka dan menutup.

“Kakak kenapa? Kok main hitung-hitungan jari? Apa sekolah kakak, sama kayak sekolahku ya. Belajar hitung-hitung pakai jari?” tanya Mentari dengan polosnya.

Bintang hanya mengacak rambut sang adik dan tersenyum, “Kakak lagi menghitung, bagaimana agar kita keluar dari sini dengan aman.”

Mentari mengeryitkan dahi, dia bingung dengan jawaban sang kakak. Namun, keinginannya lebih kuat untuk memenangkan pertandingan dari mami dan papinya lebih besar, sehingga dia memilih diam dan mendengarkan setiap perkataan sang kakak.

Ya! Mentari pikir itu hanyalah sebuah permainan.

“Dik, pada hitungan ketiga, kita turun lewat tiang ini. Kamu masih ingat kan, saat kakak ngajarin cara nurunin tiang hingga mendarat dengan aman? Tapi kali ini dibawah tidak ada matras seperti biasa. Jadi harus hati-hati, jangan sampai kakinya patah.” Kata Bintang sambil memotong kabel disampingnya dengan menggunakan gunting yang sejak awal dibawahnya.

“Iya, kak. Lho kabel itu untuk apa, kak?” tanya Mentari bingung melihat sang kakak menjatuhkan kabel hingga setengah tiang.

“Kamu turun duluan, Dik.” 

Mentari tidak menjawab, dia langsung memeluk tiang dengan erat dan menyilangkan kakinya kemudian meluncur turun. Bintang dapat bernafas lega ketika melihat sang adik dapat mendarat dengan selamat. 

Bintang melakukan hal yang sama, seperti yang dilakukan Mentari. Namun, Bintang berhenti tepat di ujung kabel dan membatin, ‘Maaf, aku harus melakukan ini. Suatu saat aku akan kembali dan mengganti semua kerugian hotel. Aku yakin, penghuni hotel akan segera keluar.’ 

Kini Bintang paham, kenapa sang ibu memberikan gunting, korek api, dan ponsel sebelum menutup plafon.

Berlahan Bintang menyalahkan korek api dan meluncur dengan cepat, kemudian menarik pergelangan tangan sang adik dan berlari keluar dari ruangan itu menuju kamar mandi. 

Bintang langsung saja menguyur Mentari dengan air, begitupun dengan badannya.

Kembali Bintang menarik pergelangan tangan Mentari dan keluar lewat sisi kiri. Bintang menutup telinga Mentari dengan erat.

BUM!!! BUM!!! BUM!!!

BRANG!!! PRANG!!!

Bunyi ledakan disertai api langsung menarik perhatian warga. Namun, bukannya menelepon pemadam kebakaran atau membantu memadamkannya, mereka justru sibuk dengan merekam adegan kebakaran mendadak itu.

“Kak, mainnya kok serem, kenapa pakai api segala?”

Bintang hanya diam, namun dia tahu persis kebakaran itu tidak akan membuat seisi hotel ikut terbakar.

Lima belas menit sebelum kebakaran terjadi, Bintang sudah menelepon pihak pemadam kebakaran. Disamping itu, Bintang memotong arus listrik yang menghubungkan seluruh lantai.