Bab 4 Aku Akan Menjadi Ayahmu
Menurut dokumen yang diberikan oleh jenderal paruh baya, Anggun mengambil nama keluarganya untuk menamai putrinya ini.
Nama belakangnya adalah Priyatno, nama depannya adalah Bianca!
Artinya pada saat ini, gadis kecil yang diganggu dan dipermalukan oleh anak laki-laki kecil itu, yang tidak bisa melarikan diri dan hanya menangis adalah putri berharga yang berada dalam benak Devan!
Duaarrr!
Seakan ada guntur yang meledak di dalam tubuhnya, energi internal terlepaskan secara tidak terkendali. Dengan Devan sebagai pusat energi, dalam radius sepuluh meter, sampah yang ada di tanah beterbangan tanpa hembusan angin, lantainya berderit, kaca pintu hotel retak. Ekspresi di wajah dua wanita yang bekerja sebagai penyambut tamu di depan pintu masuk hotel berubah drastis, mereka hanya merasa dingin di sekujur tubuh dan kepala mereka mati rasa...
Tadi saja di luar pintu gerbang penjara, bahkan di hadapan puluhan pria kekar, Devan mampu tetap tenang dan tidak melepaskan energi internal yang dia miliki.
Namun untuk saat ini, dia tidak bisa melakukannya!
Begitu langkah kaki bergerak, dia seakan berubah menjadi bayangan hitam dan menghilang dari tempat, berpindah ke jarak puluhan meter dalam sekejap mata.
"Kamu yang anak haram!"
"Aku punya ayah, aku punya ayah. Ibu mengatakan jika ayah adalah pahlawan super dan sedang pergi jauh. Suatu saat nanti ayah akan kembali dan mengusir kalian semua yang jahat!"
Devan muncul diam-diam di belakang anak-anak kecil dan mendengar suara keras Bianca.
Bianca berjongkok di lantai.
Air mata membanjiri wajahnya, tetapi dia tidak mengulurkan tangan untuk menyekanya. Dia dengan bangga mengangkat wajah kecilnya, tatapan matanya setegas nada suaranya. Tampaknya, di lubuk hatinya dia benar-benar menghargai sosok ayah yang tidak pernah dia temui sebagai pahlawan super yang tidak terkalahkan.
Dia begitu percaya dan bangga akan hal itu.
"Cuih!"
Anak laki-laki kecil itu berhenti berputar. Salah satu dari mereka meludahi Bianca dengan tatapan jijik, memutar matanya dan berkata, "Omong kosong semacam ini hanya digunakan untuk berbohong kepada anak-anak. Hanya orang bodoh sepertimu yang akan mempercayainya!"
Anak laki-laki lainnya seakan setuju dengan apa yang bocah itu katakan.
"Benar! Ibuku juga mengatakan jika kamu adalah anak yang tidak diinginkan."
"Ayahmu pasti sudah lama meninggal."
"Apa kamu masih menyebutnya sebagai seorang pahlawan super yang tidak terkalahkan? Apa kamu benar-benar berpikir ayahmu adalah Ultraman dan bisa melawan monster?"
"Hahahaha..."
Tujuh atau delapan anak kecil saling menimpali perkataan mereka dengan kejam. bahkan mereka tertawa puas setelah mengatakannya.
"Jangan bicara omong kosong, buka celanamu dan kencingi dia!"
Bocah lelaki yang menjadi pemimpin diantara yang lain tiba-tiba membuka celananya dan berkata dengan bangga, "Bukankah kamu mengatakan jika kamu memiliki seorang ayah? Bukankah kamu mengatakan jika ayahmu adalah pahlawan yang sangat tidak terkalahkan? Kalau begitu teriaklah dan lihat apakah dia akan datang kemari atau tidak!"
"Jika tidak bisa, maka aku saja yang menyahut panggilanmu. Dengan begitu aku yang akan menjadi ayahmu."
"Aku juga bisa menjadi ayahmu!"
Sambil tertawa, tujuh atau delapan anak laki-laki berebut melepas celana mereka.
Namun baru setengah membuka celana, hawa dingin yang menusuk tiba-tiba datang dari belakang, seolah-olah dalam sekejap, musim panas yang terik berubah menjadi musim dingin yang begitu dingin, membuat tubuh semua orang menggigil tanpa sadar.
Kecuali Bianca yang terjebak di tengah.
Devan mengendalikan energi internalnya sendiri. Tentu saja dia tidak akan menyakiti putri kesayangannya.
"Dingin sekali!"
"Apa yang terjadi?"
Dalam keterkejutan semua orang menarik celana mereka yang sudah setengah terbuka, lalu menoleh dan menatap Devan yang tiba-tiba muncul di belakang mereka.
Devan tingginya 1,85 meter. Dengan fisik yang kuat dan otot-otot di sekujur tubuhnya yang menyembul keluar. Tatapan dan kilatan matanya terlihat dingin.
Dia berdiri di sana sudah seperti dinding yang kokoh!
"Wow!"
Bagaimana bisa sekelompok anak di bawah usia sepuluh tahun mampu menahan tatapan dingin di mata Devan? Mereka mulai melihat satu sama lain, sebelum Devan mulai mengatakan sesuatu, dua anak laki-laki ketakutan dan menangis di tempat, tiga lainnya ingin lari, tetapi jatuh ke tanah setelah beberapa langkah.
"Ka... kamu..."
Bocah yang sebagai pemimpin menelan ludah dengan tenang, mencoba menahan rasa takut, bertanya dengan berani, "Paman, siapa kamu? Apa kamu penyelamat yang dipanggil oleh anak haram ini?"
Plaakkk!
Begitu dia selesai berbicara, sederet cap jari merah muncul di wajah anak kecil itu.
"Kamu berani memukulku?"
Bocah laki-laki itu menutupi wajahnya dengan tangannya dan menjadi marah, "Apa kamu tahu siapa aku? Apa kamu tahu siapa ayahku?"
Plaakkk!
Tamparan lain pun datang.
Deretan cap jari berwarna merah cerah juga tampak di pipi sebelahnya.
"Kamu!"
Bocah kecil itu menutupi wajahnya dengan tangannya, menatap Devan dengan mata ketakutan. Dia membuka mulutnya, tetapi menelan kata-kata yang sudah ada di mulutnya, tidak berani bersikap sombong di depan Devan.
Air matanya mengalir keluar...
Awalnya Devan tidak ingin melakukan apa pun dengan anak-anak.
Namun anak laki-laki kecil yang menjadi pemimpin diantara yang lainnya ini berbeda. Devan dapat mengenalinya dalam sekilas. Dia adalah putra Darwin. Informasi yang diberikan oleh jenderal paruh baya itu ada foto dan informasi pribadinya.
Excel Priyatno, sembilan tahun.
Bianca adalah sepupunya. Bianca seharusnya memanggilnya kakak, tetapi dia tidak terlihat seperti seorang kakak sama sekali yang seharusnya menjaga Bianca. Dia malah mengundang sekelompok teman untuk menindas Bianca dengan tidak bermoral seperti ini.
Dia bahkan memiliki niat buang air kecil pada tubuh Bianca di depan umum?
Sudah sepantasnya dipukul!
Untungnya dia hanya seorang anak berusia sembilan tahun. Jika tidak, Devan yang marah mungkin bukan menamparnya, melainkan membunuhnya secara langsung.
"Mulai sekarang, tidak ada yang boleh menindas Bianca, kalian dengar itu?"
Devan melihat sekeliling, suaranya terdengar tajam.
Anak-anak kecil itu menatap satu sama lain. Mereka hanya diam dan ketakutan. Bahkan ada satu anak yang sampai pipis di celana.
"Jangan sia-siakan air kencing kalian itu. Bukankah kalian ingin buang air kecil? Lakukanlah pada Exel. Siapa yang buang air kecil lebih banyak dan tepat, maka aku akan memberikan kalian dua ratus ribu..."
Devan mengeluarkan uang lembaran merah dan menunjuk ke arah Excel, yang sedang menyeka air matanya saat ini.
"Siapa pun yang tidak berani melakukannya, maka jangan salahkan aku karena bertindak tidak segan!" Tambah Devan ketika tidak ada yang menjawab.
"Aku akan melakukannya!"
Tidak tahu apa karena keserakahan akan uang atau karena takut pada Devan, salah satu bocah gemuk kecil menggertakan giginya, berdiri dengan berani dan berjalan mendekati Excel.
"Aku juga!"
"Aku juga akan melakukannya..."
Seseorang mengajukan diri, tentu saja diikuti oleh yang lainnya. Mereka bergegas dan mengepung Excel, wajah Excel berubah kesal dalam sekejap. Dia berbalik dan ingin melarikan diri, tapi bagaimana mungkin dia bisa melarikan diri?
Menit ke menit, dia semakin terkepung dan jatuh ke dalam kesulitan yang sama seperti Bianca alami barusan.
Siapa yang mempermalukan orang, akan selamanya dipermalukan!
Devan melemparkan uang lembaran merah itu ke kerumunan, berjalan beberapa langkah mendekati Bianca dan memeluk Bianca yang saat ini masih ketakutan. Ketika memeluk Bianca, wajah dingin Devan tiba-tiba berubah hangat, berkata dengan prihatin, "Bianca, apa kamu baik-baik saja?"
"Paman, apa kamu mengenalku? Bagaimana paman tahu namaku?"
Bianca bersikap sangat patuh dan tidak melawan. Ekspresi bingung terlihat jelas di wajahnya, menatap Devan dengan mata berbinar.
Devan tertawa, "Aku mengenal ayahmu."
"Benarkah?!"
Bianca tercengang. Ekspresi gembira dia tunjukkan, lalu berubah cemberut dan mengatakan, "Paman bohong! Kata ibu, ayahku pergi ke tempat yang sangat jauh, paman tidak mungkin mengenalnya. Aku bukan anak berusia tiga tahun, jadi aku tidak akan percaya begitu saja dengan apa yang kamu katakan..."
"Lalu berapa umurmu?"
"Aku sudah menjadi anak berusia empat tahun yang tidak mudah ditipu."
Bianca mengangkat dagunya dan terlihat sombong.
"Anak usia empat tahun memang sangat pintar."
Devan mengulurkan tangan dan menggaruk hidungnya yang kecil dengan hati yang hangat, dia tersenyum dan berkata, "Aku akan membawamu untuk menemui ibumu, ya?"
"Baiklah."
Bianca mengangguk, kemudian bertanya kembali, "Nenek tidak akan membiarkanku masuk. Kata Excel ada orang jahat yang akan menjadi ayahku. Paman sangat baik dan sudah membantuku melawan anak-anak jahat itu. Nanti paman juga harus membantuku melawan orang jahat itu, ya?"
"..."
Mendengar ini, wajah Devan langsung berubah murung. Dia memeluk Bianca, berbalik dan berjalan masuk menuju Hotel Royal. Dia berpikir dalam hatinya, Aku bisa membantumu untuk memukul siapa pun selain ayahmu!