Menahan Rasa Sakit & Kecewa
Amora mengepalkan tinjunya, tapi ia tidak lantas menegur Aries. Ia meraih ponsel dan merekam adegan panas yang ada di hadapannya dengan tangan gemetar. Setelah itu ia melangkah pergi secara perlahan dari ambang pintu tanpa menutup lagi pintu tersebut.
Darahnya bergemuruh, jantungnya berdetak dengan kencang. Kakinya terasa lemas dan hampir saja ia tidak kuat untuk berjalan. Ia begitu tidak percaya dengan apa yang ia lihat sendiri.
Berkali-kali ia bergumam dalam hati," ya Allah, apakah aku sedang bermimpi?"
Amora mencubit pipi sendiri, nyatanya ia kesakitan.
"Auhhh... ternyata semua nyata. Tetapi kenapa harus Arin, walaupun ia adik tiri tapi sudah aku anggap adik kandungku sendiri. Bahkan segala kebutuhannya aku yang selalu mencukupi. Mas Aries, kenapa kamu juga tega padaku? kurang apa aku padamu, hingga kamu berselingkuh?"
Air matanya menetes begitu saja.
Tetapi ia segera menghapus air matanya," aku tidak ingin lemah. Aku akan membalas perbuatan mereka dengan caraku sendiri."
Amora mempercepat langkahnya untuk segera sampai di pelataran rumah, dimana mobilnya terparkir.
Amora bisa keluar masuk rumah tanpa harus meminta tolong security untuk membuka pintu gerbang, karena ia selalu membawa kunci cadangan. Apalagi saat ini security dan bibi sedang pulang kampung. Hingga suasana rumah sepi dan membuat Aries gampang melakukan perselingkuhan di rumah dengan Arin.
Beberapa menit kemudian...
Amora masih saja teringat bagaimana suaminya main gila dengan adik tirinya.
"Astaghfirullahaladzim, kenapa aku teringat selalu dengan peristiwa tadi ya? sama sekali aku tidak bisa melupakannya. Tetapi aku harus bisa tegar, dan aku harus mempunyai cukup bukti untuk mempermalukan mereka berdua."
"Aku nggak boleh lemah. Aku bukan wanita bodoh yang akan menerima perlakuan orang yang sudah berlaku curang terhadapku. Baiklah aku akan ikuti permainan kalian, sejauh mana kalian bisa bertahan dengan semua kebusukan ini." batin Amora menabuh genderang perang dengan suami dan adik tirinya.
"Aku tidak akan lagi menangisi lelaki seperti Aries. Sayang sekali air mata ini tertumpah untuk lelaki bejat seperti dirinya. Aku tidak akan tinggal diam kok, pasti kalian akan merasakan juga apa yang saat ini aku rasakan!" sumpah Amora sembari mengepalkan tinjunya.
******
Sementara saat ini kedua sejoli yang baru saja selesai bercinta sedang bercengkrama. Arin berbaring di dada bidang Aries.
"Arin, kamu makin pintar saja sih? aku bagai terbang diatas awan, sangat menikmatinya sayang," Aries memuji permainan ranjang Arin.
Pasangan selingkuh tersebut telah selesai menyalurkan hasrat mereka. Keduanya masih terbaring di ranjang tanpa sehelai benang. Tubuh menyatu mendekap di dalam selimut.
"Apaan sih mas, kan biar mas Aries puas loh," ucap Arin sok malu-malu kucing.
Kembali lagi Aries memuji permainan ranjang Arin dan bahkan ia membandingkan dengan permainan ranjang Amora," kamu memang beda dengan Amora, dia itu tidak bisa bergaya hanya diam saja seperti patung yang membuatku jadi bosan padanya. Tidak ada gaya yang mengasyikkan sama sekali."
Arin rela melakukan apapun karena ia cinta pada Aries. Begitu pula dengan Aries, ia juga mengatakan pada Arin bahwa dirinya sangat cinta padanya.
"Hmmm...katanya sayang dan sangat cinta padaku. Tetapi kok tidak juga menikahiku sih, mas? aku sudah merasa lelah harus sembunyi-sembunyi seperti ini," keluh kesah Arin meminta pertanggung jawaban atas apa yang telah mereka lakukan selama ini di belakang Amora.
Tetapi seperti biasa Aries berkilah membujuk Arin dengan segala kata-kata manisnya.
"Sayangku cintaku, kamu yang sabar dulu dong. Karena segala sesuatu itu butuh proses dan tidak instan. Aku nggak bisa menceraikan Amora tanpa bukti dan alasan yang kuat, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Yang terpenting kan kita bisa bersama, dan setiap saat bisa melakukan hal ini tanpa sepengetahuan Amora."
Arin tak lantas luluh, karena ini bukan yang pertama kali Aries beralasan. "Kamu pikir aku ini nggak capek, mas? alasan gampang banget loh sebenarnya. Kamu saja yang belum rela pisah dari Mbak Amora. Mending kita akhiri saja hubungan yang tanpa ada ujung pangkalnya ini. Hubungan yang nggak jelas ini."
Arin mengerucutkan bibirnya dan ia sedikit menjauh dari Aries bahkan memalingkan wajah menatap kearah lain. Hal ini membuat Aries khawatir jika Arin benar-benar pergi dari kehidupannya karena ia sudah terlanjur candu dengan pelayanan ranjang Arin.
Aries meraih wajah Arin dan memalingkan kearahnya, ia berusaha membujuk Arin lagi. "Kok kamu ngomong seperti itu sih? katanya cinta dan sayang. Seharusnya jika benar-benar cinta ya nggak seperti ini dong."
Arin juga tidak tinggal diam, ia pun mengajari Aries memberi alasan yang tepat supaya bisa bercerai dengan Amora.
"Kamu bisa bilang karena Mbak Amora itu mandul nggak bisa punya anak di depan pengadilan. Karena memang benar bukan, sudah tiga tahun kalian menikah tapi tidak kunjung diberi momongan?"
Kembali lagi Aries berkilah bahwa ia dan Amora sudah beberapa kali ke dokter spesialis kandungan dan bahkan beberapa kali mengecek masa subur mereka. Dan hasilnya tidak ada permasalahan sama sekali diantara mereka.
"Bagaimana bisa aku mengatakan kalau Amora mandul, karena ia sebenarnya subur dan bisa hamil. Hanya saja. ia terlalu capek dan banyak beban pikiran, itu yang susah membuatnya hamil. Beberapa kali Amora ingin resign dari pekerjaannya, tetapi aku melarang," ucap Aries mencoba memberikan pengertian pada Arin.
Aries tetap pada pendirian untuk tidak menceraikan Amora terlebih dahulu. Bukan karena ia masih cinta pada istrinya, tetapi karena ia tidak ingin aset keuangannya pergi begitu saja.
Ia juga ingin angsuran mobil terlebih dahulu lunas, dan ia juga berharap rumah mewah yang telah di bangun oleh Amora bisa jatuh ke tangannya.
"Selama ini segala kebutuhan rumah dan segala macam angsuran, Amora yang menanggungnya. Jika aku secepatnya pisah dengan Amora, aku tidak bisa mendapatkan apa-apa. Brankas yang berisi banyak uang dan perhiasan Amora aku juga tidak tahu kata sandi untuk bisa membukanya," ucap Aries memberikan alasan kembali kepada Arin.
Kini Arin sudah tidak memaksakan kehendaknya untuk bisa menikah dengan Aries. Sebenarnya ia sangat kecewa tetapi ia tidak bisa berbuat apa-apa lagi.
"Ya sudahlah mas, mau bagaimana lagi. Intinya kamu nggak berniat menceraikannya kan? lalu kamu anggap apa aku ini? setiap hari kamu tiduri aku, tapi ini balasanmu. Kamu cuma mau enaknya saja!"
Arin memutuskan untuk segera kembali ke rumah karena ia tidak ingin perselingkuhan dirinya dengan Aries diketahui oleh Amora. Ia juga tidak ingin uang jajan dan uang kuliah yang selalu rutin diberikan oleh Amora, berhenti begitu saja.
Jarak rumah Arin dari rumah Amora tidak begitu jauh, hingga hanya beberapa menit saja Arin telah sampai di rumah. Akan tetapi ia sampai di rumah dengan wajah murungnya. Hal ini membuat ibunya penasaran," kenapa kamu murung Arin?"
Bu Resti duduk di samping putri kesayangannya.
Sejenak Arin celingukan sebelum ia
berkata," ayah dimana, Bu?"
Bu Resti tersenyum. "Kamu tenang saja, ayah sedang tidak ada di rumah. Ia baru saja pergi untuk mengurus pembelian lahan tanah."
Setelah mengetahui jika Ayahnya tidak ada di rumah, Arin berani bercerita. Ia menceritakan pada Bu Resti, bahwa Aries sampai detik ini belum juga mau berpisah dengan Amora.
"Bagaimana ini Bu? susah banget meyakinkan Mas Aries untuk segera pisah dengan Mbak Amora dan segera menikah denganku," ucapnya murung.
Bu Resti justru membenarkan perkataan Aries. "Apa yang Aries katakan itu ada benarnya juga Arin. Dia sedang mengincar beberapa aset kekayaan Amora terlebih dahulu. Itu semua juga kelak untukmu. Apa salahnya kamu bersabar sedikit lagi. Ibu juga sedang melancarkan rencana untuk ayah kok."
Ternyata selama ini Bu Resti telah mengetahui perselingkuhan yang dilakukan oleh Arin dan Aries. Bahkan semua itu rekayasa atau idenya. Diam-diam Bu Resti dendam pada Amora dan Anton, suaminya sendiri.