Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Part 4

"Jika aku tidak bisa menjadi pemeran utama, ijinkan aku menjadi pemeran pendukung untuk kisahmu."

- Fabian Alaric Kawindra -

???

Fabian POV

Setelah acara ijab Qobul di langsungkan, para tamu dipersilahkan menikmati hidangan yang tersedia. Sebagai pasangan yang baik walau pura-pura, aku tetap mesra bersama Deva. Bahkan banyak orang yang percaya bahwa Deva secepat itu move on dari mantan pacarnya yang brengsek itu. Kami berjalan bersama, bahkan tangan Deva menggandeng lenganku, senyum bahagia selalu terpampang di wajahnya. Yang seketika akan menjadi tatapan membunuh kepadaku ketika tidak ada orang lain di sekitar kami. Untuk meyakinkan orang-orang, aku memperlakukan Deva bak wanita paling spesial di hidupku. Aku mengelus tangannya yang memeluk lengan kiriku dengan tangan kananku. Curi-curi kesempatan sedikit tidak ada masalahkan? Apalagi Deva imut banget kalo lagi marah dan luar biasa cantik ketika memaparkan senyum palsunya di hadapan para tamu undangan.

"Dev, Deva," panggil sebuah suara dibelakang kami. Aku dan Deva langsung berhenti berjalan dan membalikkan tubuh.

Aku bertatap muka dengan beberapa wanita paruh baya yang cantik dengan dandanan elegan.

"Eh tante Mia, Tante Tari sama tante Asma ya," tanya Deva lanjut menyalami mereka. Aku pun melakukan hal yang sama. Pokoknya berperan jadi calon anggota keluarga yang baik. Biar dapet restu, siapa tau kan?

Ketiga tante itu memberikan senyuman termanisnya padaku dan Deva.

"Ini siapa, Dev? kok nggak dikenalin," tanya tante Mia pada Deva.

"Ini Fabian, Tante," terang Deva.

"Pacar kamu?"

Aku dan Deva saling tatap. Aku tidak akan memberikan jawaban, aku masih sayang pada nyawaku saja, karena kalo aku menjawab dan tidak sesuai dengan keinginan Deva bisa di bantai aku olehnya setelah ini. Semoga saja ada orang yang menyelamatkan kami untuk menjelaskan apapun tentang situasi ini, karena sepertinya Deva juga sedang tidak berkeinginan menjawab pertanyaan itu.

Sepertinya Tuhan mendengar segala doaku, ketika aku mendengar langkah kaki mendekat.

"Pasangan baru, kemana mana barengan mulu. Gue sama Nada di lupain."

"Hai, Sal," sapaku pada Salma yang membantu kami memperjelas semuanya. Nggak nyangka jago drama juga si Salma ternyata.

"Salma, jadi ini pacar barunya Deva?"

"Iya Tante, gantengkan kaya oppa-oppa Korea?"

Ketiga Tante Deva itu menganggukkan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan Salma.

"Deva, kamu pinter banget. Jangan mau kalah dari Lionel sama Sekar," Tante Asma mengatakan itu sambil matanya menatapku dari atas sampai bawah. Menilaiku, apakah aku pantas bersanding dengan keponakannya.

Aku hanya memberikan senyuman manis sebagai jawabannya. Gini-gini, aku ini pewaris tunggal Kawindra Group. Keluargaku masuk daftar salah satu orang berpunya di negeri ini, menurut salah satu majalah bisnis.

Segala sesuatu yang menempel pada tubuhku dan hidupku adalah yang terbaik. Untung saja Salma memberikanku salah satu setelan favoritku. Yaitu Armani untuk dikenakan kali ini saat menemani Deva.

Aku menoleh ke Deva yang sepertinya enggan untuk berkomentar. Sepertinya saat ini sebagai pemeran pendukung, aku harus menyelamatkan Deva dari situasi yang membuatnya tidak nyaman.

"Permisi Tante, saya dan Deva duluan ke sana, mau ambil makan dulu."

"Oh, iya-iya. Silahkan," kata Tante Tari mempersilahkan kami.

"Titip ponakan Tante ya Fabian, jangan dinakalin," kata Tante Mia menggoda yang diikuti tawa kami semua.

Aku dan Deva melangkahkan kaki ke bufe dan mengambil makan. Setelah itu aku menuntun Deva kesebuah meja bundar untuk duduk dan menikmati makanan. Ketika aku sudah memakan separo makanan dipiringku, aku melirik piring Deva yang sama sekali belum dimakan isinya.

"Kenapa nggak dimakan? Lo sakit?" tanyaku pada Deva yang masih menundukkan wajah.

"Siapa yang nggak sakit kalo hadir dipernikahan mantan calon suami sendiri. Dipesta yang lo siapin buat diri lo, tapi justru orang lain yang jadi mempelai wanita gantiin Lo."

Aku memgembuskan nafas, tidak tau harus menjawab apa. Walau aku laki-laki, aku mengerti perasaan sakit yang Deva alami. Jangankan perempuan, laki-laki kalo di tinggal kawin secepat itu oleh mantannya juga sakit, apalagi ini sudah nyebar undangan, gagal pula pernikahannya karena calon suami menghamili wanita lain yang lebih apesnya masih ada hubungan keluarga dengan calon mempelai wanita.

"Dev, hidup itu berjalan maju bukan mundur. Penyesalan itu datang diakhir, kalo di awal namanya pendaftaran."

Deva mengangkat kepalanya, kini matanya menatapku yang duduk di sampingnya. Aku genggam tangan kirinya yang ada di pangkuannya dengan tangan kananku, aku angkat tangan kirinya, aku taruh diatas meja, genggaman tanganku tidak aku lepaskan dari tangan Deva.

"Dev, dengerin gue baik-baik. Dunia nggak akan kiamat hanya karena kita patah hati. Lo cantik, lo bisa dapat yang lebih baik daripada Lionel."

"Makasih, tapi gue nggak yakin bisa," Kata Deva sambil tersenyum getir.

"Sesekali lo coba keluar dari kehidupan nyaman lo. Lo cobain hal baru. Misal kaya one night stand gitu sama gue kalo lo mau."

Tukk....

"Auuuu....sakit tau Dev!"

Aku merasakan kepalaku dihantam dengan sebuah benda yang tidak lain adalah sendok. Di susul tatapan membunuh dari wajah Deva saat ini. Tangan kanan Deva masih siaga memegang sendok sambil meremas remasnya dengan penuh emosi yang tertahan.

"Masih mending lo nggak gue hajar Fabian. Cuma gue getok pakai sendok. Lain kali kalo mulut lo nggak ada filternya lagi, gue pastiin gue akan vermak wajah lo."

"Sadis banget sih lo, Dev. Gue cuma bercanda kali."

"Nggak lucu tau bercandaan lo," katanya sambil geleng-geleng kepala pelan.

"Maaf, Dev."

Deva hanya diam tidak menjawab lagi. Kemudian ia berdiri dan meninggalkanku sendiri di meja ini.

"Dev, Dev, tungguin gue dong."

"Ogah, sana pergi kelaut aja," katanya sambil terus berjalan meninggalkanku sendirian.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel