Chapter 2

Saat Liam melepas helmnya, rambut hitamnya tergerai melewati bahunya. Para pelayan membantunya melepaskan baju besi berat dari dada, lengan, dan kakinya. Dia belum pernah melindungi tubuhnya sebanyak itu selama perang. Dia telah berjalan di jalanan dengan berpakaian seperti badut, sambil menderita karena banyak orang yang berteriak-teriak. Dia hampir tidak mampu bertahan dalam formasi militer yang sempurna, seperti anjing Kaisar.

“Mengapa kau tidak menggantung beberapa lukisan di beberapa tempat ? Di sini sangat tandus.”

Namun, bukan itu yang mengganggunya saat ini. Seorang tamu tak diundang mengikutinya ke kamar pribadinya, bersikap kritis terhadap segalanya. Meskipun dia sedang berganti pakaian, pria itu tanpa malu-malu berkeliaran, asyik dengan sendirinya.

"Ini kamar tidurku."

“Sebenarnya, ini bukan kamar tidurmu. Ini adalah ruang tamu yang berfungsi sebagai kamar tidur. Tempat ini sangat cocok untuk tamu.”

“Ruang tamu untuk tamu ada di lantai pertama.”

“Kalau bukan hari ini, kapan lagi aku bisa mengunjungi rumahmu. Jangan terlalu pelit. Aku punya beberapa karya seni yang sangat bagus. Aku akan mengirimkan beberapa kepadamu.”

Dia menahan kemarahan yang meningkat di dalam hatinya; orang tidak akan pernah tahu apa yang sebenarnya dia rasakan dari penampilan luarnya. Dia memiliki ekspresi dingin, sementara mata merahnya tampak tenang dan damai.

Dia dengan tenang membiarkan para pelayannya menjaganya, saat mereka mengenakan setelan jas berekor. Dia sedang mempersiapkan pesta kemenangan malam ini.

Dia awalnya akan beristirahat, dan hanya muncul menjelang akhir pesta. Kalau bukan karena tamu tak diundang yang menjengkelkan ini.

“Aku hanya bisa menghadiri pesta hari ini,” katanya sambil mengancingkan manset lengan bajunya.

"Baiklah. Tapi pestanya bukan tiga hari, tapi lima… ”

“Apakah kau mau menarik kembali kata-katamu?”

"Aku mengerti. Lihat, Duke. Kenapa Kau benci menghadiri pesta ? Kami punya anggur lezat, makanan, dan wanita-wanita cantik. Kenapa kau tidak menikmati waktumu di sini?”

“Aku sudah memiliki lebih dari cukup anggur di rumah. Aku juga tidak punya hobi mencari makanan enak. Bahkan tanpa menghadiri pesta-pesta ini, aku sudah memiliki lebih dari cukup perempuan yang menghangatkan ranjangku.”

"Lihat disini. Itu bukan satu-satunya alasan dari kehadiranmu di pesta ini. Duke, kau harus membantuku di sini. Kau sudah berjanji padaku.”

“Aku berjanji akan membantumu ketika kau menjadi Kaisar berikutnya.”

"Apakah begitu? Menurutmu siapa yang bisa menjadi Kaisar berikutnya jika bukan aku?”

Putra Mahkota Kwiz berdiri tegak dan percaya diri.

“Mari kita bicara setelah kau menjadi Kaisar berikutnya.”

Kita tidak pernah tahu bagaimana dunia akan berubah. Kwiz sepertinya tidak terganggu dengan kata-katanya, tapi hanya menghela nafas.

“Kau lebih sulit untuk dimenangkan daripada seorang wanita muda yang pemalu.”

“Pria yang terlalu dekat dan manja tidak pernah populer.”

“Mm? Eh? Duke, apakah itu lelucon? Itu hanya lelucon, bukan?”

Kwiz tertawa geli, tapi pria satunya kurang antusias.

“Mari kita pergi.”

Dia ingin mengusir tamu tak diundang ini dari kamar pribadinya secepat mungkin.

* * *

Pegawai toko pakaian mau tidak mau menyelamatkan hari untuk nona muda yang menyedihkan ini. Daniella harus membayar lebih dari dua kali lipat untuk gaun dan perbaikannya. Menurut karyawan tersebut, itu adalah harga yang menguntungkan ‘hari ini’. Dia merasionalisasikannya dengan mengatakan bahwa gaun itu dilengkapi dengan korset dan pannier. Namun, dia tidak bisa mempekerjakan siapa pun untuk membantu merias wajah dan rambutnya.

Untungnya, Daniella mengetahui beberapa teknik dasar tata rias dan gaya rambut. Namun, jika ada ahli kecantikan profesional yang pernah melihatnya, mereka akan mendecakkan lidah dan mengeluhkan teknik yang menyedihkan dan keseluruhan penampilannya.

Pada saat Daniella mencapai ruang perjamuan, dia sudah lelah sampai ke tulangnya. Kakinya terasa sakit karena berlari keliling kota. Selain itu, dia telah merombak riasan dan gaya rambutnya berkali-kali karena keterampilannya yang buruk, membuat dia sangat stres.

‘Semua investasi hari ini tidak boleh sia-sia…’

Meskipun dia telah menghadiri banyak acara sosial dalam mimpinya, dia masih sangat gugup dan khawatir.

‘Ah… Banyak sekali orangnya. Aku akan ditabrak orang jika aku tidak hati-hati.’

Hal yang paling menarik perhatian adalah orang-orang yang berceloteh di seluruh ballroom. Meskipun para bangsawan menyukai pesta, mereka tidak berpesta selama ini karena perang, jadi mereka terlihat sangat ceria dan bersemangat sekarang. Tidaklah berlebihan untuk mengatakan bahwa semua bangsawan di ibu kota menghadiri pesta hari ini.

Partai sosial kelas atas memiliki undangan terbatas. Bangsawan tidak banyak bersosialisasi dengan orang-orang di luar lingkaran sosialnya. Hampir mustahil bagi bangsawan berpangkat rendah untuk dapat menghadiri jamuan makan yang sama dengan bangsawan berpangkat tinggi, tidak seperti saat ini. Oleh karena itu, setiap bangsawan yang ingin menjalin hubungan dengan bangsawan berperingkat lebih tinggi akan ada di sini. Itu adalah kesempatan bagus untuk berkenalan dengan bangsawan berperingkat lebih tinggi lainnya dan membuat nama mereka terkenal.

Lampu gantung berkilauan dan meja dipenuhi dengan makanan lezat. Para wanita bangsawan mengenakan gaun mewah dan perhiasan, sementara pria berjas mahal mengelilingi mereka. Musik terus diputar dengan lembut di latar belakang, menciptakan suara pengalaman malam yang menyenangkan.

Dia khawatir apakah dia bisa menemukannya di antara kerumunan besar, tapi itu tidak terlalu sulit. Dia hanya mengikuti pandangan dan langkah semua orang, dan secara alami menemukan yang dia cari di depannya.

‘Ah… Itu dia…’

Liam Hugo.

Jantungnya mulai berdebar kencang. Dia lebih menawan daripada saat dia melihatnya dalam mimpinya. Biasanya, orang hanya mendengar namanya yang terkenal sang singa hitam perang. Namun, sepuluh dari sepuluh kasus, orang akan terkejut melihat ketampanannya. Dia sama sekali tidak terlihat kasar dan liar. Dia tidak hanya terlihat luar biasa, daya tarik ketampanannya pun tak tertandingi.

Tatapan mereka akan tertuju pada rambutnya yang hitam pekat dan mata merahnya yang seperti darah, lalu mereka akan menghargai wajahnya yang terpahat seperti patung. Hidungnya yang tinggi dan ramping menyeimbangkan matanya yang dalam dengan indahnya.

Saat dia membuka bibir tipisnya, semua orang akan terdiam mendengarkan kata-katanya. Rahangnya yang kuat dan lehernya menunjukkan kejantanannya.

Daniella telah menghargai ketampanannya dengan mulut menganga, ketika dia dengan cepat tersadar kembali karena terkejut, sambil melihat sekeliling untuk melihat apakah ada yang memperhatikan perilakunya yang tidak seperti wanita. Syukurlah, tidak ada yang tertarik pada nona muda yang menyedihkan dan jelek ini.

‘Perkawinan kontrak…?’

Daniella menelan ludahnya dengan susah payah.

‘Akankah… aku sukses…?’

Levelnya terlalu tinggi. Dia bukan pria yang berani kau pandang, pikirannya dengan bijaksana berbisik padanya.

Kwiz, yang sedang bersemangat, menyeret Hugo ke seluruh ballroom. Dia ingin berparade seolah-olah dia mengenakan harta yang tak ternilai harganya. Dalam pandangan Kwiz, Duke Liam dianggap sebagai harta karun berharga. Dia melakukan semua yang dia bisa untuk memenangkan Duke ke sisinya.

Tak satupun dari keduanya secara eksplisit menyatakan apakah mereka memutuskan untuk saling mendukung. Namun, fakta bahwa mereka berdua berjalan berdampingan dan berbicara membuat imajinasi orang lain menjadi liar. Kwiz telah memanfaatkan hal itu untuk keuntungannya, sementara Hugo mengabaikan tindakannya dalam diam.

Hugo lelah dan hanya ingin pulang. Ketika Kwiz menjadi Kaisar berikutnya, dia perlu melakukan sesuatu seperti ini untuk membantunya mendapatkan pendukung, tapi itu adalah sesuatu yang perlu dipikirkan di masa depan. Dia merasa belum perlu melakukan banyak upaya demi Putra Mahkota.

‘Apa itu…?’

Hugo telah merasakan tatapan diam-diam dari seseorang yang cukup lama. Dia telah menjadi pemburu yang tanggap sepanjang hidupnya. Dia bisa dengan mudah merasakan ketika seseorang mengincarnya. Dia tidak merasakan niat jahat apa pun, tapi itu membuatnya merasa marah karena dia dijadikan sasaran seseorang. Dia berpura-pura tidak tahu dan menoleh kekiri dan kekanan.

'Seorang wanita…?'

Tak disangka, itu adalah seorang wanita. Dia memiliki rambut emas dan mengenakan gaun biru; dia tampak seperti gadis muda yang baru saja menginjak usia dewasa. Ketika Hugo melihat ke arah perempuan itu, dia menghindari tatapannya, tapi dia sudah mengetahui kebenarannya.

Dia sudah terbiasa dengan tatapan membara dari wanita lain. Namun, perempuan berambut emas ini bukanlah gadis yang termasuk dalam kategori itu. Dia tampak seperti seseorang yang ingin mengatakan sesuatu; matanya dipenuhi kegelisahan dan terkadang sangat putus asa.

“Jika dia ingin mengatakan sesuatu, dia akan datang pada akhirnya.”

Dia mengesampingkan ketertarikannya padanya. Namun, tatapannya yang gigih terus mengganggu indranya tanpa istirahat. Sekarang, dia meliriknya dari waktu ke waktu untuk melihat apa yang sedang dia lakukan. Dia tidak berbicara dengan siapa pun di pesta dansa, dia juga tidak berdansa; dia terus menatapnya. Sesaat ketika dia sendirian, dia melihat wanita itu mengambil satu langkah ke arahnya.

Tapi begitu seseorang mendekatinya lagi, dia akan mundur. Dia mengerutkan kening secara tidak sengaja. Akhirnya, pestanya akan segera berakhir dan dia belum mendekatinya.

‘Sangat mustahil untuk mendekatinya…’

Rasanya dia adalah protagonis hari ini. Orang-orang tidak meninggalkannya sendirian sama sekali. Tidak ada satu pun orang normal dalam lingkaran kenalannya. Yang terpenting, Putra Mahkota Kwiz, Hesse ke-9, tidak menjauh dari lingkaran Duke.

'Penghasut utama pernikahanku yang buruk ada di sana,' kata Daniella kepada saudara tirinya. Dia tidak terlalu membenci Putra Mahkota. Meskipun keduanya memiliki hubungan darah yang sama, dia tidak memiliki tanggung jawab untuk merawatnya seperti keluarga sungguhan. Mereka lahir dari rahim yang berbeda, menjadikan mereka sama halnya dengan orang asing.

Pestanya akhirnya berakhir, dan dia tidak bisa menyampaikan sepatah kata pun kepadanya. Lupakan tentang bicara, dia bahkan tidak bisa mendekatinya.

‘Hhhaa… apa yang harus dilakukan. Apakah dia akan menghadiri pesta besok?’

Dia tidak yakin apakah dia akan menghadiri pesta besok dan malam ini mungkin satu-satunya kesempatan yang dia dapatkan. Daniella memutuskan dia akan hadir keesokan harinya juga.

Sudah lima hari. Hari ini adalah hari terakhir. Meski ibu kota telah menjadi tuan rumah pesta dansa selama lima malam, tidak ada yang terlihat lelah sama sekali. Kemungkinan besar, begitu pesta berakhir, kebanyakan orang akan lelah dan tinggal di rumah untuk sementara waktu. Akan sangat sepi di kalangan masyarakat kelas atas untuk beberapa waktu.

Namun, dibandingkan dengan Pada malam pertama dan kedua, cukup banyak masyarakat yang tidak hadir. Kebanyakan yang menghadiri pesta malam ini adalah pecandu pesta. Jika tidak, mereka akan mencari pasangan untuk menghabiskan waktu sendirian di koridor gelap atau taman.

Tidak semua orang ada di sana untuk menikmati pesta itu. Ada orang-orang yang nafsu makannya besar menyantap makanan lezat; mereka yang ingin menjalin koneksi baru; dan yang lain memberikan pandangan genit, mencari hubungan asmara diam-diam. Bertentangan dengan orang lain, adalah Daniella yang penyendiri, yang menyingkir dari hadapan semua orang, menyesap segelas sampanye non-alkohol.

Dia menghabiskan lima hari terakhir berdiri sepanjang malam sambil mengenakan sepatu hak tinggi, dan itu membuatnya merasakan sakit yang luar biasa. Korsetnya tidak terlalu mengikat, tapi sangat menyempitkan dadanya, membuatnya sulit bernapas. Meskipun dia lapar, dia hanya bisa merasakan sedikit demi sedikit karena korsetnya.

Meski aroma makanannya sangat memikat, dia memperlakukannya seperti hiasan latar belakang. Rasanya tidak nyaman pergi ke kamar mandi, jadi dia puas dengan segelas sampanye untuk membasahi bibirnya yang kering.

Dia merasakan betapa nyata jika kelaparan dapat memperparah depresi. Daniella sangat tertekan saat ini. Dia tidak tahu apakah itu karena dia sangat lapar hingga perutnya terasa menempel di tulang punggungnya, atau karena dia tidak bisa mendekati Duke selama lima hari terakhir. Bagaimanapun, keduanya sama-sama menyebabkan banyak kesusahan bagi Daniella.

Dia memandang pria berjas hitam di kejauhan. Dia terlihat lebih unggul dibandingkan siapapun di tempat ini, baik dari segi penampilan maupun status. Pria tinggi dengan bahu lebar dan pinggang ramping; tubuhnya memiliki proporsi yang ideal. Meskipun orang tidak dapat melihat tubuh bagian bawahnya, siapa pun dapat mengetahui bahwa dia berbadan sehat.

Tidak banyak waktu tersisa sekarang. Dia bahkan tidak bisa menyapanya saat pesta berakhir. Dia tidak yakin apakah dia akan memiliki kesempatan untuk bertemu dengannya lagi setelahnya.

‘Setidaknya aku bisa melihat wajahnya tanpa penyesalan.’

Dia telah menguntit pria itu secara diam-diam selama lima malam terakhir. Dia mengakui dia menjadi terlalu terobsesi melakukan hal itu. Tidak sedikit pun melelahkan melihatnya. Dia adalah pria tampan yang enak dipandang. Menyenangkan juga mengamati orang-orang di sekitarnya. Terutama ketika wanita secara vulgar menempelkan payudara ke tubuhnya…

Dia adalah ciptaan yang indah, tapi dia tidak berusaha mendapatkan perhatian dengan penampilannya. Ekspresinya selalu dingin, tanpa ada suka, marah, sedih, atau senang. Dia terkadang sedikit mengerutkan atau mengangkat alisnya. Saat dia tertawa, hanya bibirnya yang tersenyum sinis. Meskipun demikian, orang-orang akan berusaha semaksimal mungkin untuk mengamati reaksinya hanya dengan tanggapan tersebut.

Kehadirannya saja membuat orang terdiam. Dia secara alami memancarkan kehadiran mengesankan yang menekan orang lain. Itu adalah martabat seorang penguasa dan ketenangan orang kuat.

Mereka yang memandangnya dari jauh akan terkejut dengan ketampanan Duke Liam, namun mereka yang berbincang dengannya bisa mengerti kenapa Duke ini diberi gelar Sang Singa Hitam peperangan.

Laki-laki yang dominan, berbeda dengan yang non dominan, selalu ada perempuan yang berkeliaran di sekitar mereka, berbaris dengan nafsu.

Daniella dapat memahami banyaknya wanita yang terus berusaha berbicara dengan Duke. Dia memegang kedudukan tinggi dan banyak kekayaan; dia tampan dan muda; dia memiliki semua yang bisa diminta. Dia tidak punya istri atau teman. Bahkan mencari ke seluruh dunia, akan sulit menemukan seseorang yang sebanding dengannya. Dia adalah yang paling langka dari yang langka. Jika dia memiliki kedudukan yang lebih tinggi di masyarakat, dia tidak akan ragu untuk bergabung dengan para wanita itu sekarang.

‘Andai saja aku punya payudara yang lebih besar.’

'Hhaaaaa.'

Desahan itu memiliki banyak arti di dalamnya. Tidak mungkin dia memperpendek jarak antara Duke dan dirinya sendiri.

Ada orang lain yang sama lelahnya dengan Daniella saat ini. Tingkat stresnya meningkat lebih tinggi daripada tingkat stres Daniella. Ampas tak berguna yang menempel padanya seperti lem sedang menguji kesabarannya saat dia bertanya-tanya kapan mereka akan diam dan pergi.

Dia dengan tulus merindukan medan perang. Dia bisa membungkam orang sebanyak yang dia suka di tempat itu. Kegembiraan kecilnya dalam hidup adalah memenggal kepala orang-orang yang menyebutnya iblis. Untung saja dia saat ini tidak membawa senjata apa pun. Dia percaya pada kesabarannya sendiri, tapi tidak 100 persen.

Hugo mengalihkan mata merahnya ke sudut. Tidak ada yang menyadari dia telah mengamati orang tertentu selama ini.

'Tidak ada yang berubah.'

Perempuan yang tampak lemah dengan rambut emas telah berdiri di tempat yang sama, sambil memegang kaca yang sama selama ini. Selama empat hari terakhir, dia tidak mengganti gaun biru pastelnya.

Liam Hugo tidak rutin menghadiri pesta, tapi dia cukup bijaksana untuk mengetahui bahwa perempuan tidak mengenakan gaun yang sama keesokan harinya. Dalam pesta lima hari seperti ini, mereka akan setidaknya punya tiga gaun dan merotasinya. Jika mereka begitu miskin, mereka bahkan tidak mampu membeli ketiga gaun itu, akan lebih baik jika tidak muncul sama sekali. Wanita itu bahkan tidak bisa diremehkan oleh orang-orang di sekitarnya. Dia tidak melihatnya mencoba berbicara dengan siapa pun, tidak sekali pun.

'Apakah itu uang?'

Jika dia tertarik dengan uangnya, akan lebih baik jika dia memberitahunya terlebih dahulu. Dia siap memberinya sejumlah uang tanpa bertanya. Dia mengagumi semangat pantang menyerahnya.

Semula ia berencana hadir pada hari pertama saja, namun kemudian memutuskan untuk hadir pada hari berikutnya juga. Dia tertarik apakah dia akan berada di sana keesokan harinya. Dia menempel di sudut dengan gaun yang sama dan terus menatapnya. Jika dia bermaksud menarik perhatiannya dengan mengenakan gaun yang sama sepanjang waktu, dia ingin menyampaikan pesan bahwa dia telah berhasil.

Pada hari kedua, dia belum mendekatinya. Dia bisa saja menghampirinya untuk memulai percakapan, tapi dia tidak melakukannya. Dia telah menunggunya untuk mendekatinya terlebih dahulu. Rasanya seperti sebuah pertandingan yang mempertaruhkan kemenangan.

Pada akhirnya, dia berhasil memecahkan rekor dengan menghadiri pesta tersebut selama lima hari berturut-turut. Kwiz sangat senang, meski selama ini dia tidak hadir untuk menjilatnya. Pada akhirnya, wanita itu tidak bisa mendekatinya, dan menjaga jarak yang jauh di antara mereka.

“Mungkin karena semua ampas ini.”

Semua orang yakin bahwa mereka telah melakukan yang terbaik untuk membuat Duke terkesan, tetapi begitu Hugo berbalik ke arah mereka, dia berencana untuk menghapus semua orang itu dari pikirannya.

‘Rasanya dia akan mendekatiku jika aku sendirian… Haruskah aku mencoba mencari tempat di mana orang tidak dapat menemukanku?’

Dia telah menghadiri pesta selama lima hari terakhir dan rasa penasarannya terhadap wanita itu telah mereda. Kwiz, yang selama ini menempel padanya seperti permen karet, telah pergi entah kemana.

“Permisi sebentar.”

Ketika Hugo meminta pengertiannya, semua orang menyatakan keengganan mereka dan menyaksikan punggungnya menghilang. Mereka berasumsi dia akan kembali setelah mengurus urusannya dan menunggunya sambil mengobrol riang satu sama lain.

'Hah?'

Daniella, yang selama ini menguntitnya, terkejut dengan tingkah lakunya yang tidak terduga. Dia sepertinya bukan tipe orang yang suka berkeliaran di pesta. Dia biasanya akan tetap berada di tempat yang sama, dan orang-orang secara alami akan mengelilinginya. Ini adalah pertama kalinya dia pergi ke suatu tempat sendirian. Daniella ragu-ragu sejenak, lalu memutuskan untuk mengikutinya. Ini bisa menjadi kesempatan pertama, terakhir dan satu-satunya.

Hugo berjalan dengan santai. Dia merasakan seseorang mengikuti di belakangnya.

'Apa yang sedang aku lakukan sekarang?'

Dia tertawa pada dirinya sendiri. Dia merasa lucu bahwa dia harus bersusah payah mendengarkan apa yang akan dikatakan wanita ini. Dia bukan orang yang membuang-buang waktunya untuk hal-hal yang tidak berguna. Ini akan berakhir jika dia mengabaikannya begitu saja.

Dia tidak tertarik membawanya ke tempat tidur. Baginya, ada dua tipe wanita. Yang ingin dia bawa ke tempat tidur dan yang tidak. Ini adalah pertama kalinya dia penasaran dengan tipe wanita yang terakhir.

“Akhir-akhir ini sungguh membosankan.”

Tensi yang tinggi, pasukan yang dilanda kegilaan, dan rasa darah lengket yang panas. Dia mendambakan hal-hal seperti itu. Dia tersadar dari pikirannya yang mengembara tentang perang. Bagaimanapun, dia sangat penasaran dengan tujuan wanita ini.

Dia menuju taman timur. Bulan bersinar paling terang di sana, tapi karena itu, itu bukan tempat yang baik untuk menjalin hubungan cinta rahasia. Itu mungkin tempat terbaik untuk menyendiri tanpa harus mendengar erangan berat.

Ia merasa nyaman di dekat air mancur yang belum terisi air. Tempat itu berada di tempat terbuka sampai tingkat tertentu. Tidak ada orang di sekitar, tapi tempat itu tidak terlalu terpencil. Dia puas dengan pilihan lokasinya. Dia menoleh karena suara dedaunan kering yang berderak. Ketika seorang wanita muncul, rasa geli di dalam hatinya melayang jauh ke kejauhan.

“Hugo…”

Seorang wanita berambut pirang yang diberkahi berkilau seperti permata di bawah sinar bulan. Ekspresinya menegang melihat penampilan wanita yang memiliki wajah sama menawannya.

“aku hanya mengizinkanmu memanggilku dengan namaku di masa lalu saja, Nona Lawrence.”

Nona muda itu sangat terkejut ketika matanya bergetar. Dia telah menarik garis batas dengan kata-kata dinginnya yang terhormat. Liam mengambil hak istimewanya untuk memanggil namanya dan tidak memanggil namanya seperti di masa lalu. Lawrence menatapnya dengan mata berkaca-kaca sambil menggigit bibir merahnya.

“Mohon maafkan kekasaranku, Yang Mulia Duke.”

“Apakah aku mengganggu jalanmu?”

"TIDAK. Aku baru saja memperhatikan Yang Mulia berjalan ke arahku dan… ”

“Aku akan berterima kasih jika Kau bisa pergi sekarang.”

“Sebentar saja… Hanya sesaat saja yang kubutuhkan. Yang Mulia, Duke aku mohon… ”

Dia menghela nafas pelan.

“Apakah masih ada kata-kata yang tersisa untuk diucapkan di antara kita?”

“…Kau terlalu tidak berperasaan. Kenapa kau begitu dingin mengusirku? Aku percaya kita pernah berbagi hati kita pada satu waktu.”

Dia menanggapi dengan acuh tak acuh pada perempuan itu, yang hendak menangis dengan derasnya.

“Nona Lawrence. Aku belum pernah berbagi isi hatiku dengan siapa pun. Aku hanya membagi tempat tidurku.”

Lawrence tidak bisa mempercayai telinganya saat matanya berkaca-kaca. Bahunya bergetar saat dia menyeka air matanya dengan sapu tangannya.

Hugo tidak repot-repot menghiburnya dan berdiri agak jauh dengan tangan di belakang punggung. Dia mulai merasa kesal. Itulah alasan dia berhenti bermain-main dengan wanita yang belum menikah. Mereka selalu melanggar peraturan.

Sungguh frustasi melihatnya, jadi dia berbalik ke arahnya.

“Tidak ada gunanya mengutarakan hal ini dengan kata-kata.”

Lawrance memandang pria yang telah memasang tembok di antara mereka dengan mata kesalnya. Dia tidak percaya sikap dinginnya. Saat dia menatap ke arah punggungnya, perasaan kesalnya perlahan berubah menjadi sesuatu yang panas. Lawrence berlari dan memeluk punggung Hugo.

Dia melingkarkan lengannya di dada kokoh pria itu dan membenamkan wajahnya ke punggungnya. Dia dipenuhi dengan emosi saat panas tubuhnya meresap ke dalam dirinya. Lawrence merasa merindukan saat memikirkan malam penuh gairah mereka, payudara besarnya yang penuh menekan punggung Hugo dengan gairah yang panas membara, namun Hugo menutup matanya dan tanpa perasaan melepaskan lengan darinya. Tubuh Lawrence bergetar melihatnya berbalik dan menjauh untuk menjaga jarak di antara mereka. Dia tidak memberinya kelonggaran sedikit pun.

"Apa kesalahan yang telah aku perbuat? Yang kulakukan hanyalah menyatakan cintaku pada kekasihku. Mengapa kau mengirimiku mawar perpisahan? Kau keterlaluan.”

“Kekasih, katamu?”

Dia mendecakkan lidahnya. Bagaimana gadis ini bisa sebodoh itu?

“Aku sudah memberimu kebenaran sejak awal. Aku sudah bilang padamu untuk menjaga hatimu sendiri. Kau berjanji kepadaku bahwa Kau mampu melakukannya. Apakah kau berpura-pura tidak tahu sekarang?”

Lawrence tidak lupa. Dia tidak lupa bahwa dia akan dicampakkan begitu dia berbicara tentang cinta padanya. Lawrence sangat menyadari hal itu. Semua wanita sebelum dia pernah mengalami hal yang sama. Namun pria dingin ini telah memanggil namanya dengan penuh gairah sambil memeluknya dengan hangat hingga dia melupakan semuanya.

“Aku berbeda. Aku bukan kekasihmu. Aku unik.”

(catatan: ini adalah judul segmen baru bab ini)

Lawrence mengikuti jejak semua wanita bodoh lainnya sebelum dia. Kini Dia termasuk dalam kategori yang disebut 'wanita masa lalu'.

“Tidak bisakah kita… memulai dari awal lagi? Yang Mulia Duke, aku tidak akan menunjukkan isi hatiku lagi. Tidak apa-apa jika Kau merangkul gadis lain. Tolong biarkan aku tetap di sisimu.”

“Kau adalah bunga yang indah, Nona Lawrence. Aku mematahkan bunga ini dan menaruhnya di vas. Tapi semua nasib bunga-bunga ini hanya akan layu dan tidak lebih dari itu.”

Bibir Lawrence bergetar membayangkan dirinya sebagai bunga yang layu. Setiap kata-katanya memutilasi hatinya.

Meskipun dia adalah kekasihnya, rasanya dunia ada di tangannya. Dia penuh gairah dan hangat. Dia juga tidak segan-segan memanjakannya dengan hadiah-hadiah mahal. Ketika dia mengatakan dia telah melihat sesuatu yang cantik, dia akan menghadiahkan padanya keesokan harinya. Dia memamerkan semua kalung dan anting-antingnya yang mahal di semua pesta yang dia hadiri, dan bahkan ketika dia mengisyaratkan hubungan mereka, dia tidak menyatakan keberatan apa pun.

Suatu hari, seorang wanita yang memiliki hubungan masa lalu dengan Duke memperingatkan Lawrence.

“Jika kau ingin berada di sisinya lebih lama, jangan mencoba mendekat. Nikmati hari-harimu sampai hari dimana dirimu menerima mawar itu, Nona Lawrence.”

Pada saat itu, dia menganggap kata-kata itu sebagai omong kosong. Ketika dia menyadari kebenarannya, semuanya sudah terlambat. Lawrence telah jatuh terlalu dalam dan dia sudah pergi, meninggalkannya hanya dengan seikat mawar putih.

“Istri Count Falcon telah dipilih oleh orang lain, bukankah dia hanyalah bunga yang layu?”

Sudah lama sekali sejak mereka berpisah. Tapi Lawrence mendekatinya lagi setelah dia mendengar rumor yang beredar. Istri Count Falcon dikenal luas karena memiliki tiga suami yang telah meninggal. Lawrence tidak dapat menerima kenyataan bahwa dia telah dibuang demi wanita seperti itu.

Saat pertemuan mereka semakin lama, Hugo perlahan-lahan menjadi semakin jengkel. Dia dengan cepat mengamati hutan berumput di depan. Seseorang telah mendengarkan pembicaraan mereka berdua selama ini. Hugo yakin itu adalah wanita itu. Tujuannya bukan untuk memamerkan hubungan masa lalunya dengan gadis itu. Dia penasaran dengan apa yang akan gadis tersembunyi itu katakan padanya, tapi sekarang hal itu menjadi terlalu sulit.

“Kau tidak punya urusan memutuskan dengan siapa aku tidur. Jangan terlalu memikirkan dirimu sendiri.”

“Dia adalah wanita terkutuk, Yang Mulia duke. Aku hanya khawatir hal itu akan merugikan dirimu yang terhormat.”

Hugo telah menghabiskan banyak upaya untuk meniduri Lawrence. Lawrence tidak mendekati Hugo terlebih dahulu, tetapi Hugolah yang mengajaknya berdansa dan merayunya sampai ke tempat tidurnya. Dia menikmati hubungan asmara dengan gaya yang berbeda dari wanita masa lalunya. Dia lebih cantik dan materialistis. Di masa depan, Hugo berencana mencari wanita yang bertolak belakang dengannya.

“Nona Lawrence.”

Suaranya sangat dingin dan sangat mengejutkan Lawrence.

“Aku benci termakan emosi. Jadi, aku tidak marah. Sungguh sia-sia dan tidak menyenangkan jika hidup hanya dipenuhi oleh amarah. Tapi Jika Kau terus membuatku kesal lebih daripada sekarang, Kau harus siap untuk membayarnya. Sampai sekarang, semua orang yang membuatku kesal telah membayarnya dengan nyawa mereka.”

Wajah Lawrence pucat pasi,seputih selembar kertas.

“Jangan membuatku marah.”

Bibir Lawrence bergetar saat dia menatapnya dengan wajah pucat sejenak, lalu dia berbalik dan lari dengan seluruh kekuatannya. Dia memperhatikan sosoknya yang menghilang dengan mata dingin, lalu memusatkan perhatiannya pada suatu titik tertentu.

"Keluarlah. Sudah waktunya berhenti menguping seperti kucing pencuri.”