Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 11

"Dan aku baru tau makna kata indah, saat aku menatap wajahmu."

Shakira melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Sekitar setengah jam lagi bel di sekolah tanda pelajaran akan segera dimulai berbunyi, namun, sosok Daniel tidak kunjung muncul di halaman rumahnya. Bukannya lelaki itu selalu menunggu di sana, dengan senyuman walaupun Shakira selalu menolaknya?

"Gimana, Non? Bapak anter aja?" tawar Pak Tarno kemudian.

Shakira mengangguk, "yaudah deh, Aku berangkat sama bapak aja."

Akhirnya Pak Tarno menyalakan mesin mobil yang sejak tadi sudah disiapkannya untuk antisipasi jika Shakira meminta diantar. Ini semua akibat Daniel yang tidak muncul tanpa memberi kabar, walaupun memang sebelumnya lelaki itu tidak pernah memberi kabar sama sekali.

Biasanya Daniel sudah berdiri bersandar di bamper mobilnya seraya menunggu Shakira. Namun, berbeda pagi ini, lelaki itu tidak memunculkan batang hidungnya.

Yang lucunya membuat Shakira merasakan ada yang sedikit mengganjal.

"Mobil sudah siap berangkat, Non," ucap Pak Tarno. Shakira mengangguk kemudian masuk ke dalam mobilnya, dan sekali lagi saat benda besar berwarna silver itu melaju meninggalkan pekarangan rumahnya, Shakira menoleh ke belakang.

Dan dia tetap tidak ada di sana.

"Jadi ... permainan lo cuman bertahan sepuluh hari?" gumam Shakira seolah Daniel ada di hadapannya.

**

Wajah Daniel sejak tadi sudah mengeras saat mendengarkan penjelasan segerombol lelaki di hadapannya, tentang rencana penyerangan mereka malam ini.

Daniel sengaja tidak masuk sekolah dan membolos pergi ke warung Babeh, tempat mereka berunding untuk bertindak malam ini. Sebenarnya ini bukan masalah Daniel, ia hanya membantu seorang teman yang membutuhkan pertolongannya.

Ditambah lagi, mereka sama-sama memiliki musuh yang sama.

"Jadi, gimana, Niel? Lo bawa siapa malam ini?" tanya Mika pada Daniel yang sejak tadi hanya diam mendengarkan.

"Gue cuman bawa bodyguard, cukup untuk bantu kalian. Karena gue malas ngotorin tangan, atau terjun langsung ke lapangan," jawab Daniel yang membuat mereka mengangguk.

"Omong-omong, kalau Daniel di sini, yang ngawasin Alex di SMA Golden siapa?" celetuk Nathan, salah seorang teman Mika.

"Nah, iya. Yang ngawasin gerak-gerik si Alex, siapa?" tambah Sagara. "Bukannya Daniel mau bantu kita gara-gara si Alex gangguin pacarnya? Emang sekarang ada yang jagain pacar lo di sekolah, Niel?"

Mata Daniel langsung melotot. Astaga, ia benar-benar melupakan Shakira akibat pikirannya hanya terfokus untuk membantu teman-temannya yang berasal dari sekolah sebelah ini. Sudah pasti Alex akan memanfaatkan keadaan jika ia tahu Daniel saat ini sedang tidak ada di sekolah.

Daniel segera berdiri, kemudian meraih ponselnya yang ada di saku jaket. Lelaki itu segera mendial nomor Justin, dan berjalan menjauh dari sana.

"Kenapa, Niel?" sahut Justin saat teleponnya terangkat.

"Lo di mana?"

"Di sekolah, kenapa? Lo kaga sekolah?"

"Jagain Shakira, janga biarin Alex deketin dia!"

"Lo telat," ujar Justin yang membuat Daniel menegang.

"Maksud lo?"

"Tadi gue lihat, mereka jalan berdua ke perpustakaan."

**

Daniel melajukan motor besarnya seperti orang kesetanan. Tidak jarang pengendara lain mengumpat dibuatnya karena Daniel membawa motornya ugal-ugalan. Ia tidak peduli, yang dipikirannya hanya ada satu, sampai di sekolah tepat waktu.

Tidak sampai lima belas menit Daniel menempuh waktu untuk bisa sampai di depan pagar sekolahnya yang tertutup rapat. Daniel berdecak kesal seraya membuka helm fullface-nya, mencari satpam yang tidak ada di posnya.

"Woi, ini pagar mau dibuka apa gue tabrak?!" teriaknya ke arah pos satpam.

Tidak lama kemudian, seorang satpam muncul tergopoh-gopoh dari posnya. Kemudian menatap Daniel yang sedang duduk di atas motornya.

"Peraturannya yang telat nggak boleh masuk," teriak Satpam itu memancing emosi Daniel.

"Bapak nggak tau siapa yang punya sekolah ini?" balas Daniel.

"Pak Sultan, lah." sahutnya.

"Itu Ayah saya, cepetan buka!"

"Bisa aja mas ngaku-ngaku," ucap Satpam itu menantang.

Daniel berdecak kesal, sepertinya satpam ini baru. Karena jika mereka adalah staff lama, sudah pasti mereka tahu siapa itu Daniel Manggala Wdyatmaja.

"Bapak buka, atau saya tabrak?" ancam Daniel.

"Jangan macem-macem kamu, ya!"

Daniel menggelengkan kepala, lelaki itu memundurkan sedikit motornya. Kemudian menggas motor itu sehingga membuat suara kenalpot yang membisingkan, kaki Daniel sudah siap untuk menginjak gigi dan melepas kopling untuk menabrak pagar kokoh itu hingga terjatuh. Ini akibat jika menantang Daniel.

"Heh, kamu beneran mau tabrak pagar ini?!" teriak Satpam itu yang hanya dibalas Daniel dengan suara derum kenalpot motor besarnya.

"Ya allah, ini anak siapa coba!" Satpam itu segera membuka gembok besar yang dipakai untuk mengunci pagar dan membukanya lebar-lebar untuk membiarkan Daniel masuk.

Daniel segera melajukan motor besarnya, kemudian menatap sinis ke arah satpam baru ketika ia melewati lelaki paruh baya itu.

Daniel memarkirkan motornya dengan asal, kemudian berlari menuju perpustakaan yang letaknya lumayan jauh dari posisinya sekarang. Lelaki itu berlari sampai ia tidak sadar masih mengenakan helmnya.

Beberapa siswi yang memerhatikan Daniel seketika menghentikan aktifitas dan lebih memilih menonton Daniel yang tengah berlari. Percayalah, ini lebih menyenangkan daripada menonton para oppa yang sedang shirtless.

Setelah sampai di perpustakaan, Daniel masih menyempatkan untuk melepaskan sepatu namun tidak dengan helmnya. Lelaki itu masuk dan memancing Bu Yulia, penjaga perpustakaan untuk menghampirinya karena Daniel masuk menggunakan helm.

"Heh, kamu pikir ini sirkuit balapan?" tanya Bu Yulia seraya menepuk pundak Daniel.

"Bu, lihat Shakira, nggak?" tanya Daniel seraya mencari gadis itu.

"Shakira?" Bu Yulia menaikkan sebelah alisnya, "kayaknya di belakang tuh, emang ke--"

"Makasih, Bu!" Daniel langsung melengos pergi tanpa mendengarkan ucapan Bu Yulia hingga selesai.

Bu Yulia menggelengkan kepalanya, menatap heran ke arah Daniel. "Mentang-mentang anak Sultan."

Daniel tiba di meja paling ujung di perpustakaan. Tempat yang menjadi favorite karena hanya di sini daerah yang tidak terekam cctv, sehingga para murid bisa tidur sesuka hati. Di tambah lagi, air conditoner di sini yang paling sejuk. Kenikmatan yang benar-benar hakiki.

Dan ia menemukannya. Gadis itu sedang tertidur sendirian di sana, dengan lipatan kedua tangannya sebagai bantal. Seketika Daniel menghela napasnya lega.

Ia segera mendekati gadis yang tengah tertidur pulas itu, dan Daniel baru sadar kalau ia masih mengenakan helm. Segera Daniel melepaskannya, dan ikut merebahkan kepalanya menghadap ke arah Shakira yang masih memejamkan matanya.

"Dan aku baru tau makna kata indah, saat aku menatap wajahmu."

Shakira melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Sekitar setengah jam lagi bel di sekolah tanda pelajaran akan segera dimulai berbunyi, namun, sosok Daniel tidak kunjung muncul di halaman rumahnya. Bukannya lelaki itu selalu menunggu di sana, dengan senyuman walaupun Shakira selalu menolaknya?

"Gimana, Non? Bapak anter aja?" tawar Pak Tarno kemudian.

Shakira mengangguk, "yaudah deh, Aku berangkat sama bapak aja."

Akhirnya Pak Tarno menyalakan mesin mobil yang sejak tadi sudah disiapkannya untuk antisipasi jika Shakira meminta diantar. Ini semua akibat Daniel yang tidak muncul tanpa memberi kabar, walaupun memang sebelumnya lelaki itu tidak pernah memberi kabar sama sekali.

Biasanya Daniel sudah berdiri bersandar di bamper mobilnya seraya menunggu Shakira. Namun, berbeda pagi ini, lelaki itu tidak memunculkan batang hidungnya.

Yang lucunya membuat Shakira merasakan ada yang sedikit mengganjal.

"Mobil sudah siap berangkat, Non," ucap Pak Tarno. Shakira mengangguk kemudian masuk ke dalam mobilnya, dan sekali lagi saat benda besar berwarna silver itu melaju meninggalkan pekarangan rumahnya, Shakira menoleh ke belakang.

Dan dia tetap tidak ada di sana.

"Jadi ... permainan lo cuman bertahan sepuluh hari?" gumam Shakira seolah Daniel ada di hadapannya.

**

Wajah Daniel sejak tadi sudah mengeras saat mendengarkan penjelasan segerombol lelaki di hadapannya, tentang rencana penyerangan mereka malam ini.

Daniel sengaja tidak masuk sekolah dan membolos pergi ke warung Babeh, tempat mereka berunding untuk bertindak malam ini. Sebenarnya ini bukan masalah Daniel, ia hanya membantu seorang teman yang membutuhkan pertolongannya.

Ditambah lagi, mereka sama-sama memiliki musuh yang sama.

"Jadi, gimana, Niel? Lo bawa siapa malam ini?" tanya Mika pada Daniel yang sejak tadi hanya diam mendengarkan.

"Gue cuman bawa bodyguard, cukup untuk bantu kalian. Karena gue malas ngotorin tangan, atau terjun langsung ke lapangan," jawab Daniel yang membuat mereka mengangguk.

"Omong-omong, kalau Daniel di sini, yang ngawasin Alex di SMA Golden siapa?" celetuk Nathan, salah seorang teman Mika.

"Nah, iya. Yang ngawasin gerak-gerik si Alex, siapa?" tambah Sagara. "Bukannya Daniel mau bantu kita gara-gara si Alex gangguin pacarnya? Emang sekarang ada yang jagain pacar lo di sekolah, Niel?"

Mata Daniel langsung melotot. Astaga, ia benar-benar melupakan Shakira akibat pikirannya hanya terfokus untuk membantu teman-temannya yang berasal dari sekolah sebelah ini. Sudah pasti Alex akan memanfaatkan keadaan jika ia tahu Daniel saat ini sedang tidak ada di sekolah.

Daniel segera berdiri, kemudian meraih ponselnya yang ada di saku jaket. Lelaki itu segera mendial nomor Justin, dan berjalan menjauh dari sana.

"Kenapa, Niel?" sahut Justin saat teleponnya terangkat.

"Lo di mana?"

"Di sekolah, kenapa? Lo kaga sekolah?"

"Jagain Shakira, janga biarin Alex deketin dia!"

"Lo telat," ujar Justin yang membuat Daniel menegang.

"Maksud lo?"

"Tadi gue lihat, mereka jalan berdua ke perpustakaan."

**

Daniel melajukan motor besarnya seperti orang kesetanan. Tidak jarang pengendara lain mengumpat dibuatnya karena Daniel membawa motornya ugal-ugalan. Ia tidak peduli, yang dipikirannya hanya ada satu, sampai di sekolah tepat waktu.

Tidak sampai lima belas menit Daniel menempuh waktu untuk bisa sampai di depan pagar sekolahnya yang tertutup rapat. Daniel berdecak kesal seraya membuka helm fullface-nya, mencari satpam yang tidak ada di posnya.

"Woi, ini pagar mau dibuka apa gue tabrak?!" teriaknya ke arah pos satpam.

Tidak lama kemudian, seorang satpam muncul tergopoh-gopoh dari posnya. Kemudian menatap Daniel yang sedang duduk di atas motornya.

"Peraturannya yang telat nggak boleh masuk," teriak Satpam itu memancing emosi Daniel.

"Bapak nggak tau siapa yang punya sekolah ini?" balas Daniel.

"Pak Sultan, lah." sahutnya.

"Itu Ayah saya, cepetan buka!"

"Bisa aja mas ngaku-ngaku," ucap Satpam itu menantang.

Daniel berdecak kesal, sepertinya satpam ini baru. Karena jika mereka adalah staff lama, sudah pasti mereka tahu siapa itu Daniel Manggala Wdyatmaja.

"Bapak buka, atau saya tabrak?" ancam Daniel.

"Jangan macem-macem kamu, ya!"

Daniel menggelengkan kepala, lelaki itu memundurkan sedikit motornya. Kemudian menggas motor itu sehingga membuat suara kenalpot yang membisingkan, kaki Daniel sudah siap untuk menginjak gigi dan melepas kopling untuk menabrak pagar kokoh itu hingga terjatuh. Ini akibat jika menantang Daniel.

"Heh, kamu beneran mau tabrak pagar ini?!" teriak Satpam itu yang hanya dibalas Daniel dengan suara derum kenalpot motor besarnya.

"Ya allah, ini anak siapa coba!" Satpam itu segera membuka gembok besar yang dipakai untuk mengunci pagar dan membukanya lebar-lebar untuk membiarkan Daniel masuk.

Daniel segera melajukan motor besarnya, kemudian menatap sinis ke arah satpam baru ketika ia melewati lelaki paruh baya itu.

Daniel memarkirkan motornya dengan asal, kemudian berlari menuju perpustakaan yang letaknya lumayan jauh dari posisinya sekarang. Lelaki itu berlari sampai ia tidak sadar masih mengenakan helmnya.

Beberapa siswi yang memerhatikan Daniel seketika menghentikan aktifitas dan lebih memilih menonton Daniel yang tengah berlari. Percayalah, ini lebih menyenangkan daripada menonton para oppa yang sedang shirtless.

Setelah sampai di perpustakaan, Daniel masih menyempatkan untuk melepaskan sepatu namun tidak dengan helmnya. Lelaki itu masuk dan memancing Bu Yulia, penjaga perpustakaan untuk menghampirinya karena Daniel masuk menggunakan helm.

"Heh, kamu pikir ini sirkuit balapan?" tanya Bu Yulia seraya menepuk pundak Daniel.

"Bu, lihat Shakira, nggak?" tanya Daniel seraya mencari gadis itu.

"Shakira?" Bu Yulia menaikkan sebelah alisnya, "kayaknya di belakang tuh, emang ke--"

"Makasih, Bu!" Daniel langsung melengos pergi tanpa mendengarkan ucapan Bu Yulia hingga selesai.

Bu Yulia menggelengkan kepalanya, menatap heran ke arah Daniel. "Mentang-mentang anak Sultan."

Daniel tiba di meja paling ujung di perpustakaan. Tempat yang menjadi favorite karena hanya di sini daerah yang tidak terekam cctv, sehingga para murid bisa tidur sesuka hati. Di tambah lagi, air conditoner di sini yang paling sejuk. Kenikmatan yang benar-benar hakiki.

Dan ia menemukannya. Gadis itu sedang tertidur sendirian di sana, dengan lipatan kedua tangannya sebagai bantal. Seketika Daniel menghela napasnya lega.

Ia segera mendekati gadis yang tengah tertidur pulas itu, dan Daniel baru sadar kalau ia masih mengenakan helm. Segera Daniel melepaskannya, dan ikut merebahkan kepalanya menghadap ke arah Shakira yang masih memejamkan matanya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel