Bab 5. Kedatangan Nathan
Isabel merasa hidupnya tidak tenang. Benaknya berputar mendengar permintaan gila Joseph. Kata-kata Joseph layaknya ucapan menyejukan, namun memiliki makna menusuk hingga membuatnya merinding ketakutan. Napas Isabel terengah-engah akibat rasa takut sudah menyelimutinya.
Permintaan bentuk balas budi membuat Isabel seakan ingin berhenti bernapas. Sungguh, permintaan Joseph benar-benar membuat Isabel ingin terjun bebas dari penthouse megah ini.
Joseph adalah pria yang baru Isabel temui. Bahkan bisa dikatakan dalam seumur hidupnya, belum pernah dia dekat dengan seorang pria, seperti dirinya dekat dengan Joseph.
Akan tetapi, satu hal yang Isabel tidak lupa adalah Joseph banyak menolongnya, termasuk menolongnya dari ambang kematian. Jika waktu itu Joseph tidak membawanya pergi, maka sudah pasti hidup Isabel akan berakhir tragis.
“Isabel tidurlah. Ucapan Joseph tadi pasti omong kosong.” Isabel menarik selimut, menutup rapat wajahnya dengan selimut tebal itu.
Joseph telah pergi meninggalkan Isabel di kamar. Setelah mengucapkan hal gila itu, pria itu pergi dan sukses membuat sekujur tubuh Isabel membeku. Astaga! Isabel sampai benar-benar tidak bisa bernapas. Sialnya, aroma parfume di tubuh Joseph membuat organ tubuh Isabel meronta.
“Ya Tuhan, buatlah mataku tertutup dan lupa akan kata-kata Joseph. Aku mohon Tuhan.” Isabel bergumam di dalam selimut. Dia memaksa ingin tidur. Pasalnya jika membuka mata, kata-kata Joseph terus terngiang di dalam benaknya.
***
Esok hari. Isabel bangun lebih pagi. Dia bermaksud ingin membantu para pelayan membersihkan penthouse Joseph, tapi sayangnya para pelayan melayang Isabel untuk membantu bersih-bersih di penthouse milik Joseph itu.
Isabel merasa tidak enak karena sudah lama tinggal di penthouse milik Joseph secara gratis. Bukan hanya tempat tinggal saja, tapi juga Isabel diberikan pakaian yang layak, dan juga makanan yang lezat. Itu yang membuatnya merasa benar-benar tidak enak.
“Biarkan aku membantumu. Aku tidak bisa kalau hanya diam saja.” Isabel membujuk pelayan untuk membiarkannya membantu bersih-bersih.
“Nona, lebih baik Anda di kamar saja. Kebetulan Tuan Joseph pagi ini memiliki meeting di luar. Beliau bilang akan pulang sebentar lagi. Kalau Anda ikut membantu saya membersihkan rumah, nanti malah saya dimarahi Tuan Joseph. Anda tamu di sini, Nona. Anda bukan pelayan.” Sang pelayan menuturkan penjelasan secara sopan. Tentu pelayan itu tidak berani menerima bantuan dari Isabel. Dia takut kalau mendapatkan amukan dari Tuannya.
Isabel menghela napas dalam. Pagi ini tepatnya ketika Isabel sudah terbangun, ternyata Joseph sudah tidak ada, karena katanya pria itu memiliki meeting penting. Isabel tidak bisa melarang karena sudah menjadi hak Joseph untuk pergi ke mana pun. Hanya saja niat gadis itu adalah membalas budi dengan caranya.
“Baiklah, aku masuk ke kamar saja.” Isabel memutuskan untuk kembali masuk ke dalam kamar. Dia berbalik dan melangkah menuju kamarnya, namun tanpa sengaja kaki Isabel terpeleset jatuh.
Keseimbangan Isabel tidak terjaga dengan baik, dia nyaris tersungkur, akan tetapi untungnya ada tangan kokoh yang meraih pinggang Isabel, membantu Isabel berdiri tegak.
“Akhhh—” Isabel memekik terkejut karena hampir jatuh. Nasib baik menimpanya, ada seorang pria tampan dan gagah menangkapnya. Tampak mata Isabel mengerjap beberapa kali, menatap sosok pria tampan yang tak dikenalinya memeluk pinggangnya erat.
“Isabel?” Joseph masuk menatap kakaknya tengah memeluk Isabel.
“M-maaf, Tuan.” Isabel menyadari suara Joseph, dia segera menghindar dari pria yang menolongnya.
“Tuan Nathan.” Pelayan yang ada di sana menundukan kepalanya, menyapa Nathan Afford—kakak kandung nomor dua Joseph.
Nathan mengangguk singkat membalas sapaan pelayan itu. Pun sang pelayan menunduk menyapa kedatangan Joseph. Berikutnya, sang pelayan segera pamit undur diri dari hadapan Joseph, Isabel, dan Nathan.
Joseph menatap dingin Nathan. “Kenapa kau ke sini?” tanyanya sambil menarik tangan Isabel agar menjauh dari Nathan.
Nathan membalas tatapan dingin Joseph. “Siapa dia?” tanyanya langsung seraya melirik Isabel yang kini menundukan kepala.
“Bukan urusanmu,” jawab Joseph singkat menandakan tak suka kalau kakaknya ikut campur akan urusan pribadinya.
Nathan mengalihkan tatapannya menatap Isabel. “Jika kau tidak mengatakan padaku siapa gadis ini, aku akan menghubungi Dad dan Mom kalau—”
“Dia kekasihku! Puas?!” geram Joseph kesal karena kakaknya ingin mengancamnya.
Mata Isabel membulat sempurna ketika Joseph mengaku-aku sebagai kekasihnya. Sungguh, Isabel merasa bahwa telinganya ini mengalami gangguan. Tapi ini semua nyata. Joseph mengaku dirinya sebagai kekasih pria itu. Lidah Isabel seakan kelu. Tidak bisa sama sekali melakukan sanggahan terhadap apa yang Joseph katakan.
Nathan tak percaya begitu saja. Pria itu melangkah mendekat, mengamati seluruh penampilan Isabel dari ujung kaki ke ujung rambut. Menurut tafsirannya sosok gadis yang ada di hadapannya ini adalah sosok gadis yang lemah lembut. Rasanya tidak mungkin kalau gadis lemah lembut seperti ini, mau menjalin hubungan dengan adiknya yang terkenal playboy.
“Kau kekasih adikku?” Nathan menginterogasi Isabel.
“A-aku—” Isabel menunduk ketakutan di kala Nathan menginterogasi Isabel.
Joseph berdecak kesal. “Kau membuat Isabel ketakutan!” Dia langsung merengkuh bahu Isabel. “Berhentilah ikut campur. Dan jangan terlalu dekat pada kekasihku!”
Nathan mengalihkan pandangannya menatap Joseph. “Kau lupa ingatan? Sampai detik ini kau dan istriku juga sangat dekat.”
“Kau balas dendam karena masih berpikir aku akan merebut Aubree darimu?” Joseph merasa kakaknya memang sudah gila. Aubree adalah istri Nathan—kakaknya nomor dua. Joseph dan Aubree hanya murni teman dekat dan juga ikatan antara adik ipar dan kakak ipar. Joseph tidak pernah memiliki perasaan khusus meskipun Aubree sangat cantik. Tapi kakaknya itu masih saja berpikiran konyol padanya.
Nathan tersenyum tipis. “Kalau aku masih berpikiran kau akan merebut Aubree, maka detik ini juga aku akan menghabisimu dengan kedua tanganku.”
Joseph mengembuskan napas kasar. “So, untuk apa kau di sini?”
Nathan memasukan tangannya ke saku celananya. “Aku kebetulan memiliki meeting di kota ini. Dad memintaku untuk menyusulmu. Dia ingin kau segera kembali ke New York, karena ada project besar yang harus kau tangani. Tapi sepertinya kau sedang asik dengan kekasihmu. Nanti aku akan bilang pada Dad, kalau kau tidak bisa pulang ke New York, karena sedang asik bersama kekasihnya.”
“Ck! Dad memiliki anak buah. Aku yakin dia bisa meminta anak buahnya, agar menyelesaikan project-nya. Tidak usah menungguku pulang,” tukas Joseph tegas.
Nathan mengangguk singkat. “Kita bicara ini nanti. Aku akan kembali ke apartemenku. Aku di kota ini sampai akhir minggu.”
“Segeralah kembali ke New York. Istri dan anak-anakmu menunggumu!” usir Joseph tak betah jika kakaknya berada di kota yang sama dengannya. Alasan Joseph jarang berada di New York, karena dia tidak ingin keluarga ikut campur urusan pribadinya.
Nathan hanya tersenyum tipis. Lalu dia kembali menatap Isabel. “Jadi namamu Isabel?” ulangnya bertanya.
Isabel mengangguk. “I-iya, Tuan.”
“Nathan … cukup kau panggil aku namaku atau kakak. Kau kan kekasih adikku.” Nathan mengamati Isabel. “Wajahmu tidak asing. Sepertinya aku pernah melihatmu.”
Raut wajah Isabel memucat mendengar ucapan Nathan. “P-pasti kau salah, Kak.”
Nathan mengangguk. “Kau benar. Sepertinya aku salah. Alright, aku pergi dulu. Jaga dirimu dengan baik. Jika merasa adikku membebanimu, maka lepaskan dia. Aku sudah menilai kau terlalu baik untuk adikku yang berengsek.” Lalu, Nathan berbalik melangkah pergi meninggalkan Joseph dan Isabel.
“Kau—” Rahang Joseph mengatat. Tangannya mengepal kuat. Sorotnya menatap tajam kakanya yang pergi meninggalkannya. Jika bukan Nathan adalah kakak kandungnya, sudah pasti Joseph akan melayangkan pukulan padanya.