6. Debar Jantung ini
***
Sarah menatap deretan barang-barang mewah di atas meja Kevin, ia tidak tahu kenapa Kevin menyuruhnya masuk ke ruangannya di saat jam makan siang.
“Ini untuk apa, Pak?” tanya Sarah.
“Semua ini untuk kamu, kalau ada yang tidak kamu suka, nanti Sean yang akan menggantikannya sesuai selera kamu,” balas Kevin.
“Tapi saya tidak butuh semua barang ini, Pak," kata Sarah dengan keberatan.
"Kamu mau mencoba menolak apa yang saya berikan?” tanya Kevin tampak kesal.
"Bukan saya menolaknya, Pak. Tapi saya memang tidak terlalu membutuhkan barang-barang ini semua, saya sudah merasa lebih dari cukup dengan apa yang saya punya saat ini,” balas Sarah.
Kevin mendengus kesal saat Sarah lagi-lagi selalu menolak apa yang ia berikan. “Saya sudah membeli semua ini, jika kamu menolak, saya akan membuangnya sekarang!”
“Pak, ini kan masih bersegel, bisa dikembalikan, kan? Biar saya yang mengembalikannya. Saya memang tidak terlalu suka dengan barang-barang mewah seperti ini, rasanya kurang pantas kalau saya yang memakainya,” kata Sarah.
“Kamu tidak menghargai perhatian yang saya berikan padamu?” tanya Kevin menatap tajam asistennya itu dengan kesal.
Deg!
Sarah tersenyum canggung, bukan maksudnya ia tidak menghargainya, tapi kenapa atasannya itu selalu memberikan perhatian yang membuat hatinya terkadang berdebar tak karuan. Kevin memang memiliki pesona yang menawan, dengan badan atletis dan wajah yang tampan. Namun, Sarah tahu bahwa dia harus membatasi perasaannya. Ini adalah kehidupan nyata, bukan sebuah novel atau drama Korea.
Terlintas dalam pikiran Sarah untuk mencoba agar Kevin tak merasa dihargai, “Jika saya memakainya, apa nanti saya harus membalas hadiah yang Bapak berikan? Saya bukan wanita kaya raya, jadi sulit bagi saya untuk memberikan hadiah untuk Pak Kevin.”
“Kamu tak perlu memberi balasan hadiah pada saya, cukup kamu tetap di sisiku, itu sudah lebih dari cukup,” balas Kevin.
Wajah Sarah memerah mendapat balasan manis dari bosnya. Detak jantungnya berdetak cepat, dan kakinya tiba-tiba lemas. Sarah tak mengerti, kenapa ia bisa luluh hanya dengan sepatah kata dari bosnya.
"Kenapa kamu mulai jatuh cinta pada saya?" tanya Kevin dengan sengaja, memecahkan lamunan Sarah dengan suara menggoda yang membuat hatinya berdebar kencang.
Sarah mencoba menormalkan detak jantungnya, tapi detak jantungnya berdebar sangat kencang, dan Kevin malah menggenggam tangannya erat. Sarah tidak bisa melepaskannya karena genggaman Kevin begitu kuat.
"Pak, jangan begitu. Lepaskan tanga saya, ini masih di kantor, saya tidak mau ada gosip apapun," pinta Sarah.
"Kalau saya bilang enggak mau, bagaimana?" goda Kevin, senyumnya semakin membuat hati Sarah kacau.
"Jangan begitu, Pak. Saya tidak mau ada berita negatif, saya tidak mau disebut wanita penggoda nantinya," jawab Sarah dengan lembut.
Kevin tertawa, ia melihat jemari Sarah dan mengambil sapu tangannya lalu membersihkan noda pulpen di jemari Sarah, “Saya hanya ingin menghapus ini, saya tidak suka kalau asisten saya seperti anak kecil.”Dengan pelan, Kevin melepaskan genggamannya.
Sarah langsung menunduk, ia malu dan canggung karena Kevin melihatnya secara detail.
"Lain kali, kalau kamu enggak nurut, hukumannya akan lebih berat," Kevin menegaskan, membuat Sarah terkejut dengan apa yang dikatakannya.
“Saya selalu mematuhi apa yang Bapak katakan, kan?” tanya Sarah.
“Hmm, maka ambilah semua yang sudah saya berikan untukmu, jangan menolaknya! Saya benci penolakan!” balas Kevin dengan tegas.
Setelah keluar dari ruangan CEO, Sarah menggerutu dalam hati ketika mendengar alasan Kevin membelikan semua barang karena penampilannya sebagai asisten pribadi tidak sesuai dengan kriteria Kevin.
"Susah juga punya bos yang nyebelin. Dulu siapa yang suruh jadi asisten pribadinya, aku sudah menolak karena memang tidak tertarik. Tapi, seenaknya bilang baju-bajuku murah. Memangnya aku peliharaan orang kaya yang bisa beli barang-barang branded dengan mudah?" gumam Sarah dalam hati.
Sementara itu, di dalam kamar, Kevin duduk memikirkan perasaannya pada Sarah. Bagaimana seorang gadis muda itu berhasil membuatnya terus memikirkannya, membuatnya tidak bisa berhenti merasa terganggu. Entah kenapa, Sarah berbeda dari perempuan lainnya. Ia menolak barang-barang yang dibelikan Kevin dan selalu menunjukkan keberatan. Hal itu membuat Kevin semakin penasaran. Sudah lama hatinya mati dan saat mengenal Sarah, hatinya menjadi kacau.
Ketika Kevin hendak tidur, tiba-tiba ponselnya berdering.
"Halo, ada apa? Sudah dapat info yang saya minta?" tanya Kevin.
"Tenang, bos. Semua informasi tentang masa lalu perempuan itu sudah lengkap. Saya akan antar hari ini juga," jawab pria di seberang telepon.
"Oke, Saya tunggu."
Di dalam kamarnya, Kevin memegang selembar foto dan berkas dengan semua data tentang Sarah. Ia membacanya dengan serius.
"Jadi, Sarah adalah anak yatim piatu yang pernah tinggal di panti asuhan dan bahkan menjadi pengamen jalanan. Namun, dengan usahanya, dia berhasil menyelesaikan pendidikan hingga sarjana dengan beasiswa. Tentang Andrew, mereka hanya dekat sebelum keluarga Andrew memaksa Sarah menjauh karena perbedaan status," Kevin berbicara pada dirinya sendiri.
Kevin tersenyum, penuh makna. "Oke, sayang. Aku akan mulai sekarang. Aku tak peduli dengan latar belakangmu. Tunggu saja, aku akan menjadi kekasih pertamamu."
***
Saat fajar, Sarah menemukan ponselnya penuh dengan pesan WhatsApp, termasuk dari Kevin yang membuatnya kesal.
"Dasar, seenaknya menyuruh memakai baju dari Singapura, kalau tidak dipakai, gajiku dipotong. Bos yang menyebalkan, mana ada atasan memberi ancaman hanya karena baju!" gerutu Sarah.
Di kantor, Sarah dan Kevin sibuk dengan pekerjaan mereka. Saat waktunya makan siang, Kevin meminta Sarah untuk menemaninya makan.
"Tapi, saya sudah janji makan dengan teman, Pak," kata Sarah mencoba mencari alasan.
"Batalkan," ucap Kevin tegas.
"Tapi..."
"Kamu tahu konsekuensinya jika menolak perintah atasan?" tanya Kevin, membuat Sarah mengangguk mengerti.
Sarah mau tidak mau menurut, ia sudah malas jika Kevin sudah menggunakan kekuasaannya untuk menahannya.
Akhirnya, Kevin dan Sarah makan bersama di ruang kerja Kevin karena banyak pekerjaan yang harus diselesaikan.
"Ini enak banget, Pak. Saya baru pertama kali mencicipi makanan seperti ini," kata Sarah berbinar. Ia mengatakannya tanpa sadar.
"Kamu seperti anak kecil yang baru menemukan makanan enak," kata Kevin gemas.
"Emang, kan saya memang masih kaya anak kecil," celetuk Sarah.
"Tapi meski begitu, kamu tetap cantik," bisik Kevin, membuat Sarah terdiam.
"Saya memang cantik, karena saya seorang wanita tulen, Pak," jawab Sarah sambil melanjutkan makan.
"Iya, kamu cantik," Kevin menjawab sambil memencet hidung Sarah dengan gemas.
"Kenapa hidungku dipencet, Pak?" protes Sarah. Namun, dadanya berdebar tak karuan dengan perlakuan bossnya itu.
"Gemes lihatmu," jawab Kevin sambil terus memandang Sarah, membuat hatinya berdebar.
"Pak, jangan terus-terusan memperhatikan saya sedang makan, nanti saya jadi malu," protes Sarah.
"Siapa suruh kamu cantik," kata Kevin sambil terus memandang Sarah. Pria itu selalu senang menggoda gadis itu
"Ya Allah, kenapa Pak Kevin tiba-tiba jago gombal seperti ini," gumam Sarah dalam hati, berusaha menahan perasaannya.
Kevin terus saja memperhatikan Sarah yang wajahnya memerah, ia tersenyum melihat gemasnya gadis itu saat malu.
Tiba-tiba, seorang perempuan datang menghampiri mereka dengan tatapan tidak ramah pada Sarah.
“Kamu kenapa datang ke ruanganku?” tanya Kevin dengan nada yang tidak bersahabat.
“Haruskah aku mengemis padamu jika aku ingin menemuimu dan membicarakan masalah anak kita?”
Kevin terdiam, “Apa yang ingin kamu bicarakan denganku? Katakan saja sekarang, aku tidak punya waktu!”
“Aku mau ngobrolin tentang anak kita, jadi aku tidak mau ada orang lain di sini!"
" Cukup. Sarah PA aku di sini,” bentak Kevin.
" Pak, saya keluar saja dan kebetulan ada kerjaan yang belum saya selesaikan, nanti kalau ada apa- apa Bapak tinggal panggil saja. Silakan, Bu, " Sarah berlalu sambil pergi sebelum boss-nya melarang.
Wanita itu menatap tak suka pada Sarah dan Sarah hanya tersenyum dengan sopan.
“Jadi, wanita itu mantan istrinya Pak Kevin? Kenapa mereka bisa bercerai?” tanya Sarah dalam hati.
***