2. Pria Lampu Merah
***
Sophia merasa sangat bahagia karena kali ini dia mendapatkan dua keranjang boneka. Biasanya sangat sulit baginya untuk mendapatkan boneka, tetapi hari ini pertemuannya dengan Sarah membuatnya bahagia dan menghilangkan kekesalannya pada Kevin, sang ayah.
“Shopia lapar, Kak,” rengek Sophia, dan Sarah sadar bahwa mereka sudah terlalu lama bermain dan sekarang waktunya untuk makan siang.
“Ayo, kita makan. Biar kakak yang traktir,” ajak Sarah sambil menggandeng tangan Shopia menuju food court, dan Sophia mengangguk senang dengan mata berbinarnya.
“Sayang, apakah kamu sering bermain di sini?” tanya Sarah.
“Sering, Kak. Bahkan hampir tiap minggu ke sini,” balas Shopia.
“Tapi kenapa Kakak tidak pernah bertemu denganmu sebelumnya, padahal Kakak juga sering datang ke sini? Apa jamnya Shopia datang ke sini tak menentu?” tanya Sarah heran.
“Mungkin Kakak datang ke sini hanya pada hari Sabtu ya?” tanya Sophia sambil menyeruput minumannya.
“Iya, tapi bagaimana denganmu? Apakah kamu datang ke sini setiap Sabtu dan Minggu?” tanya Sarah.
“Biasanya hari Minggu sama ayah, dan kebetulan ayah janji akan menemaniku hari Sabtu ini, tapi tiba-tiba di tengah jalan ayah tidak bisa datang karena ada urusan mendadak. Shopi sedih, Kak. Ayah selalu tidak memenuhi janjinya. Jadi setiap kali ke sini, Shopia hanya ditemani oleh Pak Tono dan Mbak Ningsih,” wajah Sophia menunjukkan kesedihan, membuat Sarah ikut merasa sedih. Sarah tahu bahwa di mata gadis kecil ini terdapat kesedihan dan kesepian yang dalam.
“Jangan khawatir, nanti ada Kakak. Kakak akan selalu menemanimu di sini,” janji Sarah sambil meremas pipi Sophia dengan lembut.
“Benarkah, Kak? Kakak janji mau datang dan bermain sama Shopia?” tanya Sophia dengan bersemangat.
“Benar,” jawab Sarah sambil mereka menautkan jari mereka untuk membuat perjanjian.
“Aku boleh minta nomor WhatsApp kakak?” tanya Sophia dengan antusias.
“Tentu,” Sarah terkejut ketika Sophia mengeluarkan gadgetnya, karena gadget Sophia sama dengan empat kali gajinya.
“Siapa yang akan menjemputmu untuk pulang? Apakah Kakak boleh mengantarmu?” tawar Sarah, khawatir dengan keamanan Sophia.
“Shopia akan dijemput oleh Pak Tono dan Mbak Ningsih, Shopia sudah menyuruh mereka menunggu di mobil karena Shopia sedang kesal dengan ayah, tapi Shopia sudah memberitahu Mbak Ningsih untuk datang ke sini,” jawab Sophia.
Sarah mengangguk dan merasa tenang setelah mendengar jawaban anak perempun itu. Sarah membelai rambut Sophia sambil memberikan nasihat agar Sophia tidak keluar sendirian dari rumah dan menjaga barang berharganya.
Cupp.
Tiba-tiba Sophia mencium pipi Sarah, berhasil membuat Sarah terkejut, dan Sophia memberikan senyum menggemaskan.
“Itu sebagai tanda terima kasih dari Shopia karena Kakak telah membuat hari ini indah. Terima kasih ya, Kak. Oh, ngomong-ngomong, di mana hadiah untuk Shopia?” tanya Sophia sambil menahan tawa, dan tanpa ragu Sarah langsung menggelitik Sophia sampai Sophia meminta ampun agar Sarah menghentikannya.
“Ini hadiahnya!” balas Sarah sambil terus menggelitik anak itu.
***
Suasana kantor mendadak ramai karena kedatangan CEO baru yang akan menggantikan Pak Irawan. Beredar gosip bahwa CEO baru ini adalah lelaki tampan, tegas, dan tidak pernah dikenal sebagai orang yang murah hati. Siapapun yang membuat sang CEO murka, maka akan bersiap-siap menerima kemalangan dan juga kutukan!
“Sarah, nanti kamu ikut saya menemui CEO baru di ruangannya,” pinta Bu Sonia.
“Apa? S-saya? Mengapa harus saya, Bu?” tanya Sarah heran. Ia tidak tahu kenapa karyawan biasa sepertinya di perusahaan sebesar ini harus menemui sang CEO baru.
“Karena Pak Kevin butuh seorang Personal Assistant, dan dia sudah melihat CV kamu serta ingin kamu menjadi PA-nya,” ucap Bu Sonia. Sejujurnya dalam hatinya ia juga terkejut karena atasannya mendadak menginginkan Sarah, padahal Sarah bukanlah opsi yang ia tawarkan pada Kevin. Sebagai kepala HRD, ia sudah mempertimbangkannya dan selama ini kinerja Sarah memang bagus, jadi ia juga tidak mempermasalahkan pilihan dari CEO baru itu.
“Tapi, Bu, saya tidak pernah berniat mengikuti seleksi untuk menjadi PA, dan menjadi asisten CEO bukanlah keahlian saya,” ungkap Sarah bingung.
“Jangan banyak protes, jangan sampai membuat Pak Kevin marah. Sudahlah, ayo ikuti saja, jangan biarkan Pak Kevin menunggu,” tegas Bu Sonia.
Sarah akhirnya mengikuti langkah kepala HRD untuk masuk ke ruang CEO yang baru. Ketika berada di dalam ruangan, mata Sarah dan Kevin bertemu, dan Sarah terkejut karena lelaki di depannya adalah orang yang dua hari lalu dia berhadapan dan berdebat di lampu merah.
“Astaga! Lelaki ini! Apa dia mengingat kejadian itu? Tuhan... bagaimana ini? Kenapa aku malah bertemu dengan si boss lampu merah.” batin Sarah, sementara Kevin menyuruh Bu Sonia untuk meninggalkan mereka berdua di ruangan, membuat hati Sarah berdegup tak karuan.
“Nama kamu Sarah Rania, yang akan menjadi asisten saya sekarang. Tapi sepertinya saya pernah melihatmu, apakah kamu pernah bertemu dengan sayasebelumnya?” tanya Kevin. Ia memasang wajah datar dan terkesan angkuh.
“Tidak, Pak, saya yakin ini pertama kali kita bertemu,” jawab Sarah pelan.
“Mungkin saya salah, saya tidak pernah berharap bertemu dengan seseorang sepertimu yang tak mungkin ada dalam dunia saya,” ujar Kevin dingin, membuat Sarah merasa kesal, bahkan ia tidak ingin mengenal Kevin.
“Siapa juga yang ingin hadir dalam dunia pria yang seperti kamu! Kalau aku nggak butuh uang, tadi aku langsung pergi saja dan resgin saja! Huh! Pria aneh!” batin Sarah menggerutu.
Kevin masih sibuk membaca berkas dokumen dan membiarkan Sarah berdiri di depannya.
“Maaf, Pak. Apakah Bapak membutuhkan sesuatu?” tanya Sarah, ia tak tahan kalau waktu berharganya hanya dihabiskan melihat pria aneh itu.
“Tunggu,” balas Kevin.
Sarah menghela napas dan sepuluh menit waktu pun berlalu percuma.
“Bolehkah saya pergi, Pak?” tanya Sarah setelah berdiri terlalu lama.
“Belum,” jawab Kevin singkat.
“Lalu, apa yang harus saya lakukan?” tanya Sarah kebingungan.
“Saya akan memberitahukanmu kalau mulai hari ini, kamu akan mengurus semua kebutuhan saya, mulai dari menyeduh kopi hingga menyiapkan makanan,” perintah Kevin.
Sarah terkejut, tidak mengerti mengapa tugasnya seperti itu, bukan tugas seorang asisten CEO. Sarah merasa dianggap seperti pelayan serba bisa oleh atasannya.
“Baik, Pak. Mau saya buatkan kopi?” tanya Sarah pelan. Ia berusaha sabar.
“Iya, tapi harus dengan gula aren dan agak pahit,” jawab Kevin.
“Baik, Pak. Saya izin untuk membuatnya dulu,” ucap Sarah hati-hati meninggalkan ruangan atasannya.
Kevin tersenyum puas setelah Sarah pergi.
“Akhirnya aku menemukanmu, gadis sombong, rasanya akan menarik,” gumam Kevin dengan senyum.
***
Hari ini Sarah sudah membuat kopi sebelas kali, karena kopi yang dia buat tidak sesuai dengan selera bosnya yang sangat spesifik. Hingga pada kopi yang kesebelas, Kevin akhirnya puas.
Hari pertama sebagai PA bosnya, dihabiskannya untuk membuat kopi, padahal seharusnya tugas semacam ini dilakukan oleh staf OB atau paling tidak Kevin bisa meminta orang yang lebih ahli. Bahkan saat waktu istirahat berakhir, Kevin masih pemilih untuk makan siangnya.
Benar kata orang-orang, CEO baru memang rumit dan menantang. Sulit baginya untuk bertahan dengan bos seperti Kevin. Namun, Sarah tidak akan menyerah begitu saja. Dia yakin bisa menghadapi semuanya dengan mudah. Sebab, ini hanyalah tantangan kecil dibandingkan dengan perjuangan hidupnya sebelumnya. Hidup sebagai yatim piatu, dihina, dan hampir dilecehkan. Namun, dia tetap kuat dan bertahan, karena dia yakin bahwa dia layak untuk hidup dengan layak dan bahagia di masa depan.
Sarah bisa santai di toilet, ia menghela napas panjang untuk hari ini.
“Pria lampu merah itu! Rasanya hari esok ingin kuhilangkan saja!” ucap Sarah dengan perasaan campur aduk.
Gadis itu benar-benar lelah, dan masih terkejut dengan pria yang ia telah bersumpah tak ingin bertemu lagi.
***