BAB 11 DJ 10
Haruna yang sedang mengunyah cireng, tiba-tiba menghentikan kunyahannya. Matanya menatap ke depan di mana Aldo dan Lissa sedang bermain ayunan sambil tertawa senang. Namun, berbeda dengan dirinya kini yang entah sejak kapan selalu merasa sakit setiap Sopian membicarakan wanita itu. Wanita yang sudah menjadi mantannya kini. Mata Haruna perlahan memanas, dia mendongakkan kepalanya menatap langit yang sedikit mendung, dan berangin serta menerpa wajahnya.
"Na, lo dengar gak apa yang gue bilang barusan?" ucap Sopian melirik Haruna yang sedang mendongak.
"Bukan hanya dengar, Pi. Hati gue juga sakit dengar ucapan lo," sahut batin Haruna yang sedang mati-matian menahan agar air matanya tak tumpah.
"Iyaaaa, gue dengar. Lo ngomong kencang begitu!" kata Haruna dengan kepala masih mendongak. Sopian tersenyum mendengar jawaban Haruna barusan dan kembali menyedot minumannya sebelum berkata lagi.
"Dia mau nikah, Na. Sama pria yang dijodohin oleh keluarganya," lanjut Sopian lagi dengan suara datar.
"Hmm," gumam Haruna sambil mengerjapkan matanya beberapa kali guna menghilangkan air mata yang sudah ingin tumpah.
"Menurut lo gue harus apa sekarang?" tanya Sopian tanpa sadar jika setiap kata yang terucap dari bibirnya menyakiti hati Haruna.
Haruna bangkit dari duduknya dan betapa sulit dia untuk menelan salivanya sendiri. Dia melangkah beberapa meter guna mencari celah untuk menghapus air matanya dan menarik nafas dalam-dalam, lalu berbalik menatap Sopian dengan senyum cerahnya yang diukir terpaksa.
"Terserah lo! Yang rasainkan lo, bukan gue!" jawab Haruna sambil memamerkan gigi putihnya.
"Aishh! Gue butuh masukan dari lo, Na. Bukan jawaban terserah," kata Sopian menggeliat kecewa di kursi.
"Lagian kenapa lo putus kalau masih cinta sama dia? Kan dodol tandanya!" timpal Haruna lagi dan berdiri di hadapan Sopian sambil memakan cirengnya.
Sopian menatap datar Haruna yang memasang senyum tak berdosa di hadapannya, lalu menarik nafas panjang. Ingatan Sopian kembali melayang saat masih bersama Wiwik dulu. Ketika mereka menjalin kasih sebagai pasangan kekasih dan memiliki impian untuk menikah suatu saat nanti.
"Dia dijodohi, Na. Wiwik gak bisa menolaknya karenaitu permintaan Mamanya," terang Sopian menghela nafas dalam.
"Hanya karena itu?" timpal Haruna cepat yang sudah kembali duduk di samping Sopian.
"Iya," jawab Sopian cepat.
"Yakin tak ada alasan lain?" lanjut Haruna memastikan ada hal lain yang menjadi pemicu putusnya hubungan mereka.
"Hanya itu alasan yang diutarakan Wiwik. Gue sudah mencoba untuk menahan, bahkan ingin bertemu kedua orang tuanya, dan segera menikahinya, tapi dia menolak keras, malah bersikukuh ingin pisah karena alasan itu!" tutur Sopian panjang lebar dengan raut wajah nampak kembali kesal.
Haruna diam sejenak seolah mencoba untuk mencerna semua kalimat Sopian barusan. Matanya sesekali menatap Aldo dan Lissa yang sudah berpindah ke area perosotan yang lumayan ramai, lalu beralih menatap Sopian yang bungkam tak tahu harus berkata apalagi.
"Orang tuanya sakit gak?" tanya Haruna pelan sambil meraih minumannya.
"Enggak, cuma darah tinggi saja!" sahut Sopian cepat.
"Hmm, gue gak tahu harus komentar apa, Pi. Percuma juga kalau memaksakan diri, sedangkan dia menolak lo. Iyakan?" ujar Haruna menyimpulkan.
"Iya, sih!" jawab Sopian pelan.
"Mungkin memang bukan jodoh lo juga. Sekeras apa pun lo ingin miliki, tapi kalau Allah bilang tidak, akan sulit juga, Pi!" tutur Haruna memberi pencerahan bagi hati Sopian yang susah move on.
"Iya juga, ya!" seru Sopian setuju.
"Mulut bilang "Iya", tapi hati tetap saja gak bisa move on," gumam Haruna memutar bola matanya malas.
Sopian langsung terkekeh mendengar hinaan Haruna yang benar adanya. Benar saja, selama ini Sopian selalu berkata kalau hatinya sudah move on dari Wiwik, tapi baru bertemu saja langsung tak bisa berpikir waras, bahkan mengabaikan perasaan orang lain yang ada di dekatnya.
"Lo mau gak bantuin gue, Na?" kata Sopian menatap Haruna yang sedang mengelap bibirnya dengan tissue.
"Bantu apa? Jangan bilang bantu cebokin lo, deh!" sahut Haruna yang langsung menuduh hal tak senonoh.
"Sompret lo! Gue gak sevulgar itu minta dicebokin sama lo. Mending minta dibelai sampai keenakan daripada cebok," sungut Sopian berujung omes.
"Terus apa dong? Jangan minta bantuan sulit. Gue malasan orangnya urus begituan!" kata Haruna sambil memicingkan mata karena curiga dengan Sopian. Tanpa ragu, tangan Sopian terangkat dan mengusap wajah Haruna seperti orang baru meninggal dunia.
"Piktor lo, Na. Macam gue bandit saja!" elak Sopian tersenyum geli.
Haruna masa bodo saja dan Sopian malah merangkul bahunya seperti yang biasa dia lakukan. Namun, kali ini berbeda. Bukan gerakan Sopian yang beda, tapi hati Haruna yang merasakan debaran cepat pada jantungnya yang akhir-akhir ini aneh jika bersentuhan kulit dengan Sopian.
"Na, bantu gue cariin cewek dong. Teman lo banyak dan cantik-cantik pastinya. Kasih gue satulah. Biar gue terlepas dengan kutukan jones yang gue sandang," curhat Sopian merajuk pada Haruna yang tengah sulit bernafas karena jantungnya berdetak cepat di atas rata-rata.
"Ogah, cari sendiri saja!" jawab Haruna sambil melepas tangan Sopian dari bahunya.
"Ish, pelit banget sih lo!" sungut Sopian kecewa.
"Bodo!" kata Haruna singkat.
"Ayolah, Na. Lo boleh minta traktir apa pun dari gue asal bantu gue cari cewek. Mau, ya?" sambung Sopian lagi dengan iming-iming imbalan bebas.
"Enak saja minta cariin cewek teman gue. Lo yang pacaran terus gue yang sakit hati dong!" kesal Haruna dalam hati yang tak didengar Sopian.
Di sela rengekan Sopian yang terus terucap, terlihat Lissa dan Aldo berjalan menghampiri mereka di kursi panjang yang hanya ada mereka saja. Jelas terlihat di wajah Aldo dan Lissa yang kehausan, tapi sangat bahagia.
"Ante emum," pinta Lissa mendekat pada Haruna.
Tangan Haruna langsung menyerahkan es teh pada Lissa serta Aldo yang masih tersenggal karena kelelahan. Mereka berdua ambil posisi duduk di antara Haruna dan Sopian. Dengan telaten Haruna menyeka keringat di wajah Lissa yang sibuk menyedot minumannya yang hampir habis.
"Gimana mainnya? Hepi?" tanya Haruna mengelap wajah Lissa.
"Epi dong. Epi sangat. Eneng tadi pacalan sama Jojon di cono!" sahut Lissa cengengesan menunjuk arah sebuah ayunan.
"Jojon?" sahut Haruna tak paham.
"He’eh. Jojon bilang Eneng cantik kayak Sijuka!" adu Lissa kegirangan mendapat pujian dari teman barunya.
Tak ayal, aduan lucu Lissa membuat mereka tertawa karena melihat anak genit itu tersanjung karena pujian receh anak lelaki tampan yang baru ditemuinya di taman. Mata Lissa terus-terusan menatap pada Jojon yang sedang makan bersama seorang babysitter serta sibuk menyuapinya.
"Namanya Jonathan, Dek!" kata Aldo mengatakan nama lengkap Jojon.
"Kak Aldo kenal?" tanya Haruna.
"Kenal dong! Nathan itu adik kelas Aldo di sekolah. Dia sangat pintar dan disukai banyak cewek, sama seperti Aldo. Ting ting!" terang Aldo berujung memuji dirinya sendiri.
"Wah, pemes dong Kakak sama Jojo di sekolah!" timpal Sopian antusias.
"Yoyoy, Om. Siapa dulu dong anaknya Papa Aldy yang super ganteng," sombong Aldo membusungkan dada.
Tanpa mereka sadari, bibir Lissa mulai mengerucut karena kesal mendengar pangerannya disukai cewek-cewek di sekolah. Cemburu pun melanda hati Lissa yang baru merasakan cinta monyetnya.
"Eneng mau sekull becok!!"