Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 1 PROLOG

Sebut saja nama dia Satria, nama lengkapnya Satria Fernandez. Usianya sudah menginjak 35 tahun, tepatnya dua bulan lagi dari sekarang. Tinggi badannya 185 cm dengan berat ideal tentunya. Memiliki paras bule dan tubuh ideal tak selalu membanggakan. Bahkan, Satria tak pernah diteriaki oleh para wanita karena wajahnya justru terlihat menyeramkan akibat ditumbuhi bulu lebat yang menyatu dari ujung ke ujung. Hal itu membuat dia aman dari gangguan makhluk Tuhan yang bernama wanita.

Saat ini, dia disibukkan dengan perusahaan keluarga yang diwariskan turun temurun dari kakeknya yang berdarah Italia. Satria dikenal sebagai pengusaha jenius dan ramah, tapi di balik keramahannya tersimpan karakter lain yang menjunjung tinggi slogan "Disenggol Bacok" dan sudah dipahami oleh keluarga serta orang-orang yang berhubungan dengannya. Selain itu, dia masih saja enggan menikah dan tak ada pula wanita yang minat dengan dia karena parasnya tersebut.

Suatu hari, ibunda tercinta tiba-tiba jatuh sakit dan memilih pengobatan di Singapura karena alasan bahwa rumah sakit di sana lebih lengkap dan bagus. Selama sebulan Satria datang ke Singapura setiap weekend untuk menjenguk ibunya, Cynthia Fernandez.

"Nak, bagaimana keadaan perusahaan?" tanya Cynthia pada Satria yang sedang duduk di sebuah kursi tak jauh dari ranjang.

Satria yang sedang memainkan handphone di tangan untuk mengecek email masuk langsung menatap ibunda dan menghentikan kegiatannya, lalu mendekat. Satria mendudukkan tubuhnya di tepi ranjang dan menatap lembut Cynthia yang nampak pucat.

"Perusahaan baik-baik saja, Ma. Ada Faro juga yang bantu aku. Jadi Mama tak usah cemas dan jangan berpikir tentang banyak hal. Semua urusan kantor sudah ditangani oleh orang yang ahli di bidangnya dan kompeten. Mama cukup banyak istirahat agar cepat sembuh dan pulang," tutur Satria lembut memberi penjelasan pada Cynthia yang menyimak.

"Syukurlah kalau begitu," ucap Cynthia singkat.

"Nak, apa boleh Mama minta sesuatu darimu?" lanjut Cynthia dengan suara terdengar lemah. Satria yang mendengar ucapannya sejenak tertegun dengan kening berkerut. Bukan apa-apa, pasalnya Cynthia bukanlah sosok ibu yang banyak pinta dan menuntut. Namun, ucapan Cynthia membuat hati Satria sedikit cemas dan terlintas pikiran jika usia ibunya mungkin tak lama lagi.

"Anak sialan emang aku. Kok bisa-bisanya mikir kalau Mama mau mati sebentar lagi!" oceh Satria dalam hati.

"Ada apa, Ma. Mama mau minta apa?" jawab Satria sambil meraih tangan kanan Cynthia dan mengelusnya lembut.

Ya, Satria sangat mencintai Cynthia. Dia adalah segalanya bagi Satria setelah ayahnya yang saat ini ada di Jepang untuk sebuah urusan dan akan kembali besok siang.

"Apa kamu akan memenuhi permintaan Mama?" ucap Cynthia lemah.

"Terlihat Satria menarik nafas dalam dan mengulas senyum tulus padanya, lalu berujar kembali.

"Selagi mampu, Satria akan penuhi, Ma," jawabnya yakin dan tenang. Mendengar jawaban Satria, Cynthia menarik nafas dalam dan membuat Satria cemas serta berpikir yang tidak-tidak, terlebih bibir Cynthia terlihat pucat.

"Ma," panggil Satria lembut.

"Mama ingin kamu menikah. Apa bisa kamu penuhi itu? Mama takut tak ada usia, Nak!" ucap Cynthia parau dengan gerak mata yang teramat lambat.

'Mak deg'

Jantung Satria mendadak marathon dan menelan saliva berkali-kali karena tenggorokannya terasa sangat kering. Cynthia yang tahu perubahan ekspresi Satria menatap sendu. Dia tahu kalau Satria tak ingin menikah. Bukan karena memiliki kelainan burung, tapi dia malas berurusan dengan makhluk Tuhan bernama wanita karena baginya mereka sangat merepotkan.

"Ma, bukan aku tak ingin berbakti, tapi aku ... hmmm ...," ucap Satria menolak pinta Cynthia, tapi lidah teramat keluh untuk meneruskan kalimatnya.

"Kenapa? Kamu mau bilang kalau tak minat dengan wanita, hmm?" tebak Cynthia tepat sasaran.

"Anjir. Mama tahu dari mana aku mau bilang begitu. Kenapa Mama macam dukun, sih! Sejak sakit kayak tahu banget isi otakku. Apa mungkin ini tanda-tanda Mama berumur pendek?" oceh Satria dalam hati dengan dugaan yang mulai melebar tak jelas.

"Kamu bicara apa barusan? Kok Mama dengar kamu bilang Mama berumur pendek? Kamu sumpahi Mama cepat mati?" ucap Cynthia yang mendadak berbicara keras dan melotot.

Melihat reaksi Cynthia yang berbicara layaknya saat sehat dengan mata melotot seperti saat memarahinya, kening Satria mengkerut dan menatap saksama Cynthia. Namun, Cynthia yang sadar baru saja keceplosan langsung merubah raut wajah ke mode semula. Berpura-pura.

"Kau benar, mungkin usia Mama tak lama lagi. Maka dari itu, Mama teramat sangat ingin melihatmu menikah, Nak. Apakah permintaan tersebut terlalu berlebihan bagimu?" ucap Cynthia dengan suara lirih dan lesunya.

Satria tertegun, dia bingung harus menjawab apa kini. Menikah adalah hal yang dia hindari selama ini karena begitu malas dengan para wanita yang begitu merepotkan baginya berdasarkan info dari sahabatnya yang sudah menikah lebih dulu.

"Ehem," dehem Satria merasakan tenggorokannya yang tercekat.

Tangannya meraih tangan kanan Cynthia. Didaratkannya sebuah kecupan di sana dan menatap dalam mata ibunya yang nampak sendu. Hatinya tengah dilanda kebingungan untuk mengatakan kalimat apa agar tak melukai orang yang paling dia cintai dan hormati sejak lahir.

"Satria tak punya pacar, Ma. Bahkan, Satria tak tahu bagaimana rasanya jatuh cinta. Emang cinta-cintaan enak, Ma?" ucap Satria pelan dan sejenak membuat Cynthia terpaku, tapi berujung kalimat aneh yang membuatnya ingin memukul kepala anaknya.

Cynthia tersenyum dan memaklumi karena selama ini memang Satria tak pernah memiliki wanita. Jadilah dia yang begitu bodoh jika membahas tentang cinta.

"Ngidam apa aku sampai melahirkan anak bodoh sepertimu, Nak!" oceh Cynthia dalam hati diikuti helaan nafas panjangnya.

"Cinta itu macam gado-gado. Isinya bermacam-macam sayuran. Kalau lidah dan perut cocok, semua baik-baik saja. Sedangkan kalau tak cocok, bisa diare!" terang Cynthia yang membuat alis Satria nampak bertautan.

"Jadi?" ucap Satria.

"Rasakan sendiri dan kamu akan jadi bucin seperti Papamu yang cinta mati dengan Mama," ujar Cynthia pamer dengan senyum lebarnya.

"Hadeuuu ... Satria amit-amit jadi bucin kayak Papa. Ogah, Ma!" sahutnya menggeleng keras.

"Jangan begitu! Kamu harus tahu kalau kamu terlahir dari benih seorang bucin. Tak menutup kemungkinan kalau suatu hari kamu juga jadi bucin. Mama yakin kamu tak beda dengan Papa!" tutur Cynthia yakin dan membuat mata Sopian melotot.

"Tak mungkin Satria jadi bucin, Ma. Pacar pun tak ada, tuh!" kata Satria yang masih mengelak prediksi ibunya.

"Serah kamu. Pokoknya Mama mau kamu menikah sebelum ajal menjemput. Apa kamu mau lihat Mama jadi arwah penasaran kalau tak ada umur, huh?" oceh Cynthia dengan raut kecewa serta ancaman yang terasa menakutkan bagi Satria.

"Please, Ma. Jangan bicara begitu. Satria gak mau Mama mati cepat. Satria selalu doain Mama dan Papa panjang umur. Maafin Satria sudah bikin Mama marah. Kita baikan, ya?" cerocos Satria yang merajuk karena wajah Cynthia yang menatapnya sedih.

Dikecupnya berkali-kali tangan ibunya dan membuat Cynthia tertawa dalam hati karena tahu jika anaknya tersebut sangat mencintainya.

"Senyum, Ma. Jangan marah. Ampuni Satria. Iya Satria mau nikah. Terserah Mama mau nikahi Satria sama siapa. Mama yang pilih dan Satria nurut saja yang penting Mama gak boleh mati dulu!" oceh Satria pasrah dan disambut sorak-sorai oleh Cynthia.

"Siapa juga yang mau mati sekarang anak bodoh!" gumam Cynthia dalam hati.

"Mama ada calon. Mama akan atur pernikahan kalian!"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel