Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Hari Terburuk

HIKZ

Jingga terus menangis di depan gedung tempat pernikahannya seharusnya berlangsung. 

Dia telah menunggu beberapa jam namun Frans tak kunjung datang.  Semua dekorasi dan tamu undangan telah hadir disana,  namun nyaris saja semua luluh lantah oleh kenyataan jika kekasihnya itu tak juga datang. 

Tanpa kabar ataupun utusan yang menyampaikan berita juga alasannya,  Jingga dan keluargamya harus menerima kenyataan pahit jika kini dia telah ditinggalkan.

"Bangunlah!" Ucap seseorang yang baru saja menghampiri Jingga. 

"Ayo,  kita menikah!" Ucap pria itu dengan entengnya bicara sambil membawa Jingga bangkit dari duduknya. 

Semua mata menatap Jingga yang kini berjalan masuk ke gedung dengan seorang pria bersamanya. 

"Aku adalah mempelai prianya,  maaf atas keterlambatanku.  Bisakah kita melanjutkan acaranya," ucap pria itu sambil teris menuntun Jingga kembali duduk di pelaminannya. 

"Kamu siapa?" tanya Jingga yang sangat terkejut dengan pria itu yang sama sekali tak dikenalnya. 

"Kita menikah saja dulu ya, baru setelah itu kita bicara. Kasihan keluargamu jika sampai pernikahan ini dibatalkan," ucap pria misterius itu dengan sangat tenangnya.

Semua keluarga Jingga saling melemparkan pandang,  karena mereka sama sekali tak mengenali pria itu. 

"Kau siapa?" ucap Hadi ayah Jingga langsung bertanya.

"Aku adalah alasan pria itu tak datang," jawab pria  itu dengan tenangnya. 

DEGG

Semua terdiam, lalu Hadi memutuskan pada penghulu untuk segera melangsungkan ijab kabulnya sebelum semua undangan lebih jelas mengetahui masalah yang melanda puteri tercintanya itu. 

"Kau harus menjelaskan semuanya setelah acara  selesai." ucap Hadi pada pria itu dengan suara sangat pelan. 

"Baik!" Jawab pria itu dengan mantap. 

Jingga yang sudah patah tak lagi mempedulikan apapun saat ini.  Baginya,  menikah atau tidak semuanya tetap tak akan membuatnya bahagia. 

"Frans! Teganya kamu!" Gumam Jingga dalam lubuk hati terdalamnya masih tak percaya jika pria yang empat tahun ini menjadi kekasihnya justru meninggalkannya di hari pernikahan mereka. 

"Nama anda siapa nak?" Tanya penghulu hendak membuatkan catatan pernikahannya bertanya pada pria itu. 

"Badai Hankaara" Jawab pria itu dengan tenang sambil mengeluarkan dompet juga kartu identitasnya. 

GLEG

Semua terkejut mendengar nama itu disebutkan. Bagaimanapun nama belakang Hankaara adalah nama besar yang sangat dikenali di sana. 

Penghulu sendiri sampai menatap Badai berulang kali untuk memastikkannya.  Namun,  kartu identitas yang ditunjukkan Badai membuktikan keabsahan identitasnya itu. 

Setelah jeda waktu sekian menit,  akhirnya akad berlangsung dengan cepat. 

"Saya terima nikah dan kawinnya Jingga Lestari binti Hadi Purnowo dengan mas kawin sebuah kartu debit VVIP Platinum Express dibayar tunai," ucap Badai dengan sangat mantap dalam satu tarikan nafas. 

"Sah?" tanya penghulu. 

"Sah."

"Sah."

Jawab semuanya semakin menggemuruhkan kata itu hingga terdengar menggema di penjuru gedung itu. 

DEGG

Jingga terkesiap mendengarnya,  seketika tubuhnya merinding dengan suasana itu. 

"Aku telah menikah," ucap Jingga bergumam sangat pelan. 

Acara kemudian berlanjut meriah, nyaris tak ada yang akan menyadari jika prahara besar sebelumnya telah menodai acara pernikahan ini. 

Acara telah selesai dengan sangat meriah. Tamu undangan perlahan membubarkan dirinya. Namun tidak demikian dengan keluarga besar Jingga yang kini tengah berkumpul di ruang keluarga kediaman Jingga.

"Jingga! Jelaskan pada kami!" Ucap Hadi dengan raut wajah tak bersahabat.

"Ayah, apa yang harus aku jelaskan!" ucap Jingga langsung terisak menangis.

Semua terdiam, tak ada satupun yang berbicara.

"Kau mempermalukan ayahmu ini di depan semua orang!" ucap Hadi menghardik Jingga dengan sangat kasar.

"Pak, pelankan suara Anda!" ucap Badai menyela kalimat Hadi.

BRAK

Hadi menggebrak meja.

"Jangan karena kau sudah menikahi puteriku sekarang kau seenaknya melawanku!" Ucap Hadi dengan mata mendelik tak ramah.

"Ayah! Badai telah menyelamatkan kita karena dia tak datang!" Jingga bicara sambil berderai air mata.

GLEG

Semuanya seolah kembali tersentak dan tersadar oleh kenyataan. Hadi juga terlihat gugup, dia menyadari jika tak ada satupun keluarga calon besannya yang menghubunginya.

"Apa ada salah satu dari calon besan yang menghubungi kalian?" Tanya Hadi sambil menatap satu persatu seluruh anggota keluarganya.

GLEG

Semua menggeleng pelan dan meratap karena memang tak ada satupun dari mereka yang dihubungi oleh keluarga calon mempelai pria.

HIKZ

Jingga semakin menangis tersedu sedan, air matanya tumpah tak lagi tertahan.

GEP

Badai menarik Jingga ke pelukannya untuk memberikan ruang bagi Jingga bersandar. 

Hadi terdiam, dia melihat puterinya justru sesenggukan di hadapannya di hari pernikahannya.

Jiwa Hadi terguncang hebat menyadari betapa sejak tadi puterinya telah menanggung beban yang sangat berat, namun dia mengabaikannya.

"Argh!" Hadi menekan dada kirinya yang terasa sakit.

BRUK

Hadi ambruk tepat di hadapan Badai.

"Pak, Pak,?" Ucap Badai namun Hadi tak bergeming.

"Ayah!" Teriak Jingga yang langsung menghampiri ayahnya.

"Masih bernafas! Ayo! Bantu aku mengangkatnya ke kasur." Ucap Badai kepada beberapa anggota keluarga lainnya yang juga panik.

Dengan cepat mereka membawa Hadi ke kamarnya dan membaringkannya di kasur. Tak berselang kemudian, seorang dokter ternama datang ke kediaman mereka.

"Tuan Badai!" ucap dokter itu menyapa Badai karena dia mendapatkan panggilan dari Badai.

"Dokter Helmi, tolong periksa dia." ucap Badai kepada dokter pribadi yang sengaja diundangnya untuk memeriksa Hadi.

Semua mata menatap tercengang, tak terkecuali Jingga. Jingga tahu betul jika dokter Helmi bukanlah seseorang yang mudah ditemui. Namun, dengan satu kalimat telepon dari suaminya, dokter Helmi bahkan langsung datang untuk memeriksa ayahnya.

"Dia itu siapa sebenarnya? Apa dia benar benar seorang Hankaara?" gumam Jingga sambil menatap tak percaya.

Jeda menit berikutnya, kamar masih tertutup. Dokter Helmi masih memeriksa ayahnya di dalam. Jingga yang merasa belum nyaman dengan suaminya memilih diam saja menunggu diluar membiarkan Badai menemani ayahnya.

CEKLEK

Pintu kamar terbuka.

"Jingga! Kita akan membawa ayah ke rumah sakit." Ucap Badai yang dengan dinginnya dia langsung berjalan keluar seperti menunggu seseorang.

"Jingga, kamu kenal dia dimana?" tanya saudara Ibunya Jingga bertanya.

"Aku baru saja menemuinya tadi di halaman gedung." Ucap Jingga apa adanya.

"Haaah!" Beberapa keluarganya langsung menjerit seirama menjawab ucapan Jingga.

Jingga sendiri bingung, bagaimana bisa dia menikah begitu saja dengan pria yang bahkan baru dikenalnya hanya demi menyelamatkan hari pernikahannya.

"Dia itu siapa? Apa benar dia pewaris Hankaara yang terkenal itu?" ucap Shalom pada Jingga.

"Aku tak tahu kak." jawab Jingga pada kakak sepupunya itu dengan raut tak kalah putus asa.

DRRT

DRRT

Terdengar suara helikopter menderu dihalaman. Empat pria berpakaian perawat turun dengan bangsal dorongnya menuju rumah.

"Dokter! Berikan perawatan terbaik untuk ayah mertuaku. Kau, ikutlah dengannya." ucap Badai dengan raut dinginnya berkata pada Jingga.

GLEG

Jingga hanya menuruti saja karena ingin menemani ayahnya.

"Tunggu! Apa biayanya sangat mahal, bisakah kita menggunakan mobil saja supaya biayanya lebih murah?" Ucap Jingga pada perawat yang membawa ayahnya itu.

"Nyonya! Ini fasilitas pribadi Tuan Badai, untuk apa Anda cemas?" Ucap perawat itu sambil terus berjalan mendorong bangsalnya yang membawa Hadi diatasnya.

DEGG

Jingga terdiam, dia sangat terkejut mendengarnya. Dengan cepat dia langsung berjalan mengikuti.

Perjalanan kerumah sakit yang cukup jauh hanya memakan waktu lima menit saja menggunakan helikopter. Jantung Jingga berdegup sangat kencang karena ini adalah kali pertamanya menaiki helikopter.

Tiba di rumah sakit, Jingga langsung disambut pelayanan terbaik dari paramedis. Hadi langsung ditempatkan di paviliun khusus yang bahkan Jingga baru kali pertama ini mendatanginya.

"Aku baru tahu jika dirumah sakit ini ada ruang perawatan yang eksklusif seperti ini," gumam Jingga dalam hatinya.

Di dalam ruangannya ini, Hadi memiliki semua peralatan medis lengkap dengan perawat yang berjaga dua puluh empat jam menemaninya.

"Nyonya Jingga! Silahkan ikut dengan kami." Ucap seorang wanita berpakaian sepan hitam dengan jas senada.

"Maaf, anda sepertinya salah orang," jawab Jingga menjawab dengan tersipu.

"Pulanglah, ganti pakaianmu, Leta akan menemanimu kerumah kita." Ucap Badai yang baru saja datang menghampirinya.

"Rumah kita?" tanya Jingga dengan kening berkerut.

"Yaa! Kau isteriku mulai tadi siang, jadi malam ini kau akan pulang kerumahku! Mengerti!" ucap Badai dengan tenangnya.

"Tidak! Aku akan menginap disini menemani ayah." Jingga bersikeras dengan suara cukup lantang.

"Disini ayah akan sangat aman dan nyaman, dua perawat akan berjaga dengan baik. Kita akan mengunjunginya besok pagi." Ucap Badai membujuk.

"Tidak! Aku tak akan meninggalkan ayah, meski aku harus tidur di teras." Jingga bersikukuh.

Badai terdiam, dia tak mau berdebat dengan Jingga.

"Leta, pulanglah. Bawakan keperluan kami untuk menginap disini." Ucap Badai pada wanita itu yang langsung berjalan pergi meninggalkan mereka.

GLEG

Jingga menelan salivanya sangat kasar. Diliriknya sekilas wajah Badai yang tetap tenang setelah kelakuannya yang pasti membuatnya kesal.

"Maaf! Aku hanya tak tega membiarkan ayah dengan orang lain. Aku hanya ingin menemaninya. Kau boleh pulang jika kau enggan disini. Dan, terimakasih untuk semuanya," ucap Jingga dengan suara terbata-bata mencoba menempatkan posisinya.

Badai diam tak bergeming juga tak menjawab. Pria itu tetap duduk bertumpang kaki dengan tangan melipat di dadanya.

Sebuah gestur yang sangat pas sekali untuk kaum berada seperti keluarga Hankaara.

Jingga mencari cari ponselnya, namun dia benar-benar melupakan dimana meletakkannya. Sejak pagi tadi Jingga sama sekali tak menyentuh barang pribadinya itu.

"Kau mencari ini?" Ucap Badai sambil menyerahkan ponsel bercase ungu itu pada Jingga.

DEGG

Jingga tercengang mendapati ponselnya ditangan Badai.

"Jangan salah faham! Kau menjatuhkannya saat menangis di luar gedung, aku hampir menginjaknya jadi kupungut saja. Ternyata wallpapernya wajah sendu." Ucap Badai sangat datar.

"Kau! Sendu?" Ucap Jingga langsung tercekat emosi mendengarnya. Buru buru dia menyelipkan ponselnya.

Namun dilihatnya lagi jika Badai sama sekali tak mempedulikannya, Jingga merasa lega.

Perlahan, Jingga mulai mengotak atik ponselnya. Dia mencari sesuatu disana.

BADAI HANKAARA

KLIK!

BLAAR!

Jingga terkesiap tak percaya dengan nafas tersengal seketika mendapati hasil pencariannya di internet ternyata sangat diluar keinginannya.

"Kau ini kenapa? Seperti baru melihat hantu saja!" ucap Badai sambil menatap Jingga sangat penuh tanda tanya.

"Ti! Tidak apa-apa!" jawab Jingga dengan gugup.

***

Hallo pembaca semua,  selamat datang di karya pertama saya di HiNovel. 

Salam sayang,  MDW. 

Jangan lupa untuk follow IG @mrs.dream_writer ya.

DM MDW untuk bisa lihat visual dari Badai dan Jingga.

Happy Reading.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel