Dia?
"Kau ini kenapa? Seperti baru melihat hantu saja!" Ucap Badai sambil menatap Jingga sangat penuh tanda tanya.
"Ti! Tidak apa apa!" Jawab Jingga dengan gugup.
"Demi apa, aku benar benar baru menikahi Badai Hankaara pewaris tunggal Hankaara Grup! Dia bahkan sudah mengumumkan secara resmi pernikahannya di akun resmi miliknya! Fotoku terpampang di sana sini!" Gumam Jingga yang langsung tak sadarkan diri setelahnya.
"Dokter, apa dia baik-baik saja?" Ucap Badai kepada dokter Helmi yang baru saja memeriksa Jingga.
"Nyonya hanya terkejut dan hanya membutuhkan istirahat Tuan Badai," ucap dokter tersebut sambil menyerahkan sekantung obat untuk Jingga kepada Badai.
"Baik, terimakasih dokter maaf aku sellau merepotkan anda." ucap Badai sambil meminta pelayan disana mengantarkan Helmi ke mobilnya.
Dokter itu dengan segera berjalan keluar kamar, sementara Jingga yang baru saja tersadar kini sangat kebingungan.
"Aku dimana?" Jingga bertanya pada satu satunya orang yang ada disana menemaninya.
GEP
Tangan lembut Badai langsung menggenggam erat tangan Jingga. Dia menatap Jingga sangat lekat dan hangat membuat Jingga kikuk dan sangat gugup.
"Kita dirumah, tenanglah. Aku ingin kau baik-baik saja," ucap Badai sambil menyugingkan senyumnya pada Jingga sebelum akhirnya dia pergi meninggalkan Jingga di kamar yang luasnya bahkan melebihi rumahnya Jingga.
"Apa-apaan ini! Aku sekarang tinggal di rumahnya?" Racau Jingga sambil bangun dan duduk bersandar di ranjangnya.
Mata Jingga menatap ke sekeliling, kamar yang sangat megah dengan segala furniture mahal di dalamnya.
PLAK!
PLAK!
Jingga beberapa kali menepuk nepuk wajahnya.
"Ini bukan mimpi!" Gumam Jingga yang masih belum bisa mempercayai jika dia benar benar menikahi Badai Hankaara.
CEKLEK
Suara pintu terbuka, setelahnya aroma pinus yang sangat maskulin terhirup di hidung Jingga.
GLEG
Jingga menelan salivanya sangat kasar menyadari jika Badai keluar dari kamar mandi hanya dengan selembar handuk menutupi tubuhnya.
SRAT
Dengan sangat tenang, Badai melepaskan handuk dan berpakaian di depan Jingga.
"Hey! Mas, apa-apaan itu?" Teriak Jingga sambil menutup mata menggunakan kedua telapak tangannya karena merasa malu menyaksikkan penampilan polos Badai di depannya.
Badai tergelak sendiri melihat reaksi Jingga tersebut. "Kita suami isteri, untuk apa aku menutupinya!" Ucap Badai sambil menarik celana pendeknya dan menyisir rambut setelahnya.
DEGG
Jantung Jingga langsung berdetak sangat kencang setelahnya, "Dia benar-benar menikahiku yaaa!" Gumamnya lagi di dalam hati.
"Mandilah biar lebih segar, semua pakainmu sudah siap di lemari ini. Pilih saja yang kau suka," ucap Badai sambil duduk ke balkon mengambil selembar koran dan membacanya.
Jingga terus memperhatikan gestur tubuh Badai yang benar benar mencerminkan seorang pria kelas atas itu.
"Hmmhh, kecut juga!" Ucap Jingga yang menyadari jika sudah sejak hari pernikahannya itu dia belum mandi, Jingga langsung berjalan ke kamar mandi.
"Hah! Kamar mandinya seluas ini?" Jingga sangat takjub dengan kemegahan kamar mandi dirumah suaminya ini.
Satu persatu sudut kamar mandi diperhatikannya, hingga matanya tertambat pada sebuah bathtub double di bagian sudut yang terbuka atapnya hingga snagat mungkin untuk menikmati angkasa dari sana.
"Ih, pasti niatnya bikin buat begituan!" umpat Jingga yang merasa jijik setelahnya. Wanita ini menjadi teringat banyaknya adegan panas di kamar mandi yang pernah dilihatnya di beberapa video dewasa.
Jeda belasan menit, Jingga telah selesai mandi, kini dia celingak celinguk hendak kelur dari kamar mandi. Dengan langkah mengendap ngendap Jingga berjalan ke arah lemari pakaian untuk mengambil baju gantinya.
"Hah!" teriak Jingga sangat kencang ketika melihat semua baju disana bukan lah bajunya.
"Jingga, kenapa?" Ucap Badai yang terkejut karena mendengar teriakan isterinya itu.
"Tidak ada bajuku disini!" Keluh Jingga dengan lesu.
"Itu semua baju baru kubeli dari desainernya, pakai saja yang kamu suka. Semua ukurannya kupastikan muat untukmu." Ucap Badai sambil kembali duduk di kursinya dan kembali meneruskan membaca koran.
GLEK
Jingga menelan sangat kasar salivanya, dia memilih piyama untuk dipakainya. Tapi semua piyama ini sangat mengeksplore tubuhnya nanti. Namun karena tak ada lagi yang bisa dipakainya, Jingga akhirnya menyerah dan memakai salah satu piyama tidur yang berwarna biru muda.
"Cantik," ucap Badai yang ternyata sudah ada dibelakang Jingga memujinya.
DEGG
Seketika Jingga terkesiap, namun dia tak menjawab apapun selain diam.
"Kamu pasti lapar?" Ucap Badai sambil menatap Jingga dari cermin.
"Iya, lumayan lapar." Jawab Jingga dengan malu-malu.
Badai menggenggam erat tangan Jingga menuntunnya keluar dari kamar.
"Mas! Mau kemana?" Ucap Jingga sangat bingung.
"Makan, kita laper kan?" Jawab Badai sambil menatap Jingga heran.
"Aku malu, lihat ini!" ucap Jingga sambil menunjukkan belahan bajunya yang sangat rendah dan transparan itu hingga membuat bukit kembarnya terlihat menyundul hendak meloncat keluar dari tempatnya.
"Ini rumah kita, tak akan ada yang berani menatapnya. Tenanglah. Itu justru sangat bagus. Aku suka." Ucap Badai sambil terus menarik Jingga berjalan mengikutinya.
"Hush, dasar lelaki!" Umpat Jingga yang merasa jika Badai justru menikmati pemandangannya itu.
Sepanjang perjalanan, Jingga melihat ke sekeliling ada sekitar enam pelayan di rumah ini, benar yang dikatakan Badai karena tak ada satupun yang berani menatap mereka disini.
"Makanlah, kau harus sehat sebelum aku memakanmu," ucap Badai sambil terus melahap makanan dipiringnya.
"Niat kamu sudah kupahami!" Beo Jingga dalam hatinya sambil terus melahap masakan di piringnya yang sangat lezat ini.
"Obatnya diminum dulu, ini sebenarnya vitamin kok." Tutur Badai sambil menyodorkan sekntung obat yang sejak tadi dikantonginya.
"Makasih mas," jawab jingga yang langsung menelan butiran pil tersebut.
Setelah makan malam, Badai langsung membawa Jingga kembali ke kamarnya.
"Ayo tidur!" ucap Badai sambil menyandarkan tubuhnya ke ujung ranjang.
Jingga sangat gugup dan bingung setelahnya, dia duduk perlahan di tepian ranjang.
"Bagaimanapun dia sah menyentuhku! Dia suamiku!" Gumam Jingga dalam hatinya.
"Jika kamu tak nyaman, aku bisa tidur di sofa." Ucap Badai sambil bangkit hendak berpindah.
"Mas, tidak perlu. Aku sudah sangat siap." Ucap Jingga sambil menatap Badai dengan sangat dalam.
"Jingga, kau memang siap menikah tapi itu bukan aku kan?" Ucap Badai sangat penuh pengertian.
"Ya, tapi Tuhan mengirimkanmu untukku mas. Aku tak boleh melalaikannya." Ucap Jingga sambil memegangi tangan Badai.
Meski kini hatinya mendadak campur aduk karena perbincangan mereka membuatnya kembali teringat dengan Frans. Lelaki yang paling bertanggung jawab atas hari terburuk di dalam hidupnya itu.
Badai kembali duduk di ranjang namun dengan memunggungi Jingga. Dibelakangnya, Jingga menggeserkan tubuhnya mendekati suaminya itu.
"Terima kasih, aku seharusnya tidak membawamu sejauh ini,Mas. Kau tidak harus memperlakukanku seperti istrimu, aku sangat berterima kasih atas bantuanmu," ucap Jingga yang berusaha menempatkan posisinya saat ini.
"Bantuan apa yang kau bicarakan?" Tanya Badai sambil merengkuh Jingga ke pelukannya.
"Bantuan yang tidak bisa aku jelaskan, Oh ya ... aku sampai tidak bertanya, apa mas memiliki seorang kekasih ataupun seorang isteri?" Ucap Jingga kembali bertanya.
"Kenapa memangnya?" Ucap Badai sambil membelai rambut panjang Jingga yang tergerai.
"Aku rasa, kita sebaiknya berhenti di sini, besok aku akan ke pengadilan untuk mengajukan gugatan cerai. Aku tidak ingin memberi beban kepadamu," tutur Jingga sambil berusaha tersenyum menatap Badai.
"Ya, bagaimanapun dia tidak bisa egois dengan masalah ini, sudah cukup bantuan Badai untuknya dengan menjadi pengantin pengganti di pernikahannya. Sehingga Jingga tak perlu merasakan aib dan malu. Tapi di sini, Badai pasti memiliki kehidupan lainnya yang tidak ingin dia hancurkan.
"Aku memang nmemiliki istri dan seorang kekasih," jawab Badai.
"Aku mengerti, aku akan tidur di kamar lain saja ya, maafkan aku dan sekalilagi ... terima kasih," ucap Jingga sambil turun dari ranjang.
Jingga sudah mencurigai ini dari awal karena dia melihat lemari pakaian tadi demikian lengkap dengan semuapernikperempuan. Sehingga dia merasa sangat yakin jika sebelum dia, ada wanita yang bersama Badai di sini. Dan dia tidak mau menghancurkannya.
sangat tegas dan singkat menjawab.
"Kau istriku, dan juga calon kekasihku, kau akan jadi jalangku juga ibu dari anak-anakku!" Ucap Badai dengan sangat tegas.
Seketika Jingga menghentikan langkahnya, dia tak bisa lagi berkata kata, dia kehabisan cara untuk menolak kehadiran Badai Hankaara dalam hidupnya. Tuhan mengaturkan jodoh yang mengejutkannya, namun Jingga kini bertekad untuk benar benar menjadi isteri Badai sepenuhnya.
Walau dia masih harus berjuang untuk bisa melepaskan diri dari bayang-bayang kekecewaannya terhadap Frans, namun sebagai wanita yang sudah dewasa, Jingga tahu mana kini yang harus menjadi prioritasnya.
"Jingga, tak masalah jika kau tak mau. Itu hanya sebuah nafkah bathin bukan?" ucap Badai yang mencemaskan kondisi psikologis Jingga.
Badai memeluknya dengan sangat erat dari arah belakang. Tangan lelaki itu melingkar di perutnya sementara dagunya kini bersandar di pundak kanannya.
"Kau adalah wanita pertama yang aku bawa ke rumahku," bisik Badai sambil menggeserkan hidungnya ke arah leher jenjang Jinggahingga dia bisa merasakan semburan hangat dari napas Badai yang menggetarkan tubuhnya.
"Tidak Mas, mana boleh pengantin menunda malam pertamanya," ucap Jingga yang kini dengan tekadnya akan mencoba mengikhlaskan jodohnya dengan Badai.
"Aku takut kau berbohong," ucap Badai dengan dahi mengernyit menatap Jingga.
"Tidak, aku tidak perlu berbohong, kecuali Mas yang tak mengerti caranya. Sebelum acara aku sudah cukup membekali diri dengan semua ilmunya." ucap Jingga yang entah mendapat kekuatan dari mana sangat mampu mengatakan semua itu dengan begitu saja ke pada seorang ellaki yang baru beberapa jam bersamanya,
"Hey, kau meragukan Badai Hankaara, aku akan melakukannya hingga kau menyerah melayaniku!" Ucap Badai sambil berbisik sangat lembut di daun telinga Jingga.
"Aku tak mau melewatkannya!" Ucap Jingga yang langsung menyandarkan tubuhnya pada dada bidang Badai.
DEGG
Jingga merasakan detakan jantung suaminya itu memburu dengan hebat.