Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

HMT 4 - BONEKA SILIKON

Malam kian larut saat Lily menyusuri lorong menuju kamar yang berada di paling sudut.

Sambil memegang keranjang rotan yang berisi buah-buah segar, Lily mendorong pintu mahoni di depannya perlahan.

"Selamat malam, Tuan. Aku membawakan buah segar untukmu."

Langkah kecil Lily terayun menuju meja kaca di tengah kamar.

Sambil meletakan keranjang buah di atas meja, dia menoleh ke arah pria tinggi berkemeja putih yang sedang berdiri di tepi garis jendela.

Pria itu menatap lurus ke depan dengan manik hijau yang terang. Tangan kiri dimasukan ke saku celana kainnya.

Sedang tangan kanan tampak memutar gelas winenya hingga butiran es di dalamnya saling bergesekan.

"Apa kau mengurus mereka dengan baik?" tanya pria itu tampa memutar tubuhnya menghadap pada lawan bicara.

Lily mengangguk cepat lalu menjawab, "Ya, aku sudah memberi mereka makanan dan pakaian."

Pria di garis jendela tersenyum mendengarnya. "Kau boleh pergi," ucapnya kemudian.

Lily sedikit membungkuk lalu menolehkan kepala meninggalkan kamar itu.

Pria di garis jendela memejamkan mata seraya menarik napas panjang.

Meghan, darahnya berdesir dan panas di sekujur tubuh setiap kali ia mendesahkan nama itu.

"Meghan, akhirnya aku mendapatkanmu. Biarlah Michele mencarimu sampai ke ujung dunia. Aku akan menghabisinya setelah itu."

Maxi tersenyum penuh misteri usai bicara sendiri begitu.

Siapa Maxi dan mengapa dia ingin menghabisi michele?

Mari kita lanjutkan kisahnya.

Sementara itu di sebuah kamar yang berada di ruang bawah tanah kastil.

Meghan tampak sedang berbaring sambil mengusap-usap punggung anak laki-laki yang tidur di sampingnya.

George tertidur pulas setelah ia menceritakan satu kisah yang menarik.

Hari ini gadis bernama Lily membawanya ke kamar ini dan memberinya pakaian ganti juga makanan.

Entah apa motif di balik penculikan ini, Meghan masih berpikir dengan keras.

Terutama pria bernama Maxi, siapa sebenarnya dia?

Memikirkan semua itu membuat kepalanya jadi pening. Meghan menguap lalu menaruh kepalanya pada bantal.

"Michele, apa kau sedang mencari kami? Aku merindukanmu."

Setelah mengucapkan mantra itu dia pun terlelap.

"Aah, Meghan!"

"Ough!"

"Sayang!"

Suara lenguhan itu terdengar dari kamar Maxi di tengah malam.

Lily yang tak sengaja melintas jadi terkejut mendengarnya.

Meghan?

Bukankah itu nama wanita yang di sekap di kastil ini?

Tidak mungkin!

Rasa penasaran menuntun Lily untuk mengintai dari celah pintu yang kecil. Matanya terbelalak.

Dilihatnya Maxi yang sedang menggauli sebuah boneka silikon.

Lily mundur dengan wajah ketakutan. Saking gugupnya dia ingin segera kabur, tapi sial! Tungkainya tersandung kaki meja dan menjatuhkan vas bunga di atasnya.

Prang!

Suara itu mengejutkan Maxi yang sedang beraktifitas mesum di dalam kamar.

"Shit! Siapa di sana?!"

Dengan tubuh yang polos tanpa sehelai benang, ia berjalan menuju pintu.

Lily yang tidak sempat kabur hanya melindungi kedua telinga dengan napas terengah-engah.

"Maafkan aku, Tuan!"

Lily?

Maxi berdiri di depan pintu tanpa menunjukkan wajahnya. Matanya menatap geram pada gadis bodoh di depannya kini.

"Lily, rupanya kau. Ayo masukl yaah!" perintahnya dengan ekspresi dingin.

Gadis itu menggeleng tanpa mau menatap Maxi. "Tidak, Tuan. Aku akan pergi!"

Melihat Lily yang hendak pergi, Maxi langsung mencekal lengannya.

Lily menoleh cepat dan batang keras yang sedang mengacung tegang telah menodai matanya.

"Aah, tidak!"

"Masuk!"

Gadis itu berusaha berontak, tapi Maxi berhasil menyeret Lily dan mengunci pintu.

"Tuan, jangan!"

Lily menjerit dalam tangis saat Maxi menjambak rambut merah gadis itu. Dia sudah tersungkur di sofa karena ulah Maxi.

"Kau sudah melihatnya, bukan? Aku juga bosan melakukannya dengan benda mati itu. Bagaimana jika kau saja yang melakukannya?" Maxi berdesis ke wajah Lily.

Gadis itu menggeleng dengan air mata bercucuran. Dan Maxi segera memaksa Lily melakukan hal yang tak pernah ia bayangkan.

"Umhh! Ummh!"

"Terus, Sayang! Oh ini nikmat sekali, Lily!"

Maxi tampak sangat menikmati saat miliknya berada di dalam mulut Lily. Gadis itu mengulum dan melakukannya dengan lidah yang basah.

Meski ini menjijikan bagi Lily, tapi dia sudah terlanjur jatuh cinta pada Maxi sejak pertama melihat wajah di balik topeng perak itu.

Dia sangat tampan!

Lily pun senang bisa melayani Maxi di kastil selama ini, dan dia cemburu jika pria itu mendesahkan nama wanita lain saat orgasme.

Namun, malam ini terlalu mendadak. Lily tidak tahu jika Maxi suka melakukannya dengan boneka silikon itu.

"Aah, Meghan!"

Lily menanggah ke wajah pria di depannya saat milik Maxi nyaris meletup di mulutnya.

Dia menyebut nama wanita itu lagi. Apakah Maxi menginginkan Meghan, makanya dia menculik wanita itu?

Pertanyaan itu tidak mendapat jawaban. Maxi segera mundur setelah ia mencapai puncak.

"Pergilah, Lily dan lupakan malam ini."

Lily hanya menunduk sambil berdiri di belakang punggung Maxi. Pria itu sedang mengenakan kemeja putihnya. Maxi menyuruhnya pergi usai melakukan hal kotor.

Setelah sedikit membungkuk, Lily pun pergi dengan pipi yang merah.

Shit!

Maxi mendengkus kesal.

Ekor matanya melirik pada benda menyerupai seorang wanita yang terbaring di tengah ranjangnya.

Meghan, hanya wanita itu yang dia inginkan.

["Bos, Klan Riciteli sudah menemukan kastil itu. Cepat kabur! Kami menunggu di jembatan!"]

"Oh, shit!"

Maxi melempar ponselnya lalu diusap kasar wajah itu.

"Pengawal!" teriaknya sambil menoleh ke arah pintu.

Dua orang pria bertubuh besar segera menerobos ke dalam kamar.

"Bos menanggil kami?"

Maxi mengangguk, "Cepat bawa Meghan dan putranya ke jembatan!"

"Baik, Bos!"

Dua orang bodyguard segera pergi menjalankan perintah.

Meghan yang sedang enak tidur dibuat kesal dan marah saat mereka menyeretnya dengan paksa. George turut merengek. Bodyguard segera memberi mereka obat bius.

Lily menyusul dengan tergesa-gesa. Mereka segera masuk mobil menuju jembatan ST. Angelo Brige.

Malam nyaris menemukan pagi. Paolo dan Sergio segera keluar dari mobil setibanya mereka di kastil Maxi.

"Cepat periksa!" perintah Sergio.

Dua puluh bodyguard bergegas lari dan berpencar ke semua penjuru kastil. Sambil memegang pistol, Paolo menendang pintu kastil yang tidak terkunci.

"Periksa semua ruangan!" Sergio kembali memerintah sambil menyusuri lorong kastil bersama Michele.

Kastil kecil itu tampak sepi. Apakah mereka ditipu lagi? Maka Michele akan membakar kota malam ini juga jika sampai itu terjadi.

"Bos, di sini!" teriak Paolo.

Michele dan Sergio bergegas menuju sumber suara itu.

Paolo menemukan ruangan bawah tanah di sudut kastil.

Michele mencengkeram kain tipis yang Paolo temukan. Itu baju dalam Meghan. Hati Michele maraung-raung.

"Ada sesuatu di sini!" Seorang bodyguard tiba-tiba berseru.

Michele menoleh dengan wajah geram.

Sergio dan Paolo bergegas menuju kamar di mana bodyguard itu berteriak.

"Sial! Apakah si penculik tipe pria mesum yang gila seks?"

Paolo langsung berkomentar saat menemukan boneka silikon tanpa busana yang tergolek di tengah ranjang.

Sergio hanya melirik ke arah Michele dengan wajah kaku.

"Cepat bakar tempat ini dan cari bajingan itu!" raung Michele penuh emosi.

Paolo dan lima orangnya segera menyiramkan bensin. Sedang Sergio bergegas menyalakan mobil membawa Michele meninggalkan kastil.

Jose yang baru tiba di lokasi hanya tercengang melihat kebakaran kastil di tengah hutan.

Michele, ke mana mereka pergi setelah bikin kerusuhan ini, pikirnya sambil berdiri di samping mobil.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel