HMT 3 - KASTIL DI TENGAH HUTAN
Siang itu di kastil yang letaknya di tengah hutan pinus.
"Makanlah, kau dan anakmu pasti sudah lapar, kan?"
Meghan mendekap putranya di dada. Matanya menatap lekat-lekat pada seorang gadis muda yang membawakan makanan untuk mereka.
Meski gadis itu tampak polos dan baik, dia tidak boleh lengah. Bisa saja gadis itu membawakan makanan yang sudah diberi sianida oleh pria bertopeng.
Lagi pula, gadis macam apa yang berada di sarang para penjahat seperti ini. Gadis polos dan baik? Itu mustahil!
"Singkirkan semua itu dari hadapanku! Aku dan putraku tidak akan mau makan!" geram Meghan dengan marah.
Gadis itu tersenyum simpul menanggapi. Dia lantas berkata, "Aku paham perasaanmu. Kau sedang jadi korban penculikan, tapi aku tidak menaruh racun di makanan ini, karena Maxi ingin kalian tetap hidup."
Meghan mengernyit, "Maxi? Siapa dia?"
Gadis itu kembali menyunggingkan senyum manisnya, "Dia yang menculik kalian."
"Pria bertopeng perak itu?" tanya Meghan antusias.
Gadis itu mengangguk.
Maxi, siapa pria itu?
Meghan terdiam tampak berpikir. Selain Dante dan Georgino, dia yakin Michele tidak punya musuh bernama Maxi.
Dante telah tewas pasca ledakan kapal di laut beberapa tahun silam. Sedang Georgino, pria itu masih jadi perompak di Srilanka, itu yang dia tahu dari Michele.
"Mom, aku lapar."
Suara mungil George menyadarkan Meghan. Dia lantas menatap pada wajah putih putranya.
"Makanlah, kasihan putramu." Gadis muda itu bicara lagi pada Meghan.
Meghan tersenyum sambil mengusap pipi cabi George. "Mommy akan menyuapimu," ucapnya.
Anak laki-laki itu bersorak senang.
"Hm, namaku Lily. Aku akan mengurus kalian selama di sini." Gadis itu mengulurkan tangannya ke depan Meghan seraya tersenyum ramah.
Meghan tidak menanggapi, dia sibuk menyuapi George makan.
Lily hanya tersenyum tipis lantas bangkit. Dia menoleh satu kali ke arah Meghan sebelum berlalu pergi.
Mata Meghan menatap punggung gadis itu yang nyaris menghilang di balik pintu.
Maxi, dia masih penasaran dengan pria bertopeng perak itu. Ada masalah apa dia dengan Michele?
Jika tidak ada masalah, tidak mungkin dia menculiknya. Apalagi jika tahu reputasi suaminya di dunia hitam.
Pria itu cukup nekat dengan membangunkan singa jantan yang sedang tidur.
*
Jalan kota cukup ramai sore itu. Bugatti Divo metalik melaju menyusuri rute menuju pinggiran kota.
Angin kencang di penghujung musim panas. Michele menatap ke luar jendela dengan hati yang diliputi rasa gelisah.
'Meghan, di mana kalian?'
Ekor mata Jose melirik ke arah pria di sampingnya. Michele tampak tenang-tenang saja meski Meghan dalam bahaya. Dasar Mafia Busuk! Rutuknya dalam hati.
"Kurasa orang-orang Georgino yang menculik Meghan. Bukankah cuma Geng Kapak Merah musuhmu yang masih tersisa?" ucap Jose dengan acuh.
Michele menoleh.
"Hei, Bung! Jangan sok tahu kau!" Paolo menyela seketika.
Mendengar ocehan Paolo, Jose jadi kesal. "Kemudikan saja mobilnya dengan benar! Jangan sampai Polantas menilangmu!"
Shit!
Paolo berdesis kesal seraya menatap jengah pada siluet Jose di kaca spion.
"Kupikir juga begitu. Namun, Ricard menyebut nama lain." Michele bicara dengan suara pelan pada Jose.
"Nama lain?" tanya Jose.
"Maxi dan AXIS."
Maxi dan AXIS, Jose terdiam tampak berpikir.
Michele menatap pria di sampingnya, "Apa kau pernah mendengarnya?"
Jose menoleh pada Michele lalu menggeleng.
Michele hanya mengangguk lalu membuang pandangan ke arah jendela mobil.
Paolo yang sudah menyimak dari kaca spion cuma berdecak jengah. Untuk apa Michele bertanya pada Jose? Polisi sialan itu tahu apa? Bahkan dia baru tiba di Roma.
"Selamat datang, Bos."
Dua orang pria berpakaian rapi menyambut Michele saat mereka tiba di pelataran sebuah bar kasino.
Mengapa Michele membawanya ke tempat ini, bukan mencari Meghan dan anaknya?
Jose melirik dengan wajah dingin saat Michele keluar dari mobil.
Masih dengan penuh pertanyaan, dia mengikuti langkah Michele memasuki bar kasino yang berada di sebuah distrik kumuh.
"Apa tidak berbahaya jika orang-orang melihatmu di sini? Mengapa tidak mencari Meghan saja? Apa kau ke sini mau tidur dengan seorang jalang? Dasar bajingan!"
Jose yang mulai kesal segera menyambar kerah jas hitam Michele lalu mendesaknya ke dinding di lorong. Tatapannya sudah seperti mau makan orang.
Melihat bosnya dikasari, tiga orang bodyguard segera menodong Jose dengan pistol mereka.
Sementara Paolo hanya memasang muka bosan melihatnya.
"Aku menyekap seseorang di sini, dia pria yang menculik Meghan." Michele bicara seraya menepis tangan Jose darinya.
Jose menatap geram, "Kau menyekap orang?"
Michele tidak menjawab. Usai merapikan jasnya, ia segera melanjutkan langkah menuju sudut lorong.
Jose masih mematung di tempat. Paolo cuma geleng-geleng melihatnya lalu menyusul Michele.
Pintu baja digulir ke dua sisi. Michele segera melangkah diikuti Paolo dan tiga orang bodyguard.
Jose yang mengekor di belakang tampak memindai ke sekitar.
Ruangan kedap suara yang sempit, dengan lampu yang tergantung rendah. Ini pasti tempat mereka menyiksa dan memperkosa, pikirnya dengan geram.
Seorang pria tampak tergantung dengan posisi kepala di bawah. Tubuhnya dipenuhi luka, dan dia sudah sekarat.
Michele berdiri dan menatap pada pria yang tergantung di depannya.
Ricard Chaniago, dia orang bayaran Maxi yang sudah menculik istri dan anaknya.
Meski sudah disiksa habis-habisan, pria itu tetap tidak mau memberitahu di mana Meghan dan putranya.
"Apa kabar terbarunya?" tanya Michele tanpa memalingkan mata dari pria mengenaskan di depan mata.
Jose cuma menyimak.
Satu orang pria segera maju dan menjawab pertanyaan bos mereka, "Tidak ada kemajuan, Bos! Dia tetap nggak mau kasih tahu!"
"Brengsek!"
Michele mengepalkan buku-buku jemarinya penuh emosi. Wajah bonyok Ricard bikin dia jengah. Dijambak rambut lembab pria itu. Dia menatapnya tajam.
"Katakan, Bajingan! Di mana istri dan putraku?!"
Richard mendongkak karena cengkeraman Michele, "Aku tidaknya tahu," rintihnya nyaris tidak terdengar.
Michele mendengkus kesal. Dilepasnya kepala Ricard dengan kasar. Dia lantas menoleh pada Paolo.
"Cabut semua kukunya dan potong alat pitalnya. Siksa bajingan ini sampai dia mau kasih tahu!" perintahnya.
"Dengan senang hati, Bos!"
Paolo segera maju. Tangannya mengeluarkan sebuah alat dari saku jaketnya. Alat pencabut kuku.
"Tidak! Hentikan!"
Richard menjerit-jerit di sela tawa Paolo dan para bodyguard yang menyiksanya dengan bengis.
Suara itu membuat telinga Michele terasa sakit. Dia segera mundur.
Jose hanya geleng-geleng melihat Paolo yang tampak begitu kegirangan menyiksa pria tak berdaya itu.
Dasar psikopat!
Dia segera menyusul langkah Michele.
"Kau yakin?"
"Informan kita yang memberi tahu."
Melihat Jose datang, Sergio segera mundur dan sedikit membungkuk pada Michele sebelum mlenggang pergi.
Jose segera menghampiri pria yang sedang duduk di sofa sambil menikmati segelas wine.
"Kau malah santai-santai di sini sementara adikku tidak jelas gimana nasibnya. Dasar Mafia Busuk!"
Michele menoleh ke arah pria yang baru saja tiba di sisinya. Jose memberinya wajah murka.
"Orang-orangku sedang mencari mereka. Aku tidak bisa keluar sembarangan. Bisa fatal jika para FBI melihatku." Michele menjawab dengan tenang.
Jose berdecak jengah.
"Harusnya aku tembak kau di Brazil enam tahun yang lalu, kemudian aku bawa Meghan pulang ke Virginia," desis Jose lalu pergi.
Michele cuma terdiam sambil memutar gelas winenya.
Jose sangat mencemaskan Meghan. Namun, dia lebih cemas dari itu. Hanya saja Jose tidak tahu.
["Bos, kami menemukan Nyonya Meghan dan Tuan Muda!"]
"Share lokasi segera!"
Brum!
Bugatti Divo metalik melaju dengan kecepatan tinggi meninggalkan bar kasino di distrik kumuh.
Seorang informan baru saja memberi kabar. Michele tak mau buang waktu lagi. Malam ini juga mereka harus bergerak.
Dari tepi balkon Jose melihat mereka. Sial! Mau ke mana para Mafia busuk itu?
Setelah selesai merakit pistolnya, Jose bergegas pergi menuruni anak tangga.