Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Memikirkanmu

POV Tiara

"Tiara."

Panggil Damian kala itu, kala bertemu di resto  

Tiara hanya diam saat bertemu dengan pria yang selama ini mengisi hatinya. Jujur rasa cinta itu masih ada apalagi Damian selalu memperlakukannya dengan baik.

Damian selalu memberikan apa yang Tiara inginkan, hingga mereka tidak malu lagi mengumbar kemesraan di depan sahabat mereka termasuk Karina.

Bagaimana mereka bisa mengkhianatinya seperti itu.

"Tiara!" 

"Karina."

"Tara!!" 

Karina teman yang selalu memberikan kejutan untuknya, persahabatan mereka bukanlah seumur jagung, bukan pula kedua orang asing yang tidak sengaja bertemu di suatu tempat lalu menjalin persahabatan.

Bukan pula teman kerja yang baru bertemu beberapa bulan, tapi mereka berteman sangat lama sejak pertumbuhan usia hingga kini.

Saat itu Karina menunjukkan beberapa sample undangan. Wajah Karina saat itu sangat bahagia, ceria yang tersenyum merekah. Senyuman yang tulus untuk sahabatnya.

"Apa ini?"

"Kau ini yang mau menikah tapi tidak tahu apa ini? Aku sengaja mencarikanmu beberapa sample undangan yang rekomended bagus banget. Mungkin kamu ingin pilih-pilih."

Karina orang yang paling antusias mendukung hubungannya dengan Damian. Padahal waktu itu pernikahan mereka belum ditentukan. 

"Aku bingung harus pilih yang mana. Bagaimana jika kamu yang pilihkan?"

Karina terdiam lalu tersenyum sambil berkata, "Baiklah. Akan aku lakukan demi sahabatku."

Sahabat. Kala itu arti sahabat sangat berarti bagi Tiara. Gadis itu benar-benar merasakan tulusnya persahabatan. Namun, semua itu berubah saat hari pernikahan menjelang. 

"Ke mana Karina, sudah aku bilang hari ini ada fiting baju kenapa tidak datang?"

Saat itu Tiara menunggunya di butik yang merancang gaun pernikahannya dengan Damian. Bahkan Damian tidak hadir saat itu, dan Karina yang selalu ada pun menghilang. Tiara hanya bisa menghela nafas seraya menunggu kedatangan mereka. 

"Non, mau coba gaunnya sekarang? Kami sudah menyiapkannya semua sesuai pilihan Tuan Damian."

"Apa tidak bisa menunggu sebentar lagi? Aku sedang menunggu temanku, aku hanya ingin ada seseorang yang melihat penampilanku, memberikan pendapat tentang gaun yang aku pakai. Apa bisa menunggu lagi?"

"Kami tidak keberatan jika harus menunggu cuma ... apa yakin teman Anda akan datang? Maksud saya ... Anda sudah menunggunya lebih dari lima jam, ini hampir malam."

Tiara terdiam mendengar perkataan pelayan butik itu, dilihatnya lima gelas cangkir teh yang sudah ia habiskan, sebanyak itu? Apa sudah selama itu Tiara menunggu Damian dan Karina. Terpaksa Tiara mencoba semua gaun itu tanpa ada yang menemani. 

"Karina," panggilnya setelah tiba di apartemen.

Tiara melihat Karina yang terus membuang cairan melalui mulutnya, suaranya yang sedikit tertahan seperti mual terus dilakukan berulang-ulang. Karena panik Tiara langsung menemui Karina dalam kamar.

"Karina apa kamu sakit? Kenapa kamu muntah-muntah seperti ini?"

Karina tidak menjawab sama sekali yang hanya diam dan pasrah ketika tubuhnya dibopong Tiara ke atas ranjang. Wajahnya pun terlihat pucat, membuat Tiara semakin mencemaskan temannya itu. 

"Aku akan panggil Dokter."

"Jangan." Karina menahan tangannya yang akan menghubungi Dokter. "Aku baik-baik saja hanya masuk angin, bisa kamu bawakan air hangat? Aku ingin minum air hangat."

"Iya."

Mungkin kala itu pertanda kehamilan Karina, Karina sedang mengalami masa ngidam tapi Tiara tidak menyadarinya.

Hampir setiap hari Tiara selalu merawat Karina yang selalu menolak di bawa ke rumah sakit. Seiring berjalannya waktu, Karina terlihat berbeda yang acuh pada Tiara juga Damian jika mereka bertemu, mereka tidak terlihat dekat seperti sebelumnya. Mereka hanya akan saling tatap dalam diam.

Dan bukan hanya itu, Damian selalu menolak bertemu dengannya bahkan Tiara pernah melihat kebersamaan Damian dengan Karina. Mereka terlihat berselisih entah sedang mendebatkan apa, tetapi tidak ada satu pun di antara mereka yang bicara padanya, bahkan pertemuan keduanya. 

Tiara semakin cemas dan curiga. Pernikahannya yang akan digelar beberapa hari lagi tetapi sikap Damian semakin dingin padanya, bahkan hubungan mereka semakin jauh, Damian semakin menghindar dan menolak untuk bertemu. Hingga pada hari pernikahan Karina pun datang, bukannya memberikan kejutan yang indah tapi sangat menyakitkan. 

"Tiara aku hamil anaknya Damian."

"Kamu dan Damian tidak bisa menikah, tidak akan pernah."

Perkataan itu bagaikan petir yang menyambar, awan-awan hitam seakan berkumpul yang siap merundungnya. Namun, Damian tidak mengatakan apa pun atau pun hadir dan menjelaskan tentang kebenaran itu. Semua yang sudah direncanakan hancur, hari yang seharusnya bahagia berubah malapetaka. 

"Tiara!" 

"Tiara!"

"Tiara!"

Mata Tiara mengerjap saat teriakan itu semakin keras. Siska berada di sampingnya yang terus menatap Tiara dengan cemas. Pernikahan yang berantakan itu menjadi mimpi buruk baginya. 

"Apa kau baik-baik saja? Kau mimpi buruk lagi? Maafkan aku Tiara aku membangunkan mu karena cemas."

Ternyata semua itu mimpi

"Tidak apa-apa Siska, tapi terima kasih sudah membangunkanku. Mungkin karena lelah jadi ... aku tidak bisa tidur nyenyak."

"Apa kamu mau minum teh?"

Tiara melirik jam dinding sesaat yang menunjukkan pukul 03.00 masih tengah malam, tapi Tiara tidak mungkin bisa tidur lagi setelah mimpi buruk itu. Pada akhirnya kedua gadis itu bergadang sambil minum teh di luar balkon kamarnya. 

"Apa pekerjaanmu sangat berat?" Siska bertanya seperti itu mungkin memikirkan pekerjaan Tiara yang tidak pernah dilakukan sebelumnya. 

Tiara hanya menggeleng. 

"Tiara aku selalu memperhatikanmu. Malam ini bukan untuk pertama kalinya kamu mimpi buruk. Setiap malam keringat dingin memenuhi wajahmu, ketakutan, kesedihan yang aku lihat dari tidurmu. Apa kamu masih memikirkan pernikahanmu itu? Lupakanlah Tiara, masih banyak lelaki yang lebih dari Damian."

Tiara hanya diam yang menghela nafas seraya menatap langit malam tanpa bintang. Seolah tahu kondisi hatinya saat ini. Gadis itu menunduk, lalu menatap Siska. "Hari ini aku bertemu mereka, Damian dan Karina."

Mata Siska membulat dengan sempurna yang terlihat terkejut. "Kapan? Di mana? Kenapa kamu tidak bilang Tiara? Itu artinya mereka masih ada di kota ini. Dasar tidak tahu malu."

"Ya, kamu benar. Mereka tidak tahu malu, bahkan mereka terlihat baik-baik saja." Tiara membayangkan sebuah paper bag yang Karina jinjing, terdapat beberapa perlengkapan bayi di dalamnya. 

"Apa kamu menanyakan tentang apartemen ini? Dia seharusnya membayarnya, apa wanita itu tidak minta maaf sama sekali?" Siska bertanya dengan emosi. 

"Aku mencoba bertanya, tapi tidak tahan melihat mereka sehingga aku tidak sempat menanyakan hal itu," ungkap Tiara, yang kala itu hanya bisa menangis. "Bahkan seseorang mengatakan aku terlihat lemah, di hadapan Damian," tambahnya mengingat perkataan Gio. 

"Kenapa orang itu berkata demikian? Tiara apa wanita itu tidak bertanya keadaanmu apa kamu baik-baik saja? Tidak sama sekali? ... Ck, sahabat macam apa dia," umpat Siska wanita itu terlihat sangat kesal. 

***

WhatsApp ---- Sekretaris baru

[Bagaimana keadaanmu?] 

[ .......] delete

[Apa kau baik-baik saja?]

[....] delete. 

[ ....] delete. 

"AISH, ada apa denganku kenapa aku peduli padanya?"

Gio terus saja mengumpat dirinya, berulang kali pesan yang diketik terus ia hapus. Entah pesan apa yang ingin Gio kirimkan pada sekretaris barunya itu hingga pria itu tidak tidur sama sekali.

Bukannya mengingat masa kencannya, yang pria itu ingat hanyalah Tiara dan mencemaskan Tiara. Gio, tidak bisa melupakan kejadian saat di resort, ketika Tiara menangis. 

"Untuk apa aku mengirim pesan padanya, menanyakan kabarnya? Yang ada nanti dia yang kege'eran. Sudahlah, lebih baik aku tidur saja."

Gio melemparkan tubuhnya ke atas ranjang tapi, semenit kemudian pria itu kembali terbangun. Gio sangat frustrasi yang tidak bisa menghilangkan kecemasannya pada Tiara. 

"Arghh!" teriaknya seraya menjambak rambutnya sendiri. 

"Oke, aku akan hubungi dia."

Akhirnya Gio memutuskan mengirim pesan pada Tiara dengan alasan kontrak kerja yang harus disiapkan besok pagi dan tidak boleh terlambat. Tanpa diduga, Tiara langsung membalas pesannya itu.

[Siapkan kontrak kerja bersama Tuan Lucas besok pagi dan simpan di mejaku]

 [Ya]

"Ya! Dia hanya bilang ya. Sesingkat itu dia membalas pesanku." Entah kenapa Gio sangat marah mendapat balasan yang singkat dari Tiara. Mungkin, karena pria itu terlalu perhatian tapi dibalas dengan acuhan.

"Menyebalkan sekali. Di luar sana para wanita menghubungiku, bahkan sampai 200 kata menulis pesan untukku, tapi wanita ini ... aku tidak akan pernah mengkhawatirkannya lagi." 

Gio langsung melempar telepon genggamnya, yang kembali merebahkan tubuhnya. Sejenak, dan kembali bangun. Gio kembali memikirkan Tiara, apa wanita itu belum tidur?

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel