Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 1 Konser

Bab 1 Konser

Gadis itu beberapa kali melihat jam di layar ponselnya. Sesekali menggerutu saat mobil yang berada di hadapannya tak juga bergerak, pun dengan mobil di sisi kanan dan kirinya. Jakarta dan macet adalah hal paling menjengkelkan yang tidak pernah bisa terpisahkan.

Benda pipih yang sejak tadi dia tatap bergetar. Sebuah panggilan dari kontak bernama 'Tania' masuk. Buru-buru gadis itu menggeser tombol hijau seraya menyiapkan telinga mendengar omelan yang pasti akan dia dapatkan.

"Kayla!" pekik gadis bernama Tania di sana, meneriaki nama gadis tersebut. "Kamu di mana, astaga?! Sebentar lagi konsernya dimulai dan venue nyaris penuh sekarang!"

Kayla mendesah panjang sebelum menjawab, sesuai dugaan Tania akan marah-marah. "Aku sedang berada di surga, Tania. Surga yang sejuk sampai aku ingin membunuh siapa saja yang menyebabkan aku terjebak di sini!"

"Surga? Memangnya kamu peri? Atau orang mati?"

"Aku terjebak macet!" teriak Kayla kesal. "Sumpah, ya! entah apa yang terjadi di depan sana?! Tapi sungguh, aku sudah terjebak di sini selama hampir setengah jam, Tan! Selama itu, mobilku mungkin hanya bergerak beberapa meter sejak tadi. Gila, kan?"

"Astaga... Kamu masih jauh berarti? Naik ojeg atau apa, memang tidak bisa?" usul Tania.

Kayla melirik ke sekeliling. Melihat wajah merah beberapa pengemudi yang juga sama kesalnya dengan dirinya. Belum lagi udara panas yang terasa begitu menyengat. Padahal ini malam hari. Kalau kata Tania, ketika Jakarta sedang panas-panasnya seperti ini, neraka tengah bocor.

"Lalu? Mobilku aku biarkan saja di jalanan dan membuat macet lagi kalau ternyata kendala di depan sana sudah selesai?"

"Iya juga," balas Tania usai merenung.

"Kayla! Semua member Tuzi sudah datang. Konsernya akan dimulai sebentar lagi!"

Teriakan itu bukan dari Tania, melainkan suara teman satunya lagi, Clarita.

Kayla yang sudah amat frustrasi dengan keadaan ini menjambak rambutnya sendiri. Menahan diri untuk tidak menjerit kesal dan menyebabkan keributan.

"Pokoknya jika aku gagal melihat mereka hari ini, aku akan menghancurkan apapun yang menyebabkan jalanan di sini macet sekarang!" Kayla menarik napas dalam-dalam usai memekik barusan. "Pokoknya tunggu aku sebentar lagi. Aku harus sampai ke sana sebelum konser mulai bagaimanapun caranya!"

Kayla memutus sambungan telepon. Kemudian membuka pintu, keluar, dan berdiri di sisi mobilnya. Ketika dia hendak mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi, dia malah tercengang sebab macet yang terjadi ternyata panjang sekali. Dia sungguh ingin menangis sekarang. Apakah konser yang dia idam-idamkan sejak beberapa bulan ini harus gagal dia hadiri karena macet sialan ini?

Tapi jika dipikir-pikir, tidak sepenuhnya macet yang menyebabkannya nyaris membatalkan rencana menonton konsernya. Dia sendiri yang sibuk berdandan hingga dua jam. Jika saja Kayla pergi lebih cepat, beberapa jam sebelum konser benar-benar dimulai, atau dari pagi dan mengabaikan tugas kuliah untuk besok, semuanya tidak akan kacau begini.

"Aish, sialan!" umpat Kayla kesal. Masuk kembali ke dalam mobil dan membanting pintu kasar.

Untunglah, lima menit dari itu, sedikit demi sedikit mobilnya sudah bisa berjalan meski merayap. Dan beberapa menit kemudian, dia bisa melajukan mobilnya dengan normal, membelah jalanan ibu kota Jakarta, dan sampai di tempat tujuan kurang dari dua puluh menit.

Sejak mobilnya sudah bisa melaju, Kayla terus menghubungi kawan-kawannya, meminta mereka untuk menunggu. Untunglah, kedua temannya bisa diandalkan dan sudah teruji secara klinis tentang kesetiaannya.

"Akhirnya kamu sampai juga!" Tania segera berlari dan menarik tangan Kayla begitu gadis itu sampai.

Tak menunggu lama, mereka bergegas antre untuk masuk. Dan seorang MC sudah berada di atas panggung untuk membuka acara ketika mereka tiba di dalam.

"So, ini dia, lima pangeran tampan yang akan menghibur kita malam ini, TUZI!" teriak MC lelaki berkacamata putih itu.

Sorak sorai penonton yang didominasi kaum hawa memenuhi tempat itu. Lima pria dengan setelan santai tetapi keren naik ke atas panggung, menambah teriakan di sana semakin heboh.

"Reza!" Tania yang berada di tengah-tengah Clarita dan Kayla juga tak kalah keras berteriak. "Kita harus ke depan. Ayo! Aku tidak bisa melihat mereka dengan jelas di sini!"

"Astaga, Tan!" gerutu Clarita begitu Tania menarik tangan kedua sahabatnya ke depan. Dia tampak sangat antusias.

"Di sini saja. Di depan ngeri. Lihat, kebanyakan penonton bar-bar," gumam Kayla, menghentikan Tania untuk terus menerobos ke depan.

"Halo, everyone!"

Pria berhoodie kuning, pemilik mata sipit, dengan tinggi rata-rata menyapa penonton. Dia adalah Bara, drumer sekaligus leader dari band Tuzi. Seketika itu pula penonton meneriaki nama lelaki itu semakin keras.

Perihal Tuzi, mereka adalah band lokal yang beberapa tahun belakangan namanya dikenal di kalangan penikmat musik. Mereka terdiri dari lima anggota yang kesemuanya adalah pria. Ada Bara yang sudah dikenalkan tadi. Ada Reza, vocalis yang merangkap sebagai gitaris, member kesukaan Tania sebab suara dan juga parasnya yang tampan. Ada juga Dean, bassist yang memiliki postur paling tinggi dengan senyum paling menawan. Rangga yang merupakan gitaris utama, berambut agak gondrong yang membuatnya terlihat lebih maskulin saat berkeringat. Dan ada Bisma, si keyboardis yang paling sering melontarkan lelucon konyol ketika bicara.

Mereka berfokus pada genre pop rock. Kebanyakan lagu yang dibuat memiliki lirik berbahasa Inggris. Itu sebabnya selain fans dalam negeri, mereka juga memiliki beberapa fans dari luar. Hebat. Satu kata itu adalah hal yang terlintas di benak Kayla ketika melihat pencapaian Tuzi dalam kurun waktu tiga tahun ini.

Semua anggota sudah berada di posisinya masing-masing. Kayla dan teman-teman juga sudah bersiap mendengarkan lagu pertama yang akan dibawakan. Lalu, sebuah sorakkan terdengar ketika ternyata lagu pembukanya adalah Shoot Me. Lagu bermusik keras yang membuat penonton meloncat-loncat heboh begitu musik mulai terdengar.

Sementara itu, di tempat lainnya, kebisingan juga terjadi. Teriakan demi teriakan terdengar. Tapi bukan musik dan nyanyian yang membuat mereka berteriak, melainkan karena empat mobil yang berjalan kesetanan.

Satu mobil sport berwarna merah melintasi garis finish. Gadis-gadis seksi dan para pria yang sejak tadi memasang wajah tegang di pinggir arena seketika bersorak.

"Rayhan! Yuhuu, yoksi! Kita tahu kamu akan dengan mudah memenangkan pertandingan!"

Kaca mobil berwarna merah itu diturunkan, menampakkan sosok lelaki jangkung dengan paras yang tampannya berada di atas rata-rata. Senyum miring lelaki itu terbit ketika teman-temannya berkumpul.

Rayhan Artadiredja, pria yang dilahirkan dengan penuh kesempurnaan, tampan, tinggi, tajir, dan mahir dalam urusan menaklukan wanita kemudian meninggalkannya begitu saja. Julukannya sejak masih berseragam putih abu-abu adalah Cassanova. Dan gelar itu masih dia pertahankan sampai saat ini, meski usianya sudah berada di penghujung dekade 20.

"Kita makan-makan, hm? Minum?" tawar Diky, pria dengan tampang pecicilan yang merupakan teman tongkrongannya di jalan, segera memberondongnya dengan pertanyaan.

"Sepertinya aku tidak ikut," gumam Rayhan santai. "Kalian ambil saja ini dan silakan senang-senang tanpaku kali ini."

Rayhan mengeluarkan beberapa lembar uang tunai berwarna merah di dompet tanpa menghitungnya, kemudian menyerahkannya pada Diky yang jelas saja langsung diterima tanpa sungkan.

"Kamu yakin tidak akan ikut?"

"Ya. Kalian tahu, malam dingin seperti ini lebih asyik dihabiskan dengan wanita daripada dengan kalian," ucapnya jenaka, yang kemudian dibalas oleh sorak para temannya yang mengamini.

Rayhan menyalakan mesin, kemudian melaju meninggalkan tempat balapan yang biasa dia kunjungi minimal sekali dalam sepekan itu. Bergegas menuju tempat di mana wanita yang akan menghangatkan ranjangnya kali ini berada. Tapi sebelum itu, teriakan-teriakan Diky dan yang lain masih terdengar, membuatnya tersenyum tipis.

"Hati-hati, Bro! Jangan lupa pakai pengaman, jangan sampai keenakan di dalam, nanti kamu sendiri yang repot!"

Itu suara Bayu, pria berwajah santai dan rupawan, yang sebenarnya sama-sama bejad sepertinya.

Dan Rayhan mengucapkan terima kasih pada temannya itu karena secara tak langsung dia sudah mengingatkan Rayhan bahwa alat pengaman yang biasa dia gunakan sudah tidak ada.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel