Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4 Sifat berbeda

"Aku ingin mencari dia, semoga saja aku bisa berterima kasih padanya. Telah mengingatkanku tentang tanggung jawab," gumam Alice tersenyum tipis. Dia terdiam lagi saat terbayang wajah dingin Adrian, seketika wanita itu mengepalkan ke dua tangannya.

Rasanya ingin sekali aku mengajak dia bergulat sekalian. Begitu kesalnya saat melihat wajah nyebelin orang itu yang selalu membuat gara-gara di saat bertemu denganku.

"Alice, kamu gak mulai kerja lagi?" tanya Zahra, yang baru saja masuk ke kamar mandi. Langkahnya terhenti di saat dia melihat Alice.

"Bentar! Kamu kenapa?" tanya Zahra.

"Maaf! Aku lagi kesal sama seseorang,"

"Siapa?"

"Tuh, boss sialan. Masak aku gak sengaja menabraknya dan menumpahkan kopi di jas miliknya. Dan sekarang dia marah hampir saja memecatku. Entah besok aku bisa kerja lagi tidak di sini," kata Alice panjang lebar menjelaskan pada Zahra.

Zahra mengedip-ngedipkan matanya tidak percaya. "Apa kamu menumpahkan kopi di jasnya?" tanya Zahra memastikan, dan langsung di balas Alice dengan anggukan kepalanya pelan.

"Kamu benar-benar sudah mencari masalah besar. Kamu tahu gak dia sanagt demam kebersihan. Jadi kalau kamu buat gara-gara apdanya. Bisa di pecat kamu," jawab Zahra, semabri menggelengkan kepalanya merasakan teman barunya itu yang begitu polos.

"Lebih baik kamu temui pam boss. Dan bilang padanya, minta maaf sekalian padanya." jelas Zahra.

"Iya, sekalian mai marah," Alice membalikka badnaya kencoba pergi, dengan sigap Zahra memegang tangan Alice, mencegahnya pergi.

"Tenang dulu, jangan bicara macam-macam denganya. Kamu bisa di pecat nantinya." jelas Zahra, menghela napasnya. "Kamu biaa kehilangan oekerjaan berherga ini. Kapan lagi kamu bia abekerja di perusahaan mewah ini. Bahkan karyawan di sini terjamin kebutuhannya dari yang rendahan sepeeti kita maupun yang tinggi sekalipun,"

Yeri tertunduk sejenak, dia teringat ibunya. Benar kata Zahra. Kalau bukan karena ibunya dia sudah pergi dari perusahaan ini dan memilih kerja di perusahaan lain meski kesejahteraaan karyawannya tidak menjanjikan seperti di perusahaannya.

"Udah aku kembali kerja dulu. Kamu cepat temui boss!" ingat Zahra.

"Siap!!"

Zahra melangkahkan kakinya pergi dan Alice hanya diam menatap ke kaca. Dia masih mengepalkan ke dua tangannya sangat erat.

"Nyebelin tuh, pria. Coba saja kalau cari gara-hara padaku. Aku tidak akan segan-segan membuat dia merasa bersalah dan minta maaf padaku, kalau perlu berlutut di depanku," gumamnya lirih.

Merasa sudah baikan Alice menatap wajahnya di cermin, wajah cantiknya terlihat lebih kusam sehabis menangis. Dia membasuh wajah cantiknya, menguspanya dengan tisu dan beranjak pergi dari toilet.

Alice berjalan mencari Arya untuk menemaninya bicara dengan Adrian bos gila itu. Tapi entah di mana dia. Hingga Alice harus naik turun tangga untuk mencarimya. namun tetap saja tak melihat Arya di manapun.

"Di mana Arya? Kenapa dia tidak ada di kantor ini? Apa dia sedang ada meeting lagi?" tanyanya dalam hati. Wajahnya terlihat semakin bingung menoleh ke kanan dan ke kiri bergantian.

"Aku harus cari dia, semoga saja dia bisa bantu aku bicara dengan Adrian, boss nyebelin itu," gumamnya kesal.

Tanpa sadar langkahnya terhenti di depan ruangan Adrian. Dia menghela napas panjangnya, sembari membungkukkan badannya, mencoba memgatur napas ngos ngosan akibat naik turun tangga. Ia berfikir sejenak untuk memberanikan diri berbicara dengan Adrian sendiri tanpa bantuan Arya. Menghela napas panjang mulai mengetuk pintu ruangan Adrian.

"Tok.. Tok..."

Masih tak ada jawaban dari nya.

"Tok..tok..tok..."

Alice mengulangi mengetuk pintu berkali kali namun masih tetap tak ada jawaban dari Adrian. Ia mengla napas sebentar mulai membuka pintunya perlahan.

"Kenapa masih tidak ada orang, kemana dia??" Alice berjalan mengendap-endap dengan pandangan tak henyinya menoleh ke kanan dan ke kiri. Ia tak melihat batang hidung Adrian di depannya.

"Mungkin dia keluar" batin Alice berdiri tegap membalikkan badan.

Seketika dia menelan ludahnya susah payah. Melihat sepasang kaki berdiri tepat di belakangnya.

Siapa dia? Apa dia Adrian? Haduh.. Gimana, nih? Apa yang harus aku lakukan. Aku sudah masuk ke ruanganya diam-diam.

"Kenapa kamu di sini?" suara berat, sedikit serak membaut aliran darah Alice dari ujung kepala mengalir cepat ke bawah. Alice mengangkat kepalanya, ke dua matanya Alice melotot seketika. Ia menghirup napas panjang, lalu menahannya sejenak.

Sejak kapan dia di belakangku? Apa dia hantu?" Batin Alice tersenyum terpaksa menggaruk kepala belakangnya menahan rasa .

"Oya kebetulan juga kamu di sini cepat bereskan ruanganku sekarang" Ucap Adrian dengan nada dinginya. Berjalan menuju ke kursi kerjanya ia terlihat sangat sibuk dengan tumpukan berkas berserakan di mejanya.

"Bukannya tadi gak mau melihatku lagi" Pungkas Alice memberanikan diri berbicara dengan Adrian.

" Aku ralat" jawab Adrian cuek.

"Kenapa?" Alice terlihat bingung.

"Emang penting buwat kamu?" Adrian masih saja tak menatapnya sama sekali.

"Iya"

"Bereskan duru semuanya baru aku kasih tahu" Pungkas Adrian yang masih membolak balikkan kertas di atas meja kerjanya.

"Baiklah" Jawab Alice. Ia segera memberskan satu persatu benda di ruangan itu. Kejannya sangat cepat membuat Adrian tekagum melihat cara kerjanya. Ia mencoba mencuri pandang pada Alice di deoannya. Alice sangat cekatan dan juga aktif dalam pekerjaan. Kerjaanya hanya di kerjakan tak perlu waktu banyak semua teratasi dengan mudah.

Alice berhenti sejenak, menatap Adrian karena hanya meja Adrian yang belum ia bersihkan. Ia menelan ludahnya memberanikan diri berjalan perlahan mendekati adrian.

"maaf pak.." pungkas alice.

"Ada apa?"

"Apa mejanya juga di bersihkan"

"Iya silahkan" pungkas Adrian masih terlihat cuek pada alice. Tak sengaja alice terkilir dan terjatuh teoat di pangkuan Adrian. Mata mereka saling tertuju membuat Alice hanya terdiam.

"Mau sampai kapan kamu duduk di pangkuanku" Pungkas Adrian melepaskan tangannya dari bahu alice.

"Maaf, Pak!" wajah alice nampak memerah ia terlihat sangat malu. Ia mencoba berdiri namun baju alice nyangkut di kancing jas adrian.

Ia mencoba menarik narik bajunya namun tetap tak bisa lepas. "Gimana, nih. Apa yang harus aku lakukan?" Batin Alice terlihat sangat panik.

Adrian hanya terdiam menatap tingkah Alice. Ia menarik sangat kuat baju Alice hingga sobek.

"Ala yang kamu lakukan?" ucap Alice dengan nada tinggi.

Adrian melotot seketika alice bicara tak sopan padanya.

"Hmzz.. Iya, maaf pak!" pungkas a

Alice menundukan badannya beranjak pergi. Namun langkahnya terhenti seseolah ada sesuatu yang nyangkut di belakangnya.

Ia seketika membalikkan badannya melihat adrian memegang tangannya.

"Ada apa lagi pak" pungkas Alice sangat gugup.

"Kenapa kamu buru buru pergi, pekerjaan kamu belum selesai" pungkas Adrian.

"Iya ini saya juga mau melanjutkan lagi, tapi kalau pak adrian pegang tanganku terus mana bisa kerja" Adrian terlihat sangat malu ia ketahuan terus memegang tangan Alice.

"Maaf" ucapnya datar. "Sudah lanjutkan pekerjaanmu,"

"Iya, pak!" Alice mulai melanjutkan lagi pekerjaannya. Dia beranjak melanjutkan pekerjaanya kembali.

Adrian beranjak berdiri. "Kamu bereskan, aku mau pergi sebentar. Dan ingat, jangan buka sembarangan berkasku." ucap Adrian.

"Siap, pak!" jawab tegas Alice.

"Sekarang, kamu mau kemana?"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel