Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4. Cangkruk Di Kafe

Suatu sore yang cerah, Budi dan Anton, dua mantan asisten Joe di kafe Pak Bim, duduk santai menikmati kopi di tempat mereka dulu bekerja. Aroma kopi robusta yang khas memenuhi udara, mengingatkan mereka kejadian bersama Joe. Mereka masih sering mampir ke kafe Pak Bim, bukan hanya untuk menikmati kopi, tetapi juga untuk berbincang dan berbagi cerita.

"Mas Anton, masih ingat kejadian tadi?" tanya Budi, sambil menyesap kopinya. Ia merujuk pada kejadian di Taman Bungkul, saat Joe dan timnya melawan preman-preman suruhan Studio Surya.

Anton mengangguk, senyum bangga terukir di wajahnya. "Ingat banget! Mas Joe itu luar biasa, ya? Gak cuma jago fotografi, tapi juga jago bela diri. Preman-preman itu babak belur semua!"

Budi tertawa. "Iya, bener banget! Aku sampai merinding lihatnya. Mas Joe itu berani banget, gak takut sama preman-preman itu. Padahal, kalau dipikir-pikir, kita cuma bertiga melawan banyak preman."

Anton mengangguk setuju. "Yang paling aku salut, Mas Joe itu selalu memprioritaskan kliennya. Dia sampai melindungi Mas Ardi dan Mbak Rani dari preman-preman itu. Dia benar-benar bertanggung jawab."

Budi menambahkan, "Iya, bener. Mas Joe itu memang beda. Dia selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk kliennya. Dia gak pernah kompromi soal kualitas."

Tiba-tiba, Pak Bim datang menghampiri mereka. Ia tersenyum ramah, seperti biasa. Ia duduk di meja mereka, ikut bergabung dalam obrolan.

"Lagi ngobrolin apa, Budi, Anton?" tanya Pak Bim.

"Lagi ngobrolin Mas Joe, Pak," jawab Budi. "Kami lagi nginget-nginget kejadian tadi pas lagi pemotretan, di Taman Bungkul."

Pak Bim mengangguk. Ia sudah mendengar cerita tentang kejadian tersebut. Ia sangat mengagumi keberanian dan tanggung jawab Joe.

"Joe itu memang anak yang luar biasa," kata Pak Bim, dengan nada bangga. "Dia punya jiwa kepemimpinan yang kuat, dan rasa tanggung jawab yang tinggi. Dia selalu berusaha memberikan yang terbaik, baik untuk pekerjaannya maupun untuk orang-orang di sekitarnya."

Anton menambahkan, "Iya, Pak. Mas Joe itu juga selalu mengajari kami dengan sabar. Dia gak pelit ilmu. Dia selalu berbagi pengalaman dan ilmunya kepada kami."

Budi mengangguk setuju. "Bener banget, Pak. Kami banyak belajar dari Mas Joe. Dia mengajari kami tentang pentingnya kerja keras, kejujuran, dan tanggung jawab."

Pak Bim tersenyum. "Saya bangga pernah memiliki karyawan seperti Joe. Meskipun dia sudah tidak bekerja di sini lagi, hubungan kami tetap seperti anak dan orang tua. Saya selalu mendukungnya."

Pak Bim menceritakan bagaimana ia selalu mengikuti perkembangan Studio Joe. Ia selalu bangga melihat kesuksesan Joe. Ia merasa bahwa Joe adalah contoh pemuda yang sukses karena kerja keras dan kegigihannya.

"Joe itu bukti nyata bahwa kesuksesan bisa diraih dengan kerja keras dan kejujuran," kata Pak Bim. "Dia tidak pernah menyerah pada mimpinya, meskipun menghadapi banyak tantangan dan rintangan."

Budi dan Anton mengangguk setuju. Mereka juga merasa terinspirasi oleh Joe. Mereka bertekad untuk mengikuti jejak Joe, bekerja keras dan mengejar mimpi mereka masing-masing.

"Pak," kata Budi, "kami juga ingin sukses seperti Mas Joe."

Pak Bim tersenyum. "Saya yakin kalian bisa, Budi, Anton. Kalian berdua juga pemuda yang rajin dan berbakat. Jangan pernah menyerah pada mimpi kalian."

Anton menambahkan, "Terima kasih, Pak. Kami akan selalu mengingat nasihat Bapak."

Pak Bim kembali menepuk pundak Budi dan Anton. Ia merasa bangga telah membimbing dua pemuda yang berbakat ini. Ia yakin bahwa mereka akan sukses di masa depan. Dia juga merasa bersyukur telah mengenal Joe, pemuda yang telah menginspirasi banyak orang.

Merasa bangga telah menjadi bagian dari perjalanan hidup Joe, dan ia akan selalu mendukungnya. Hubungan mereka, meskipun Joe sudah tidak bekerja di kafenya lagi, tetap terjalin erat seperti hubungan anak dan orang tua.

***

Joe, dengan tekun membangun portofolionya. Ia menerima berbagai job, mulai dari pemotretan produk hingga event-event besar. Kualitas fotonya yang tinggi dan gaya pengambilan gambarnya yang unik, perlahan-lahan menarik perhatian banyak orang. Namanya mulai dikenal di kalangan fotografer profesional Surabaya. Ia mendapatkan banyak klien, dan Studio Joe semakin ramai.

Suatu hari, Joe mendapat job pemotretan wisuda di kampus Universitas Airlangga. Ia mengerahkan seluruh timnya, termasuk Budi dan Anton, untuk memastikan acara pemotretan berjalan lancar. Suasana kampus yang ramai dan meriah menambah semangat kerja mereka. Joe, dengan cekatan mengarahkan para wisudawan dan wisudawati untuk berpose. Ia memberikan arahan dengan tenang dan profesional, membuat para wisudawan dan wisudawati merasa nyaman.

Di tengah kesibukan pemotretan, Joe memperhatikan seorang gadis cantik yang menarik perhatiannya. Gadis itu memiliki paras yang menawan dan gaya yang elegan. Gadis itu sesekali memperhatikan Joe dari kejauhan, dengan tatapan yang penasaran.

Setelah pemotretan selesai, gadis itu menghampiri Budi dan Anton. Ia tampak ragu-ragu, namun akhirnya memberanikan diri untuk bertanya.

"Permisi, Mas," sapa gadis itu, dengan suara yang lembut. "Saya mau tanya, siapa nama fotografer yang tadi memimpin pemotretan?"

Budi dan Anton saling pandang. Mereka tahu siapa yang dimaksud gadis itu.

"Itu Mas Joe, Mbak," jawab Budi. "Bos kami."

"Mas Joe?" tanya gadis itu, sambil mengerutkan kening. "Yang tadi pakai topi hitam dan kacamata itu?"

Anton mengangguk. "Iya, Mbak. Itu Mas Joe."

Gadis itu tampak penasaran. "Dia... terlihat cuek, ya? Tapi, fotonya bagus-bagus sekali. Saya penasaran dengan gayanya."

Budi dan Anton tertawa. "Mas Joe memang seperti itu, Mbak. Dia terlihat cuek, tapi sebenarnya dia orangnya baik dan profesional."

"Oh, begitu," kata gadis itu. "Nama saya Lisa. Saya mahasiswi Fakultas Ekonomi di kampus ini."

Budi dan Anton memperkenalkan diri. Mereka bertiga berbincang-bincang sebentar. Lisa menceritakan ketertarikannya pada dunia fotografi. Ia mengaku sering melihat foto-foto karya Joe di media sosial. Ia sangat mengagumi gaya fotografi Joe yang unik dan artistik.

"Mas Joe itu memang fotografer yang berbakat," kata Lisa. "Saya ingin sekali belajar fotografi darinya."

Budi dan Anton menyampaikan kekaguman Lisa kepada Joe. Joe, yang sedang sibuk mengecek hasil pemotretan, mendengar percakapan mereka. Ia mendekati Lisa, dengan senyum tipis.

"Ada yang bisa saya bantu, Mbak?" tanya Joe, dengan nada ramah.

Lisa sedikit terkejut, namun ia segera tersenyum. "Oh, Mas Joe. Saya Lisa. Saya tadi bertanya kepada teman-teman Anda tentang Anda."

Joe mengangguk. "Saya sudah mendengarnya. Ada yang ingin Anda tanyakan?"

Lisa sedikit gugup. "Saya... saya sangat mengagumi karya-karya Anda. Foto-foto Anda sangat bagus. Saya ingin sekali belajar fotografi."

Joe tersenyum. "Saya senang Anda menyukai karya-karya saya. Jika Anda ingin belajar fotografi, saya dengan senang hati akan membimbing Anda."

Lisa sangat senang mendengar tawaran Joe. Ia merasa sangat beruntung bisa bertemu dengan fotografer idola yang ternyata sangat ramah. Ia berjanji akan menghubungi Joe untuk menanyakan jadwal belajar fotografi. Joe memberikan nomor teleponnya kepada Lisa.

Mereka bertukar nomor telepon dan berjanji untuk bertemu lagi. Lisa pamit undur diri, hatinya dipenuhi rasa senang dan harapan. Ia tidak menyangka pertemuannya dengan Joe akan berbuah kesempatan untuk belajar fotografi dari fotografer idola. Ia pun berlalu, meninggalkan Joe yang tersenyum tipis, menyadari bahwa pertemuan ini mungkin lebih dari sekadar pertemuan biasa.

*****

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel